Saat hamil, tak hanya perubahan fisik yang terjadi, tapi juga secara mental. Perubahan mental pada ibu hamil sangat sulit ditebak dan tidak selalu sama terjadi pada setiap kehamilan. Kondisi ini sedikit banyak memengaruhi keadaan emosi sang ibu, yang dapat menimbulkan depresi karena stres. Banyak yang menganggap depresi yang dialami ibu hamil akan hilang setelah bayi dilahirkan. Namun, ada studi yang membuktikan sebaliknya.
Menurut dr. Melyarna Putri dari KlikDokter, stres atau depresi ketika hamil dapat menyebabkan risiko serius terhadap bayi dan ibu. Meskipun stres adalah hal biasa yang dapat dirasakan hampir setiap orang, termasuk ibu hamil, menghindari stres selama kehamilan ternyata sangat perlu.
“Stres yang dirasakan selama kehamilan seperti gejala depresi, diskriminasi ras, kondisi hidup penuh tekanan, kecemasan selama kehamilan, dan stres apa pun yang dirasakan saat hamil disebut-sebut memiliki hubungan dengan kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, tekanan darah tinggi selama kehamilan, dan efek buruk terhadap kesehatan lainnya. Stres pada kehamilan tidak hanya dikaitkan dengan perburukan kesehatan janin, tapi juga ibu hamil,” dr. Melyarna menjelaskan.
Depresi pada masa kehamilan dapat bertahan lama
Menurut PsychologyToday, banyak yang tidak menyadari bahwa beberapa perjuangan wanita dengan depresi dimulai saat hamil. Ternyata, depresi yang dialami saat hamil bisa bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Bahkan, menurut studi yang dipublikasikan di “Maternal and Child Health Journal” tahun 2015 yang meneliti 3.000 wanita Australia, depresi bisa berlangsung hingga 20 tahun.
Untuk kasus ini, jumlahnya tidak sedikit. Pada setiap lima wanita yang berjuang dengan kecemasan atau depresi selama kehamilan, satu dari mereka akan terus merasakan gejalanya selama hidupnya.
Waspada depresi pasca persalinan
Tak hanya ancaman depresi yang muncul saat hamil, ada pula depresi yang muncul pasca persalinan, yang biasa disebut sebagai sindrom baby blues. Menurut dr. Resthie Rachmanta Putri, M.Epid, dari KlikDokter, sindrom ini merupakan gangguan adaptasi yang dialami oleh ibu baru dan biasanya terjadi dalam beberapa hari hingga 2 minggu setelah melahirkan.
Baby blues ditandai dengan rasa lelah, sedih yang tak jelas penyebabnya, serta stres pada ibu baru. Kondisi ini biasanya terjadi karena ibu terkejut dengan berbagai perubahan drastis yang tak ia duga sebelumnya. Jika tidak ditangani dengan baik, sindrom baby blues bisa berlanjut menjadi depresi postpartum.
Ditambahkan oleh dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, depresi postpartum merupakan kondisi yang sering terjadi pada wanita setelah proses persalinan selesai. Biasanya, depresi ini timbul ditandai dengan kondisi perasaan mudah sedih, cepat marah, putus asa, enggan keluar rumah, malas makan, dan kesulitan tidur pada malam hari. Kondisi ini bisa berlangsung sampai 3 minggu, atau lebih parahnya sampai bertahun-tahun.
Ada juga beberapa hal lain yang membuat ibu hamil berisiko mengalami depresi yang berlangsung lama, seperti:
- Ibu hamil yang berisiko mengalami depresi jangka waktu lama biasanya memiliki banyak konflik dengan pasangannya. Misalnya, karena urusan keuangan, kesibukan kerja, merawat bayi, dan lain-lain.
- Ibu hamil memiliki banyak tekanan dalam hidup. Misalnya baru pindah rumah, berganti pekerjaan, atau ekspekstasi orang tua atau orang-orang di sekitarnya.
- Ibu hamil yang tidak mendapatkan dukungan yang cukup untuk membantunya menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya absennya pasangan hampir sepanjang hari karena pekerjaan, tetangga yang berisik yang bikin bayi terus terbangun, tidak punya bala bantuan seperti babysitter, dan lain-lain.
Jika ibu sudah mengalami depresi saat hamil, kesehatan mental ibu pasca persalinan pun harus diperhatikan. Jika depresi berlanjut pada sindom baby blues, lalu terus memburuk hingga mengalami depresi postpartum, ibu terancam akan mengalami gangguan jiwa yang berat.
Pencegahan adalah langkah penting agar Anda tidak mengalami depresi saat atau setelah melalui kehamilan. Coba cari tahu penyebab stres dan cari tahu cara mengatasinya, pastikan asupan makanan yang bergizi lengkap, beraktivitas fisik, kurangi kebiasaan buruk seperti merokok dan minum alkohol, libatkan diri dalam aktivitas seperti komunitas ibu hamil, dan istirahat secara cukup. Bila perlu, berkonsultasilah dengan dokter dan utarakan keluhan Anda. Nantinya dokter akan memutuskan penanganan yang paling tepat untuk kondisi Anda.
[RN/ RVS]