Depresi bisa dialami setiap orang dan dapat mengganggu kejiwaan bila tidak ditangani dengan baik.
Faktanya, efek depresi tak selalu berkaitan dengan psikis atau kejiwaan, melainkan juga membawa dampak buruk terhadap otak.
Depresi dikatakan dapat memengaruhi struktur fisik otak. Dalam kasus ini, terjadi perubahan pada otak mulai dari peradangan, pembatasan oksigen, hingga penyusutan.
Singkatnya, depresi dapat berdampak pada pusat kendali sistem saraf. Berikut ini berbagai dampak depresi terhadap otak:
1. Otak Bisa Menyusut
Penelitian menunjukkan, ukuran daerah otak tertentu dapat menurun pada orang yang mengalami depresi.
Salah satu penelitian tahun 2012 menemukan, area otak yang terdampak meliputi talamus, hipokampus, amigdala, korteks prefrontal, dan lobus frontal.
Jumlah area otak yang menyusut berkaitan dengan tingkat keparahan dan seberapa lama depresi berlangsung.
Di hipokampus misalnya, penyusutan bisa terjadi bila seseorang mengalami depresi selama delapan bulan sampai setahun selama satu kali episode depresi atau beberapa episode yang lebih pendek.
Artikel Lainnya: Depresi, Lebih dari Sekadar Gangguan Kesehatan Mental
2. Peradangan pada Otak
Ada juga hubungan baru yang diyakini terjadi antara peradangan dan depresi. Hanya saja, masih belum jelas apakah peradangan yang menjadi penyebab depresi atau sebaliknya.
Peradangan otak yang terjadi saat seseorang depresi berkaitan dengan seberapa lama ia mengalami depresi.
Penelitian menemukan, orang yang mengalami depresi selama sepuluh tahun lebih menunjukkan peradangan 30 persen lebih banyak dibandingkan orang yang jangka waktu depresinya lebih singkat.
Akibatnya, peradangan otak yang signifikan lebih mungkin terjadi pada gangguan depresi yang bertahan lama.
Karena peradangan otak dapat menyebabkan kematian sel-sel otak, hal ini dapat menyebabkan sejumlah komplikasi.
Beberapa contohnya yaitu penyusutan, menurunnya fungsi neurotransmiter, dan penurunan kemampuan otak untuk berubah seiring bertambahnya usia (neuroplastisitas).
Bersamaan dengan komplikasi-komplikasi tersebut, kondisi ini juga akan memengaruhi perkembangan otak, belajar, ingatan, dan mood.
3. Terbatasnya Oksigen di Otak
Depresi juga telah dihubungkan dengan penurunan kadar oksigen di dalam tubuh.
Keadaan ini mungkin dikarenakan perubahan pernapasan akibat depresi, tetapi mana yang lebih dulu menjadi penyebab belum diketahui.
Otak pada dasarnya sangat sensitif terhadap berkurangnya oksigen sehingga bisa menimbulkan peradangan, serta cedera dan kematian pada sel otak.
Sel otak yang meradang dan mati bisa mengarah ke berbagai gejala yang berkaitan dengan pengembangan, memori, pembelajaran, dan suasana hati. Bahkan, hipoksia dalam jangka pendek bisa menyebabkan kebingungan.
Kondisi ini bisa diatasi dengan terapi perawatan ruang oksigen hiperbarik yang tujuannya meningkatkan sirkulasi oksigen. Terapi ini telah terbukti mengurangi gejala depresi pada manusia.
Artikel Lainnya: Benarkah Jumlah Gaji Seseorang dapat Picu Depresi?
4. Mengurangi Fungsi Amigdala
Amigdala adalah bagian otak yang berfungsi mengatur respons emosional, seperti rasa senang dan takut.
Bagi orang dengan depresi, amigdala akan membesar dan lebih aktif akibat paparan kortisol yang tinggi secara terus-menerus.
Bagian amigdala yang membesar dan hiperaktif dapat terjadi bersamaan dengan aktivitas abnormal lain di otak.
Hal ini dapat menyebabkan gangguan pola tidur, aktivitas, dan pola hormon lain.
5. Meningkatkan Risiko Demensia
Penelitian membuktikan, setengah pasien dengan depresi dapat mengalami gangguan kognitif.
Depresi dan demensia sudah diduga memiliki kaitan. Gejala depresi sering terjadi pada penderita demensia.
Sebaliknya, depresi sendiri dapat merusak fungsi kognitif dan menjadi risiko awal demensia. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
Artikel Lainnya: Tanda dan Gejala Depresi Saat Hamil yang Perlu Anda Tahu
6. Perubahan Struktural dan Jaringan Ikat
Efek depresi pada otak juga dapat menghasilkan perubahan struktur dan jaringan ikat, termasuk:
- Mengurangi fungsi hipokampus yang menyebabkan gangguan memori.
- Mengurangi fungsi korteks prefrontal. Hal ini dapat mengakibatkan seseorang terhalang untuk melakukan sesuatu (fungsi eksekutif) dan memengaruhi perhatiannya.
Perubahan biasanya membutuhkan waktu minimal delapan bulan untuk berkembang.
Namun, untuk depresi yang berlangsung lama, sudah pasti hal ini akan menyebabkan gangguan terus-menerus dalam ingatan, fungsi eksekutif (pengaturan diri sendiri), perhatian, suasana hati, dan regulasi emosi.
Itulah beragam dampak depresi terhadap otak. Depresi juga bisa meningkatkan risiko penderita untuk menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Karenanya, kondisi ini tak bisa dianggap sepele.
Bila Anda merasa sedang depresi, cobalah berbicara kepada orang yang dipercaya dan jangan malu untuk meminta bantuan. Kalau perlu, konsultasi dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan solusi terbaik.
Pakai LiveChat di Klikdokter untuk konsultasi ke dokter atau psikolog dengan lebih mudah.
(FR/AYU)