Self-harm atau self-injury terkadang dilakukan seseorang saat perasaan negatif muncul. Ada berbagai alasan mengapa seseorang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri ini, misalnya untuk memblokir memori yang tidak menyenangkan, menghukum diri sendiri, dan lain-lain.
Untuk mengetahui apa itu self-harm, penyebab, dan solusinya, simak penjelasan lengkap di bawah ini.
Apa Itu Self-Harm dan Jenis-jenisnya
Bagi yang belum akrab, self-harm adalah perilaku menyakiti diri sendiri. Perilaku tersebut biasanya dilakukan oleh beberapa orang untuk mengatasi rasa tertekan dan luka emosional.
Berbagai bentuk contoh self-harm meliputi memukul atau membenturkan diri sendiri ke dinding, menyayat tubuh (cutting tangan) dengan silet, pisau, atau pecahan beling, hingga meminum racun.
Tak cuma itu sebetulnya, orang yang ngebut di jalanan, mabuk minuman beralkohol, dan minum obat melebihi dosis, dapat digolongkan perilaku self-harm. Hal ‘menakutkan’ seperti itu dilakukan untuk menghukum diri sendiri dan melampiaskan emosi.
Artikel Lainnya: Punya Keinginan Bunuh Diri Selalu Pertanda Depresi?
Berdasarkan tingkap keparahannya, self-harm dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Superficial Self-Mutilation
Jenis self-harm ini adalah yang paling ringan dan paling sering dilakukan oleh orang-orang atau bahkan mungkin Anda sendiri.
Superficial self-mutilation merupakan tindakan yang menyakit tubuh, tapi masih dalam tahap yang ringan dengan intensitas yang jarang, seperti menarik rambut, melukai kulit dengan benda tajam atau dengan api, dan berbagai cara lainnya.
2. Stereotypic Self-Injury
Pada jenis stereotypic self-injury, mereka akan menyakiti dirinya dengan tindakan yang sebenarnya tidak parah, namun dilakukan secara berulang-ulang. Misal, membenturkan kepalanya ke tembok.
Orang dengan autisme biasanya masuk ke dalam kategori ini.
3. Major Self-Mutilation
Ini adalah jenis self-harm yang paling parah karena melukai tubuhnya dengan sangat ekstrem, bahkan mengancam jiwanya.
Tindakan-tindakan seperti memotong jari, merusak bola mata, dan lainnya termasuk ke dalam major self-mutilation.
Orang yang memiliki gangguan psikosis tak jarang melakukan tindakan menyakiti diri sendiri ini.
Artikel Lainnya: Anak Lakukan Self-Harm, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Penyebab Self-Harm
Melukai diri sendiri menjadi cara bagi sebagian orang untuk mengatasi berbagai masalah yang dimiliki. Berikut ini beberapa alasan orang melakukan self-harm:
1. Memendam Perasaan Negatif Terlalu Lama
Penyebab self-harm bisa jadi karena menumpuk perasaan negatif terlalu lama, seperti rasa takut akibat di-bully, tekanan yang besar di sekolah atau tempat kerja, masalah dengan keluarga, dan lainnya.
Jika masalah tersebut berlangsung lama dan tampak tak akan berakhir, maka ia cenderung akan melakukan self-harm.
Saat melukai diri sendiri, ada perasaan tenang dan senang walaupun hanya sementara.
2. Mencari Perhatian
Ada juga yang melakukan self-harm karena ingin mencari perhatian. Biasanya orang tersebut memamerkan perilaku self-harm-nya, baik itu di kehidupan nyata maupun di dunia maya.
Dengan harapan, setelah ia melakukan hal tersebut, ia akan ditanya oleh lingkungan sekitarnya. Ketika ia mendapat perhatian itu, ia menjadi senang.
3. Tidak Mendapat Dukungan dari Orang-Orang di Sekitarnya
Seseorang yang mengalami masalah dalam hidupnya tentu berharap mendapat dukungan dari orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, kerabat, dan temannya.
Namun ketika mereka tidak memperoleh dukungan tersebut, maka salah satu pelariannya adalah dengan melakukan self-harm.
Artikel Lainnya: Selalu Menyalahkan Diri Sendiri, Apakah Tanda Gangguan Mental?
4. Memiliki Pengalaman Traumatis di Masa Lalu
Beberapa orang yang melakukan self-harm biasanya memiliki pengalaman buruk yang membuatnya trauma, seperti menjadi korban kekerasan atau bencana alam.
Mereka menganggap, menyakiti diri sendiri akan membantu mereka melupakan trauma tersebut.
5. Ketidakmampuan dalam Mengekspresikan Diri
Tindakan self-harm bisa muncul akibat ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan emosi, seperti rasa marah, malu, frustrasi, dan sebagainya.
Orang-orang yang menyakiti dirinya sering mengatakan bahwa mereka tidak cocok dengan sesuatu atau merasa tidak dipahami oleh orang lain.
