Kesehatan Mental

Mengenal Jenis Sesat Pikir atau Logical Fallacies yang Kerap Dialami Manusia

Pernah terjebak dalam perdebatan yang tidak berujung? Mungkin Kamu sedang menghadapi "sesat pikir". Yuk, belajar mengenali dan menghindari kesalahan berpikir bersama Psikolog Iswan Saputro.

Mengenal Jenis Sesat Pikir atau Logical Fallacies yang Kerap Dialami Manusia

Dalam keseharian, kita seringkali dihadapkan pada berbagai argumen dan perdebatan yang mempengaruhi cara berpikir dan membuat keputusan.

Baik itu dalam percakapan informal, berita, atau media sosial, kita dihadapkan pada berbagai informasi yang dapat membentuk persepsi dan kesimpulan yang dibuat.

Namun, tak jarang informasi atau argumen yang kita terima mengandung kesalahan berpikir yang dikenal sebagai "sesat pikir" atau "logical fallacies”.

Logical fallacies dapat mempengaruhi bagaimana kualitas hubungan interpersonal dan kemampuan kita dalam mengambil keputusan atau sikap.

Menyadari dan memahami sesat pikir sangat penting agar kita dapat berpikir kritis, menganalisis argumen secara objektif, dan membuat keputusan yang lebih baik.

Dalam artikel ini, Psikolog Iswan Saputro akan menguraikan apa itu logical fallacies, jenis-jenisnya, dan contoh-contoh yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Artikel lainnya: Pikiran Negatif Ternyata Juga Berguna dalam Kehidupan

Apa yang Dimaksud Sesat Pikir atau Logical Fallacies?

Logical fallacies adalah kesalahan dalam logika atau penalaran yang merusak objektivitas argumen. Meskipun dapat terdengar masuk akal atau meyakinkan, sesat pikir tidak memiliki dasar logis yang kuat.

Orang yang menggunakan logical fallacies mungkin melakukannya secara tidak sengaja atau dengan sengaja untuk memanipulasi opini atau menyesatkan orang lain, misalnya perilaku gaslighting.

Menghindari sesat pikir dalam penalaran tidak hanya penting untuk mendukung argumen yang kuat, tetapi juga untuk mempertahankan objektivitas dalam komunikasi dan meminimalisir konflik.

Artikel lainnya: Kiat untuk Mengusir Pikiran Negatif di Kepala Kamu

14 Logical Fallacies yang Sering Dialami Manusia

Dengan memahami dan mengenali berbagai jenis logical fallacies, kita bisa menjadi pemikir yang lebih kritis dan berhati-hati dalam menerima atau menyebarkan informasi.

1. Ad Hominem

Penjelasan: Serangan terhadap karakter pribadi seseorang alih-alih menyerang argumennya.
Contoh: "Kamu tidak tahu apa-apa tentang pendidikan karena Kamu bahkan tidak pernah lulus kuliah."
Mengapa salah: Penyerangan terhadap seseorang tidak menjawab inti argumen yang sedang dibahas.

2. Strawman

Penjelasan: Menggambarkan argumen lawan secara berlebihan atau keliru agar lebih mudah diserang.
Contoh: "Dia ingin meningkatkan anggaran pendidikan, jadi dia pasti berpikir uang adalah solusi untuk semua masalah."
Mengapa salah: Argumen lawan diputarbalikkan sehingga tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya disampaikan.

3. False dilemma (Dikotomi palsu)

Penjelasan: Menyajikan dua pilihan sebagai satu-satunya kemungkinan, padahal masih ada alternatif lain.
Contoh: "Kamu harus setuju dengan saya atau Kamu musuh saya."
Mengapa salah: Mengabaikan opsi-opsi lain yang mungkin ada dan memaksa pilihan ekstrem.

4. Slippery slope

Penjelasan: Berargumen bahwa suatu tindakan kecil akan menyebabkan serangkaian kejadian yang sangat negatif, meskipun tidak ada bukti yang kuat.
Contoh: "Jika kita membolehkan siswa membawa ponsel ke sekolah, mereka akan berhenti belajar dan akhirnya gagal dalam hidup."
Mengapa salah: Tidak ada hubungan logis yang jelas antara tindakan kecil dan hasil yang dramatis tersebut.

5. Circular reasoning (Penalaran sirkular)

Penjelasan: Argumen dimana kesimpulan digunakan sebagai premis.
Contoh: "Alkitab adalah benar karena Alkitab adalah firman Tuhan, dan firman Tuhan adalah benar."
Mengapa salah: Tidak memberikan bukti nyata, hanya mengulang klaim dengan cara yang berbeda.

Artikel lainnya: Cara Menghilangkan Sifat Toxic pada Diri Sendiri

6. Hasty generalization

Penjelasan: Membuat kesimpulan yang terlalu cepat berdasarkan sampel yang tidak memadai atau terlalu sedikit.
Contoh: "Aku bertemu dua orang dari negara X, dan mereka kasar. Jadi, semua orang dari negara itu pasti kasar."
Mengapa salah: Kesimpulan didasarkan pada contoh yang terlalu terbatas dan tidak mewakili keseluruhan.

