Tahukah Anda bahwa kecemasan sosial bisa disebabkan oleh hormon? Ketika kadar hormon terlalu tinggi atau rendah, gangguan neurotransmitter dapat terjadi.
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan banyak masalah, termasuk peningkatan kecemasan sosial.
Dalam sebuah penelitian, para wanita dengan PTSD (gangguan stres pasca-trauma) diberikan hormon seks wanita dalam bentuk pil di pagi hari, setelah berhubungan seks.
Hasilnya, mereka lebih kecil kemungkinannya mengalami gangguan cemas setelah kejadian.
Dinukil dari Verywell Mind, orang dengan gangguan kecemasan sosial cenderung memiliki kadar hormon tertentu yang berhubungan dengan naik-turunnya rasa cemas.
Artikel Lainnya: 7 Gejala Fisik Akibat Gangguan Kecemasan
Lalu, hormon apa sajakah yang bisa jadi penyebab kecemasan sosial?
1. Hormon Seks
Beberapa penelitian menghubungkan terlalu sedikit hormon seks, yakni testosteron pada pria dan estrogen pada wanita terkait dengan peningkatan gejala kecemasan.
Hal senada sempat dijelaskan Ikhsan Bella Persada, M. Psi. Psikolog. Menurutnya, hormon testosteron mengatur bagian otak yang bertanggung jawab untuk menilai ancaman sosial dan emosi orang lain.
“Jadi, kalau hormon ini rendah, akan membuat kita tidak bisa menilai lingkungan sosial dengan sehat sehingga bisa menimbulkan kecemasan sosial,” jelas psikolog itu.
Di lain sisi, kecemasan pada wanita sering memuncak selama masa perubahan hormonal, seperti saat pubertas, menstruasi, dan memasuki menopause.
Kondisi stres dan hormon seks juga memiliki efek gabungan pada kecemasan. Misalnya, saat stres, kortisol akan meningkat. Hal tersebut justru memperlambat kemampuan tubuh untuk menghasilkan testosteron.
Efek gabungan dari peningkatan kortisol dan penurunan testosteron ini dapat membuat seseorang merasa lebih cemas.
2. Hormon Stres
Hormon stres dilepaskan dalam situasi di mana Anda merasa terancam, di luar kendali, kewalahan, atau mengalami kecemasan yang parah.
Ketika mengalami situasi sosial atau tugas yang penuh tekanan, tubuh akan merespons dengan melepaskan hormon, seperti adrenalin dan kortisol.
Mereka diproduksi untuk membantu mengatasi ancaman dan mempersiapkan Anda untuk bertindak. Namun, saat Anda tidak sedang berada dalam ancaman fisik, kelebihan hormon stres membuat Anda merasa cemas.
3. Hormon Tiroid
Hormon kecemasan berikutnya adalah tiroid. Senyawa yang diproduksi kelenjar tiroid itu berperan penting dalam metabolisme tubuh.
Sayangnya, hormon tiroid yang terlalu aktif dapat memicu kecemasan dalam bentuk gejala fisik, seperti peningkatan detak jantung, jantung berdebar, dan peningkatan keringat.
Artikel Lainnya: Sekolah Online Bantu Anak dengan Kecemasan Sosial, Apakah Lebih Baik?
Bagaimana Cara Mengatasi Gangguan Hormon Kecemasan?
Untuk mengatasi kecemasan karena hormon, psikolog Ikhsan menyarankan beberapa cara.
“Pertama, berinteraksi atau dekat dengan orang tersayang untuk meningkatkan hormon oksitosin dan serotonin,” ujar Ikhsan.
Oksitosin dan serotonin sering disebut “hormon bahagia”. Keduanya antara lain membantu mengatur mood, nafsu makan, dan empati.
Bahkan, kadar hormon oksitosin dikaitkan dengan perasaan cinta. Mereka akan meningkat saat ada kontak fisik, seperti pelukan, ciuman, dan hubungan seksual.
“Yang kedua, lakukan relaksasi pernapasan atau meditasi guna untuk menstabilkan emosi, terutama ketika berada di lingkungan sosial,” jelas Ikhsan.
Selain itu, psikolog itu menambahkan, “Alihkan kecemasan dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan atau sesuatu yang dapat menyalurkan kecemasan kita, misalnya membeli stress ball.”
Bola kecil lunak tersebut biasanya berisi gel ataupun tanah liat. Meremas-remas stress ball secara berulang bisa bantu mengurangi kecemasan dan bahkan mengusir stres.
“Jika memang kondisinya belum juga stabil setelah mengikuti saran-saran di atas, bisa jadi perlu dilakukan terapi obat dengan psikiater,” ujar Ikhsan.
Hindari peningkatan hormon kecemasan dengan cara-cara di atas. Yuk, kita jaga keseimbangan hormon dengan mengonsumsi makanan sehat, berolahraga, cukup istirahat, dan mengelola stres dengan baik.
Chat psikolog seputar kesehatan mental melalui fitur LiveChat dari aplikasi Klikdokter.
(HNS/AYU)