Bintang asal Korea Selatan, Sulli, ditemukan meninggal dunia di rumahnya pada hari Senin (14/10) akibat bunuh diri. Penyebabnya diduga akibat depresi parah, yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Usianya baru 25 tahun. Secara medis, depresi yang tidak ditangani dengan baik memang dapat memunculkan banyak bahaya, hingga bisa berujung pada percobaan bunuh diri.
Dari pemberitaan, pihak kepolisian Korea menyebut bahwa wanita bernama asli Choi Jin-ri ini meninggal dunia akibat gantung diri di lantai dua apartemennya di Seongnam. Pihak kepolisian juga menyebut, penyebab ia gantung diri diduga karena depresi berat.
Karena keterbukaannya terhadap isu kesehatan mental, Sulli dianggap sebagai anomali di industri hiburan Korea Selatan. Pada tahun 2018, ia mengungkap bahwa dirinya menderita gangguan panik sejak usia muda. Ia juga mengaku memiliki fobia sosial.
Sulli diketahui menghentikan aktivitasnya pada tahun 2014, setelah mendapatkan komentar kebencian dan sejumlah rumor tentang dirinya. Demikian dikutip dari Yonhap News Agency.
Beberapa waktu lalu, ia sempat mengunggah video di Instagram, memperlihatkan dirinya menangis dan mengatakan “I’m not a bad person.”
Ia termasuk aktif di media sosial dan baru-baru ini menjadi pembaca acara serial TV tentang penyalahgunaan media daring. Beberapa media asing bahkan menyebutnya cukup lantang menyuarakan feminisme dan pandangannya tidak ditutup-tutupi. Hal tersebut cukup jarang ditemui di antara pada idola wanita di Korea Selatan yang cenderung konservatif.
Mengenai tragedi kematian Sulli, para fans menyalahkan perundungan siber (cyberbullying) yang diduga menjadi penyebab utama depresi yang dialaminya.
Bahaya depresi yang tidak boleh disepelekan
Berdasarkan penjelasan dari dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter, depresi adalah gangguan mental yang paling umum dan sering ditemui. Menurut data dari Badan Kesehan Dunia (WHO), lebih dari 300 juta populasi dunia mengalaminya. Depresi bisa dialami siapa saja dari berbagai usia.
Sayangnya, sebagian besar masyarakat, termasuk di Indonesia, menganggap orang-orang yang berjuang dengan depresi kurang religius, lemah psikologis, atau dianggap melebih-lebihkan atau mencari perhatian. Anggapan tersebut tidak tepat.
“Depresi terjadi karena proses yang kompleks dan melibatkan banyak faktor, mulai dari sosial, psikologis, dan biologis. Berbagai kejadian di masa lampau juga turut memengaruhi kondisi kejiwaan seseorang dan bagaimana ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Itulah kenapa semua orang bisa mengalami depresi,” jelas dr. Sepriani.
Depresi bisa bersifat ringan, bisa juga berat. Depresi ringan datang dan pergi dengan sendirinya, ditandai dengan hati yang berat, sedih, dan murung. Sementara itu, depresi berat dicirikan dengan perasaan tidak berguna, merasa bersaah, serta sering disertai gejala fisik seperti penurunan berat badan, sakit kepala, hingga terus-terusan tak enak badan.
Penderita depresi berat cenderung menarik diri, tidak peduli pada lingkungan sekitar, serta aktivitas fisik yang terbatas.
"Pada tahap yang berat, depresi dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Setiap orang yang depresi memiliki risiko untuk bunuh diri, meski tidak semua akan melakukannya," kata dr. Sepriani.
Mengenali gejala depresi bisa mencegah potensi percobaan bunuh diri
Seperti yang disebut sebelumnya, pada tahap berat depresi bisa memicu tindakan bunuh diri. Untuk mencegahnya, Anda perlu mengenali gejala depresi, khususnya yang sudah mengarah pada bunuh diri (warning signs).
Gejala yang dimaksud meliputi:
- Menarik diri dari komunitas
Orang-orang dengan depresi tak lagi menginginkan aktivitas bersama keluarga, teman-teman, atau orang lain lain. Biasanya, mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.
- Tidak mampu melakukan hobi
"Biasanya, mereka yang depresi tidak lagi mau melakukan hal yang disenangi. Bahkan, mereka akan meninggalkan hobi yang sebelumnya disenangi," ujar dr. Sepriani.
- Selalu tampak murung atau justru sebaliknya
Meski bukan jaminan, tetapi raut wajah penderita depresi biasanya tampak murung. Intonasi bicaranya pun cenderung datar. Namun, ada juga penderita depresi yang tampak ceria dan humoris, padahal yang sebenarnya tidak demikian.
- Gangguan tidur
“Gangguan mental seperti depresi bisa berdampak pada pola tidur. Umumnya, yang dialami adalah kesulitan tidur atau insomnia,” kata dr. Sepriani menambahkan.
- Gangguan memori dan sulit berkonsentrasi
Orang-orang dengan depresi biasanya akan sulit konsentrasi saat bekerja atau belajar, atau susah mengingat hal-hal penting.
- Penurunan nafsu makan
Ingat, nafsu makan juga dipengaruhi oleh suasana hati. Pada orang yang depresi, dr. Sepriani mengatakan, biasanya terjadi penurunan nafsu makan yang dapat berujung pada penurunan berat badan yang tidak sehat.
- Mengatakan tentang ide bunuh diri
Nah, inilah tanda bahayanya, penderita mengatakan dirinya tidak berguna, lebih baik mati, atau bahkan menyatakan keinginan untuk mengakhiri hidup. Ini berarti depresi yang dialaminya tergolong berat. Jika tidak segera ditangani, bukan tak mungkin ia akan melakukan percobaan bunuh diri.
- Melakukan hal-hal berbahaya
Saat ide bunuh diri sudah muncul, orang dengan depresi akan mencoba melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan dirinya. Misalnya minum alkohol secara berlebihan, menggunakan narkotika, berkendara ugal-ugalan, menyayat diri, dan lain-lain.
Bahkan, bisa juga penderita melakukan eksekusi langsung, misalnya gantung diri, menjatuhkan diri dari ketinggian, dan lain-lain.
Depresi memang tak boleh disepelekan, karena kerap menjadi penyebab yang mendasari tindakan bunuh diri, seperti yang terjadi pada Sulli. Meski dikatakan sering terjadi, tetapi Anda juga harus tahu bahwa depresi juga menyimpan banyak bahaya bagi kualitas hidup, bahkan nyawa penderitanya. Mengenali gejala depresi akan memberikan waktu untuk menolong penderitanya agar tidak sampai pada pikiran untuk mengakhiri hidupnya.
(RN)