Sebuah posting-an di Twitter yang membahas soal fetish kain jarik mendadak viral. Rangkaian thread tersebut menceritakan tentang pria di Surabaya, Jawa Timur yang memiliki ketertarikan seksual dengan kain jarik dan proses ikat-mengikat.
Dengan alasan riset, pelaku meminta korbannya untuk diikat dan dibungkus dengan kain yang dia miliki! Apakah fetish ini termasuk gangguan mental yang berbahaya?
Benarkah Ada Orang yang Fetish-nya Bungkus-Membungkus?
Sebagai informasi, pelaku yang mempunyai fetish tidak biasa itu kerap membungkus korbannya menggunakan kain jarik dengan metode ikat pocong!
Tak cuma dibungkus jarik, lakban hitam juga bisa dipakai. Si pelaku senang membuat korbannya terbungkus seperti mumi. Apabila ada reaksi menggeliat berontak, dia pun semakin senang.
Menanggapi kondisi fetish jarik di atas, begini penjelasan dari Ikhsan Bella Persada, M.Psi.,Psikolog.
“Bisa saja ada orang yang fetish-nya melihat pasangan atau lawan seksualnya itu dibungkus kain jarik. Fetish itu momen di mana orang merasakan rangsangan seksual dari suatu objek tertentu yang disukainya akibat fantasi,” jelas Ikhsan.
“Bisa jadi bungkus-membungkus dengan kain jarik ini adalah objek yang disukainya yang dapat memberikan rangsangan seksual ke dia, terutama ketika si korbannya ini meronta-ronta,” kata Ikhsan menambahkan.
Dengan demikian, kondisi seperti yang dijelaskan pada thread Twitter fetish jarik memang nyata adanya.
Beberapa orang memang punya ketertarikan seksual terhadap suatu objek, kali ini objek tersebut adalah kain jarik dan proses bungkus-membungkusnya.
Artikel Lainnya: Siswi SMK Dilecehkan, Ini Sebab Remaja Lakukan Pelecehan Seksual
Apa Jenis Fetish Ini Tergolong Gangguan Mental yang Berbahaya atau Psikopat?
Fetish setiap orang memang berbeda-beda. Ada yang fetish sama rambut panjang, fetish dengan celana dalam warna merah muda, bahkan ada yang fetish dengan jempol kaki!
Kendati demikian, Ikhsan mengingatkan, “Perlu dicatat juga bahwa fetish ini sebenarnya belum tentu sebuah gangguan.”
“Fetish akan menjadi gangguan apabila hal tersebut sudah sampai mengganggu fungsi seksualnya. Contoh? Dia baru terangsang atau baru mau berhubungan seks jika ada fetish-nya itu. Kalau tidak ada? Dia tidak akan mau karena tak terangsang,” lanjutnya menjelaskan.
Sementara itu, untuk melabeli seseorang sebagai seorang psikopat, psikolog harus melihat berbagai faktor lain, salah satunya gejala antisosial.
“Mesti dilihat, apakah dia melakukannya ini tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan seksualnya? Bisa juga tujuannya memang ingin menyiksa korban dan menyakiti korbannya?” kata Ikhsan.
“Kita tidak mengetahui motif aslinya apa. Alasannya buat riset, ternyata jadi fetish. Si pelaku juga tidak mempertimbangkan dampak dari korbannya yang dibungkus. Dengan satu faktor di atas, mungkin ini bisa mengarah ke psikopat, tapi belum bisa dipastikan,” tutupnya.
Karena si pelaku fetish kain jarik ini tidak hanya melakukan pada satu orang saja dan terus mencari mangsa, maka memang ada arah ke gangguan mental.
Akan tetapi, jika ditanya soal psikopat atau tidak, belum tentu si pemilik fetish jarik ini dapat dikatakan sebagai psikopat.
Artikel Lainnya: Fenomena Crosshijaber dan Kaitannya dengan Perilaku Transvestisme
Bisakah Pemilik Fetish Jarik Menekan Keinginannya?
Selama fetish, dalam hal ini fetish jarik, masih bisa terkontrol (berlangsung sebentar dan belum ada banyak korban), maka pelaku dapat menekan keinginannya sendiri.
Namun, jika perilaku tersebut sudah tidak terkendali, dalam artian sudah berlangsung menahun, korban pun banyak, sampai sudah mengganggu kehidupan serta fungsi seksualnya, maka dia butuh tenaga profesional untuk menghentikan adiksinya itu.
Tak menutup kemungkinan fetish kain jarik ini dipicu oleh kebiasaannya menonton film porno yang menayangkan adegan pembungkusan orang dengan kain lateks.
Kalau memang pelakunya ingin “sembuh” maka pemicu seperti itu pun harus dihindari.
Itu dia penjelasan dari psikolog soal fetish kain jarik yang tengah heboh di dunia maya. Apabila Anda masih ada pertanyaan seputar fetisisme seksual, konsultasi langsung pada psikolog atau dokter kami lewat fitur LiveChat 24 jam di aplikasi KlikDokter.
(OVI/AYU)