7. Red herring

Penjelasan: Mengalihkan perhatian dari topik utama dengan isu yang tidak relevan.
Contoh: "Kita tidak perlu membahas tentang pajak yang lebih rendah, mari kita bicara tentang betapa buruknya situasi kesehatan di negara ini."
Mengapa salah: Menghindari argumen sebenarnya dengan membawa topik yang tidak berhubungan.

8. Post hoc ergo propter hoc (False cause)

Penjelasan: Mengasumsikan bahwa karena sesuatu terjadi setelah sesuatu yang lain, maka yang pertama adalah penyebabnya.
Contoh: "Aku makan es krim, lalu aku sakit. Jadi, es krim membuatku sakit."
Mengapa salah: Hanya karena dua kejadian terjadi secara berurutan, tidak berarti yang satu menyebabkan yang lain.

9. Appeal to authority (Bandwagoning)

Penjelasan: Mengandalkan pendapat otoritas atau mayoritas sebagai bukti, tanpa mempertimbangkan argumen atau bukti yang lebih valid.
Contoh: "Dokter X berkata obat ini sangat baik, jadi pasti benar."
Mengapa salah: Otoritas atau pendapat mayoritas tidak selalu benar, yang penting adalah bukti yang mendukung argumen tersebut.

10. Appeal to emotion (Argumen emosional)

Penjelasan: Memanipulasi emosi pendengar daripada memberikan bukti logis untuk mendukung argumen.
Contoh: "Jika Kamu tidak mendukung proposal ini, banyak orang yang akan menderita."
Mengapa salah: Mengabaikan logika dan fakta dengan mengandalkan emosi untuk mempengaruhi pendengar.

11. False equivalence

Penjelasan: Menganggap dua hal yang tidak sebanding sebagai sama dalam hal dampak atau moralitas.
Contoh: "Memaksa siswa membaca buku pelajaran itu sama dengan membiarkan mereka menonton film sepanjang hari."
Mengapa salah: Kedua situasi tersebut tidak sama dan tidak sebanding dalam konteks yang sama.

12. Appeal to ignorance (Argumentum ad ignorantiam)

Penjelasan: Mengklaim bahwa sesuatu itu benar atau salah hanya karena tidak ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Contoh: "Tidak ada bukti alien tidak ada, jadi mereka pasti ada."
Mengapa salah: Ketiadaan bukti bukanlah bukti keberadaan atau ketiadaan.

13. Tu quoque (You too)

Penjelasan: Membalas kritik dengan mengkritik balik lawan, alih-alih merespons argumen mereka.
Contoh: "Kamu tidak bisa mengkritik saya merokok, Kamu juga seorang perokok."
Mengapa salah: Merespons kritik dengan menyerang pribadi lawan tidak menanggapi argumen yang diajukan.

14. Equivocation

Penjelasan: Menggunakan kata dengan makna yang berbeda dalam argumen untuk menyesatkan atau memperkuat klaim.
Contoh: "Hanya manusia yang rasional. Tidak ada kucing yang rasional, jadi kucing bukan manusia."
Mengapa salah: Menggunakan kata yang sama dalam konteks yang berbeda secara makna untuk menyimpulkan sesuatu yang tidak relevan.

Artikel lainnya: Manfaat Berpikir Positif bagi Kesehatan Fisik dan Mental

Mengenal sesat pikir atau logical fallacies adalah langkah penting dalam membangun kemampuan berpikir kritis dan menjaga kesehatan mental dalam proses komunikasi.

Dalam setiap diskusi, perdebatan, atau pengambilan keputusan, kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghindari sesat pikir membantu kita dalam memahami informasi dengan lebih baik dan dewasa dalam bersikap.

Pemahaman tentang berbagai jenis logical fallacies yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita untuk menyaring informasi yang valid dan membuat keputusan yang lebih bijak.

Jaga kesehatan mental dan pengetahuan Kamu dengan KlikDokter! Install aplikasi KlikDokter untuk informasi kesehatan terpercaya serta temukan artikel menarik lainnya tentang pikiran dan logika. Jangan lupa juga untuk selalu #JagaSehatmu ya.

  • Damer, T. Edward. Attacking Faulty Reasoning: A Practical Guide to Fallacy-Free Arguments. Cengage Learning, 2012.
  • Tindale, C.W. Fallacies and Argument Appraisal. Cambridge University Press, 2007.
  • Hahn, U., & Oaksford, M. (2007). The Burden of Proof and Its Role in Argumentation. Cognitive Science, 31(3), 367–391.
  • Walton, D., Reed, C., & Macagno, F. Argumentation Schemes. Cambridge University Press, 2008.