Kesehatan Mental

Ingin Selalu Tampil Sempurna, Waspada Body Dysmorphic Disorder

drg. Martha Mozartha M.Si, 15 Jun 2016

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Ketika Anda memiliki penampilan yang sudah sempurna namun masih ingin lebih sempurna lagi, waspadalah. Bisa jadi Anda mengidap body dysmorphic disorder (BDD). Kenali lebih dalam di sini.

Ingin Selalu Tampil Sempurna, Waspada Body Dysmorphic Disorder

Gigi Anda sudah rapi dan putih, namun Anda masih ingin gigi yang lebih putih? Jika Anda sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengurus penampilan dan selalu merasa tidak puas bahkan terobsesi dengannya, bisa jadi Anda mengalami body dysmorphia.

Sebetulnya sah-sah saja bila seseorang memperhatikan penampilannya. Namun pada kondisi body dysmorphic disorder (BDD), masalah ini dapat menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupan sehari-harinya, tidak nyaman dengan dirinya sendiri, bahkan dapat menjadi antisosial.

Body dysmorphic disorder (BDD) adalah kelainan psikologis, di mana penderitanya mengalami ketidakpuasan yang ekstrim dan terobsesi terhadap aspek tertentu dari penampilannya tersebut. Penderita body dysmorphic disorder (BDD) tidak selalu terbuka tentang gangguan psikologis yang dihadapinya karena malu. Beberapa bahkan mungkin tidak menyadari bahwa ia mengalami kelainan, sehingga prevalensi dari kelainan ini diperkirakan berkisar 1-2% dari populasi umum.

Penderita body dysmorphic disorder (BDD) merespon kekurangan fisik minor yang dimilikinya secara berlebihan. Sekecil apapun kekurangan tersebut membuat penderita menjadi resah, stres dan tidak percaya diri, meski orang-orang di sekitarnya mengatakan bahwa kekurangan tersebut begitu ringan.

Oleh karena itu, tidak sedikit penderita body dysmorphic disorder (BDD) yang menjalani berbagai prosedur medis untuk memperbaiki kekurangan yang dirasakannya. Biasanya, prosedur tersebut dapat dilakukan sampai berulang kali karena pasien tetap tidak puas dengan hasilnya.

Dari suatu riset dikatakan bahwa penderita body dysmorphic disorder (BDD) memiliki kemungkinan 9 kali lebih besar untuk mencari prosedur pemutihan gigi dan 6 kali lebih besar untuk melakukan perawatan orthodontik (kawat gigi) daripada orang normal, meski pada akhirnya tidak semua penderita body dysmorphic disorder (BDD) betul-betul menjalani perawatan tersebut karena berbagai alasan, termasuk juga masalah biaya.

Prosedur pemutihan gigi memang dapat memutihkan gigi dengan cukup efektif. Namun jika dilakukan berulang kali, maka akan sampai pada titik di mana gigi sudah tidak dapat bertambah putih lagi, yang terjadi justru malah kerusakan pada gigi.

Mengingat biaya prosedur pemutihan gigi cukup mahal, alternatifnya adalah dengan menggunakan pasta gigi pemutih. Namun di tangan penderita body dysmorphic disorder (BDD), penggunaan pasta gigi ini dapat menjadi berlebihan dan justru merusak gigi.

Pasta gigi yang beredar di pasaran mengandung bahan abrasif tertentu yang berfungsi untuk membersihkan noda di permukaan gigi, namun tidak dapat mengangkat noda yang lebih dalam. Pemakaian pasta gigi pemutih secara berlebihan dapat membuat lapisan email gigi terkikis, dan lama-kelamaan gigi akan menjadi rusak.

Masalah yang dihadapi penderita body dysmorphic disorder (BDD) mungkin tidak akan pernah selesai dengan prosedur kosmetik saja, namun juga membutuhkan bantuan psikolog. Dukungan keluarga dan teman dekat juga tentu sangat dibutuhkan, mengingat penderita body dysmorphic disorder (BDD) memiliki kepercayaan diri yang rendah dan mungkin tidak mengakui bahwa dirinya memiliki masalah psikologis.

Maka dari itu, dokter umum ataupun dokter gigi perlu menyarankan pasien yang memiliki tanda-tanda body dysmorphic disorder (BDD) untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan ahli kesehatan mental.  

Body dysmorphic disorder