Setelah menjalani fase kehidupan dan memenuhi berbagai pencapaian atau ambisi, beberapa orang mulai merasakan cukup atau telah selesai. Mereka merasa sudah merasakan puncak pencapaian, baik dalam pendidikan, karir, keluarga, atau aspek lainnya.
Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah “Tone Myself Down”. Kondisi dimana seseorang memilih untuk mengurangi ambisi atau antusiasme dalam menjalani kehidupan.
Ketika orang-orang mengalami fase ini, ada dua kemungkinan besar yang terjadi: mereka bisa memilih untuk tetap aktif dan menemukan kepuasan dalam pencapaian yang sudah mereka miliki, atau mereka bisa jatuh ke dalam rasa menyerah terhadap keadaan.
Lalu, apa sebenarnya ‘Tone Myself Down’, dan bagaimana bedanya dengan menyerah dalam menghadapi tantangan kehidupan? Dalam artikel ini Psikolog Iswan Saputro akan membahas kedua konsep ini dan perbedaan penting di antara keduanya.
Artikel lainnya: Merasa Putus Asa? Ini Cara Mengatasinya!
Apa Itu ‘Tone Myself Down’?
‘Tone Myself Down’ adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang memilih untuk menurunkan intensitas, energi, atau ambisi mereka dalam berbagai aspek kehidupan.
Bukan berarti mereka berhenti peduli atau menyerah, tetapi lebih memilih untuk mengurangi kecepatan dan tekanan yang mereka berikan pada diri sendiri. Hal ini dilakukan setelah mengevaluasi perjalanan hidup dan pencapaian yang diraih.
Namun, ini bukan berarti mereka berhenti bekerja atau kehilangan tujuan. "Tone Myself Down" lebih mengarah pada pencarian keseimbangan antara hidup produktif dan menikmati hidup tanpa terbebani ambisi yang berlebihan.
Ini adalah cara beradaptasi dengan kenyataan bahwa hidup tidak hanya tentang pencapaian, tetapi juga tentang menikmati momen dan menemukan kedamaian dalam diri.
Artikel lainnya: Kenali Ciri-Ciri Orang Pesimis dan Cara Mengatasinya
Ciri-ciri Orang yang Mengalami ‘Tone Myself Down’
Mengenali seseorang yang sedang berada dalam fase "Tone Myself Down" dapat dilihat dari beberapa tanda atau perilaku. Berikut adalah ciri-cirinya:
- Penurunan Ambisi
Mereka mungkin masih memiliki tujuan dan impian, tetapi tidak lagi mengejarnya dengan seagresif dulu. Urgensi dan tekanan yang dirasakan menjadi lebih berkurang.
- Lebih selektif dalam aktivitas
Mereka lebih berhati-hati dalam memilih aktivitas, menghindari hal-hal yang memakan terlalu banyak energi atau waktu jika dianggap tidak sepadan dengan hasilnya.
- Fokus pada kehidupan pribadi dan hubungan
Fokus mereka bergeser pada hal-hal yang memberikan ketenangan batin, seperti hubungan keluarga, persahabatan, dan kegiatan yang bersifat rekreasi.
Perubahan dalam mengukur kesuksesan
Mereka tidak lagi menilai kesuksesan berdasarkan pencapaian materi atau posisi, tetapi lebih pada kebahagiaan batin, kesehatan, dan ketenangan pikiran.
-
Kepuasan dalam pencapaian saat ini
Daripada terus mengejar pencapaian baru, mereka merasa cukup dengan apa yang telah dicapai dan lebih menghargai perjalanan hidup daripada hasil akhirnya.
Artikel lainnya: Mengenal Aktualisasi Diri dan Contohnya Dalam Kehidupan
Apa Bedanya ‘Tone Myself Down’ dengan Menyerah?
Meskipun sekilas "Tone Myself Down" mungkin tampak seperti menyerah, sebenarnya kedua konsep ini sangat berbeda. Berikut perbedaannya:
- Motivasi di balik keputusan
"Tone Myself Down" adalah keputusan yang dibuat secara sadar dan bijaksana, didasarkan pada pemahaman bahwa hidup bukan hanya tentang terus berlari, tetapi juga tentang menemukan kenyamanan dalam perjalanan.
Sementara menyerah biasanya dipicu oleh frustrasi atau perasaan tidak berdaya dalam menghadapi tantangan, di mana seseorang merasa tidak ada pilihan lain dan berhenti berusaha.
- Kontrol atas situasi
Mereka yang memilih "Tone Myself Down" tetap memiliki kendali atas hidup mereka, memilih untuk memperlambat langkah tetapi masih bisa mencapai tujuan tertentu dengan ritme yang lebih santai.
Di sisi lain, menyerah berarti kehilangan kendali dan merasa tidak mampu mengubah keadaan atau menghadapi tantangan.
- Dampak terhadap kesehatan mental
"Tone Myself Down" cenderung membawa ketenangan dan kedamaian, merupakan proses penerimaan diri dan hidup. Sedangkan menyerah seringkali disertai perasaan putus asa, rendah diri, bahkan depresi karena merasa gagal menghadapi kenyataan.
- Pandangan tentang hidup
Orang yang mengalami "Tone Myself Down" melihat hidup sebagai proses yang lebih luas daripada sekadar pencapaian materi atau ambisi karier, fokus pada kualitas hidup dan keseimbangan emosional.
Sebaliknya, menyerah melibatkan pandangan bahwa tantangan hidup terlalu berat, dan mereka merasa tidak ada jalan lain selain berhenti mencoba.
"Tone Myself Down" adalah fenomena yang sering dialami banyak orang, terutama ketika mereka mencapai usia atau fase tertentu dalam hidup.
Ini menunjukkan kedewasaan, di mana seseorang mulai memahami pentingnya menyeimbangkan ambisi dengan kebahagiaan pribadi.
Berbeda dengan menyerah, "Tone Myself Down" melibatkan kesadaran penuh untuk memperlambat tanpa kehilangan kendali atau rasa puas atas pencapaian hidup.
Sebaliknya, menyerah adalah keadaan di mana seseorang merasa tidak mampu lagi menghadapi kehidupan atau tantangan, yang sering berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional.
Memahami perbedaan antara kedua konsep ini penting agar seseorang dapat menikmati hidup dengan cara yang sehat dan seimbang, tanpa kehilangan semangat untuk terus maju.
Dapatkan pembahasan lebih lengkap seputar kesehatan pribadi, keluarga, parenting, kehamilan, hingga hewan peliharaan dengan mengunduh aplikasi KlikDokter atau memilih topik kesehatan secara langsung.
- Frankl, V. E. (1984). Man's Search for Meaning. Simon and Schuster.
- Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55(1), 68-78.
- Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. Free Press.
- Csikszentmihalyi, M. (1990). Flow: The Psychology of Optimal Experience. Harper & Row.
- Diener, E., & Biswas-Diener, R. (2008). Happiness: Unlocking the Mysteries of Psychological Wealth. Blackwell Publishing.