Self-harm dianggap satu-satunya cara untuk merasa lebih lega dan mengekspresikan perasaan yang mereka rasakan.
6. Mempunyai Masalah Kesehatan Mental
Penyebab lain dari self-harm adalah gangguan mental. Beberapa jenis gangguan mental yang dapat membuat seseorang menyakiti diri sendiri, yaitu depresi, bipolar, obsesif kompulsif, hingga psikosis.
Bagaimana Tanda-Tanda Self-Harm?
Mungkin sulit untuk mendeteksi orang yang suka melukai diri sendiri. Itu karena, mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Namun, jika kamu menemukan tanda-tanda self-harm di bawah ini, kamu bisa menawarkan pertolongan:
- Ada bekas luka dengan pola yang sama dan berulang.
- Selalu muncul luka baru, goresan, memar, atau bekas gigitan.
- Terdapat bekas luka bakar.
- Sering membawa atau menyimpan benda tajam.
- Selalu mengenakan lengan panjang atau celana panjang meski dalam situasi yang panas (pengecualian untuk wanita berhijab).
- Ketika ditanyai mengapa ada bekas luka atau memar, dia selalu mengatakan hal yang sama, misalnya terjatuh, terbentur, atau bentuk kecelakaan lainnya.
- Tidak punya kerabat dekat dan suka menyendiri. Orang ini biasanya sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Sering merasa tidak berharga dan mengunggah posting-an keputusasaan.
- Sering cemas, depresi, dan menunjukkan ketidakstabilan emosional.
- Menyukai quotes atau kutipan yang bertemakan depresi.
Artikel Lainnya: Cara Mengatasi Trauma yang Bisa Anda Coba
Bagaimana Cara Mengatasi Perilaku Self-Harm?
Karena umumnya perilaku self-harm ini disebabkan karena trauma atau masalah mental tertentu, harus ditangani dengan cara yang tepat dan cepat.
Beriku yang bisa kamu lakukan untuk membantu atasi perilaku self-harm.
1. Konsultasi ke Psikolog atau Psikiater
Orang yang memiliki perilaku self-harm sebaiknya segera menemui tenaga profesional, bisa psikolog atau psikiater. Dengan menemui tenaga profesional, akar permasalahan dapat dicari tahu (pemicu awal). Umumnya, pemicunya berupa trauma.
Jika tidak ditangani dengan tepat melalui terapi-terapi tertentu, trauma yang mendalam bisa berujung pada tindakan-tindakan negatif di kemudian hari, termasuk self-harm ini.
2. Kenali dan Pahami Pencetusnya
Meski memang penyebab dari perilaku self-harm adalah trauma masa lalu, tentu ada hal yang membuat hal ini timbul dan “kambuh”.
Ada baiknya kamu pahami dan kenali pemicunya. Kira-kira emosi apa yang kamu rasakan hingga ingin melakukan perilaku itu dan dari mana datangnya emosi tersebut.
Dengan begitu, kamu bisa menghindari pemicunya sedikit demi sedikit. Tentu proses ini tidak mudah dan butuh pendampingan psikolog agar kamu lebih nyaman ketika menjalaninya.
3. Melampiaskan Emosi ke Aktivitas yang Positif
Andai kata belum dapat menemui psikolog atau psikiater, orang dengan perilaku menyakiti diri sendiri harus punya pelampiasan emosi yang positif. Bentuk pelampiasan ini harus bisa mengeluarkan banyak emosi dan tenaga, misalnya olahraga.
Olahraga pelepas emosi yang bisa dipilih adalah boxing (tinju). Anda dapat membeli samsak dan menggantungnya di tempat aman.
Kamu juga bisa jogging atau bermain basket. Intinya, carilah olahraga yang melelahkan. Setelah lelah, perasaan biasanya akan jauh lebih baik.
4. Membangun dan Menambah Self-esteem
Membangun dan meningkatkan self-esteem juga dapat menjadi salah satu cara mencegah perilaku self-harm muncul kembali.
Untuk membangun dan meningkatkan self-esteem perlu proses yang panjang. Kamu bisa mulai dengan mengenal diri sendiri, membuat batasan dan prinsip yang sesuai dengan nilaimu.
Kamu juga bisa mulai berteman dan menemukan orang-orang yang support dirimu, sehingga kamu tidak merasa sendiri ketika menjalani semua proses ini.
Perilaku menyakiti diri sendiri alias self-harm tidak boleh berlangsung lama. Karena itu, saat tanda-tandanya terus muncul, beranikan diri untuk meminta pertolongan kepada psikolog atau psikiater, ya.
Jika masih ada pertanyaan lain seputar self-harm, jangan sungkan untuk konsultasi dengan psikolog dan chat dengan dokter psikolog lewat layanan Tanya Dokter di aplikasi Klikdokter.