Obat yang diresepkan oleh dokter untuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) perlu beberapa waktu untuk bisa bekerja, bahkan bisa dikonsumsi seumur hidup penderita. Mungkin karena takut ketergantungan atau merasa sudah lebih baik, apa yang akan terjadi jika ODGJ berhenti meminum obatnya?
Sama halnya dengan penyakit lain seperti infeksi, serangan jantung, atau diabetes, orang-orang yang memiliki penyakit kejiwaan perlu mengonsumsi obat-obatan untuk mengendalikan atau mengatasi penyakitnya. Meski demikian, Anda perlu tahu bahwa setiap obat memiliki cara penggunaannya dan cara kerja yang berbeda-beda.
Tak terkecuali obat untuk menangani gangguan kejiwaan. Obat-obatan yang dikonsumsi untuk mengatasi masalah kejiwaan biasanya masuk dalam golongan obat psikotropika.
Psikotropika adalah zat atau obat alami maupun sintetis yang bekerja melalui perubahan kandungan kimia pada sistem saraf pusat (otak). Ini dapat menimbulkan efek pada perubahan mental dan perilaku.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1-2 orang dari 1.000 orang memiliki gangguan jiwa, dengan kasus terbanyak adalah skizofrenia atau psikosis.
Artikel Lainnya: Kenali 5 Gangguan Mental yang Berbahaya
Dari data tahun 2018, 84,9 persen penderita skizofrenia sudah melakukan pengobatan, tetapi lebih dari setengahnya (51,1 persen) tidak secara rutin mengonsumsinya. Alasannya beragam, mulai dari merasa sudah sehat, tidak kontrol secara berkala, tidak mampu membeli obat secara rutin, lupa, takut ketergantungan, dan sebagainya.
Padahal, penghentian obat yang tidak sesuai anjuran dokter, apalagi secara mendadak, dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Ya, Orang dengan Gangguan Jiwa tidak boleh asal menyetop konsumsi obatnya karena dapat menimbulkan efek samping. Apa saja?
Pada Penderita Skizofrenia
Gangguan jiwa yang dilaporkan paling sering ditemui adalah skizofrenia. Gangguan kejiwaan ini sering ditandai dengan gejala psikosis, berupa delusi atau keyakinan yang tidak nyata, halusinasi (melihat atau mendengar bisikan yang sebetulnya tidak ada), ilusi, menurunnya kemampuan menilai realita, paranoid, berperilaku agresif, mudah marah tanpa sebab, bicara tidak nyambung, dan lainnya.
Skizofrenia membutuhkan pengobatan antipsikotik secara rutin untuk mengontrol berbagai gejala yang muncul, akibat ketidakseimbangan kandungan dopamin di otak.
Artikel Lainnya: 7 Fakta di Balik Mitos Seputar Gangguan Jiwa
Ketika penderita skizofrenia berhenti mengonsumsi obat-obatannya, maka gejala-gejala psikosis tadi bisa kembali muncul, serta daya menilai realitasnya juga kembali terganggu. Bahkan, derajat gejala yang datang lagi tersebut bisa lebih parah, disertai dengan gangguan otot yang menyebabkan kesulitan dalam bergerak.
Oleh karena itu, bila ingin menghentikan pengobatan skizofrenia, harus secara perlahan dan sesuai dengan anjuran dokter.
Pada Pasien Depresi
Depresi memiliki derajat keparahan yang berbeda-beda, mulai dari ringan, sedang, hingga berat, bergantung pada gejala yang dirasakan. Mulai dari perasaan sedih, malas beraktivitas, hingga adanya pikiran untuk bunuh diri.
Adanya depresi pada seseorang tidak boleh dianggap enteng yang mana butuh pengobatan dalam bentuk antidepresan. Obat-obatan antidepresan berfungsi untuk mengatur perasaan penderita.
Ketika antidepresan pada penderita depresi dihentikan secara mendadak, maka gejala depresi yang timbul setelahnya bisa memburuk. Kondisi ini juga dapat meningkatkan dorongan dan keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, gejala seperti mudah tersinggung, cemas, mual, nyeri kepala, cemas, dan insomnia juga mungkin terjadi.
Orang dengan gangguan jiwa perlu mengonsumsi obat secara rutin dan berhenti secara perlahan sesuai dengan instruksi dokter. Bila tidak, dampaknya bisa berbahaya, berupa perubahan perilaku, mental, serta pola pikir yang secara sosial akan lebih sulit diterima. Bila memang seharusnya obat-obatan dihentikan atau dosisnya dikurangi, psikiater tentu akan menyarankannya.
Dalam beberapa kasus, sering kali konsumsi obat-obatan butuh waktu tahunan. Ini karena sistem persarafan pada tiap pasien berbeda-beda. Ini menyebabkan upaya penyembuhannya tak sama. Obat-obatan yang diresepkan oleh psikiater untuk orang dengan gangguan jiwa tidak boleh dikonsumsi asal atau dihentikan mendadak.
Pasalnya, bila ODGJ berhenti minum obat semaunya, kekambuhan atau efek samping yang kembali muncul bisa berbahaya. Selain itu, berikan juga dukungan kepada mereka dan ikut serta dalam menghilangkan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa untuk memaksimalkan penyembuhannya.
(RN/AYU)