Bekerja keras merupakan salah satu kunci untuk memenuhi kebutuhan hidup dari segi ekonomi. Kendati demikian, bukan berarti seluruh waktu dalam hidup Anda mesti dihabiskan dengan bekerja.
Anda sebaiknya waspada, khususnya jika termasuk orang yang sangat gila bekerja hingga lupa waktu. Pasalnya, kondisi tersebut memiliki hubungan yang erat dengan hustle culture.
Mengenal Hustle Culture Lebih Jauh
Hustle culture didefinisikan sebagai keadaan bekerja terlalu keras hingga menjadi gaya hidup.
Dengan kata lain, tiada hari tanpa bekerja, sampai-sampai Anda tak lagi memiliki waktu untuk kehidupan pribadi.
“Hustle culture sudah seperti nilai atau budaya yang diyakini individu bahwa aspek terpenting dalam hidupnya adalah bekerja. Hal ini membuat mereka akan terus bekerja tanpa peduli waktu dan tempat,” kata Ikhsan Bella Persada, M.Psi.
Artikel Lainnya: Ciri-Ciri Orang yang Terjebak dalam Toxic Productivity
Melansir dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jawa Timur, fenomena hustle culture sudah ada sejak tahun 1970-an dan telah menyebar dengan sangat cepat, terutama pada generasi milenial.
Hustle culture menghadirkan pemikiran bahwa hal terpenting dalam hidup adalah mencapai tujuan dalam pekerjaan dengan bekerja keras tanpa henti.
Kendati demikian, Ikhsan mengatakan bahwa hustle culture tidak berkaitan dengan manajemen waktu yang buruk.
“Mereka bisa mengatur waktu kerjanya. Akan tetapi, mereka berpikir bahwa bekerja itu amat sangat penting sehingga tidak memiliki batasan untuk mengakhirinya,” jelas Ikhsan.
“Mereka yang mengalaminya beranggapan bahwa pencapaian jabatan atau finansial adalah hal yang sangat penting dan menjadi kebanggaan tersendiri. Hal Ini membuat terciptanya perilaku dan pemikiran di mana mereka harus terus bekerja,” tegasnya.
Bahaya Hustle Culture dan Cara Mengatasinya
Hustle culture cukup berbahaya bagi kesehatan para pekerja. Dalam sebuah studi yang diterbitkan Occupational Medicine tahun 2017, seseorang yang bekerja terlalu keras untuk mencapai posisi tertinggi, berapa pun usianya, akan mengalami gangguan mental.
Orang-orang tersebut pun berisiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan kecemasan, gejala depresi, dan masalah tidur.
Tidak hanya itu, hustle culture juga sering disebut-sebut dapat mengikis produktivitas dan kreativitas seseorang dalam jangka panjang.
Dengan kata lain, bekerja terus-menerus hingga mengorbankan waktu untuk hal lain bisa membuat kemampuan Anda menjadi ‘tumpul’.
Artikel Lainnya: Anak Milenial Rentan Alami Depresi di Kantor, Ini Penyebabnya
Nah, agar tidak demikian, Ikhsan menyarankan agar Anda mulai membuat planning yang matang.
“Susunlah rencana untuk melakukan kegiatan selain bekerja, seperti liburan atau lainnya,” ucap Ikhsan.
“Selain itu, coba fokus pada pencapaian dan kurangi membandingkan diri dengan orang lain. Karena, membandingkan diri dengan orang lain akan menjadi stresor untuk diri sendiri,” sambungnya.
Intinya, agar Anda tidak terjebak pada hustle culture, hal yang mesti dilakukan adalah dengan menyeimbangkan kehidupan pribadi dan pekerjaan Anda.
“Jika terlanjur mengalami burnout, disarankan untuk konsultasi ke Psikolog sebelum memberikan dampak ke banyak aspek lain dalam kehidupan,” pungkas Ikhsan.
Waspadai bahaya hustle culture mulai saat ini. Apabila Anda merasa terjebak dan kesulitan untuk terlepas darinya, jangan sungkan untuk minta bantuan psikolog dengan konsultasi lebih lanjut melalui LiveChat 24 jam di aplikasi Klikdokter.
(NB/AYU)