Setelah Kiki challenge, tren challenge yang cukup mengerikan kembali hadir lewat media sosial: Momo challenge. Tantangan yang menyebar lewat aplikasi pesan WhatsApp ini ancamannya tak tanggung-tanggung: nyawa. Ya, tantangan ini bisa berujung pada aksi bunuh diri.
Secara singkat, Momo challenge menghendaki para penerima tantangan mengikuti instruksi yang dikirim via WhatsApp. Pemain tantangan ini awalnya harus menambahkan nomor WhatsApp si Momo untuk berkomunikasi dengannya. Selanjutnya, Momo akan mengirimkan gambar pada pemainnya, termasuk yang berbau kekerasan disertai perintah bagi pemain untuk melakukan hal tersebut.
Jika menolak, pemain akan menerima ancaman dari Momo. Bagian terburuknya adalah, pada tantangan terakhir Momo akan menyuruh pemainnya bunuh diri sambil direkam.
Momo, Kiki dan Blue Whale, tantangan apa ini?
Lantas, siapakah Momo ini? Belum ada kepastian mengenai identitasnya. Foto profil yang digunakan Momo yang memperlihatkan wajah wanita bermata menonjol dengan seringai menyeramkan, merupakan hasil karya seniman Jepang bernama Midori Hayashi. Pihak berwenang telah memastikan bahwa Momo dan seniman tersebut tidak memiliki kaitan.
Setelah tantangan ini marak, angka bunuh diri di beberapa negara meningkat, seperti Argentina, Meksiko, Amerika Serikat (AS), Prancis, dan Jerman. Bahkan, ada seorang gadis berusia 12 tahun asal Buenos Aires meninggal dunia diduga akibat bunuh diri setelah mengikuti rangkaian challenge dari Momo.
Momo challenge juga mengingatkan publik akan blue whale challenge yang viral tahun lalu. Tantangan ini ‘mengajak’ para remaja untuk menyelesaikan sejumlah tantangan dalam waktu 50 hari. Mirip dengan Momo challenge, tantangan ini dilakukan secara bertahap dan menjadi lebih berbahaya, dan pada akhirnya pemain diminta untuk mengakhiri hidupnya.
Sebelum ramainya Momo challenge, Anda pasti banyak melihat unggahan Kiki Challenge di media sosial. Dalam tantangan tersebut orang-orang berusia muda membuka pintu mobil, turun dari mobil dengan keadaan mobil yang masih bergerak pelan, lalu menari mengikuti lagu (dan laju mobil), dan membiarkan orang lain di dalam mobil merekamnya. Ini merupakan Kiki challenge atau Keke challenge, yakni tantangan yang didasarkan pada lagu Drake yang berjudul “In My Feelings”.
Meski mungkin terlihat fun dan menantang, tapi ternyata challenge ini juga sangat berbahaya. Buktinya, Anna Worden, gadis berusia 18 tahun asal AS sempat dilarikan ke rumah sakit dan mengalami kondisi kritis. Ia terjatuh ketika berusaha turun dari mobil yang bergerak, tapi gagal lalu jatuh dan menghantam kepalanya.
Pertanyaannya, meski diketahui bahwa tantangan-tantangan tersebut dapat membahayakan, tapi kenapa tetap banyak sekali yang ikut serta—khususnya remaja—menerima berbagai challenge yang viral ini?
Perilaku copycat pada remaja
Menurut dr. Resthie Rachmanta Putri, M.Epid dari KlikDokter, para remaja rentan menjadi “korban” sebuah challenge dari media sosial karena kelompok usia ini suka meniru apa yang dianggap keren menurut dirinya. Apalagi jika challenge itu sebelumnya sudah dilakukan temannya, yang kemudian disusul keinginan untuk mengikutinya tanpa memikirkan akibatnya.
"Secara psikologis, anak berusia 10-17 tahun senang meniru dan mengikuti hal yang mereka anggap keren. Apalagi saat permainan ini menjadi viral di media sosial, remaja menjadi semakin tertantang untuk mencobanya," ungkap dr. Resthie.
Melakukan apa yang sudah dilakukan oleh teman bisa membuat euforia dalam diri remaja. Hal ini bisa saja menimbulkan rasa senang. Lalu, adrenalin akan naik yang menyebabkan seseorang merasa sangat gagah ketika sudah menaklukkan suatu challenge.
Berbanding lurus dengan kecanduan gawai
Setiap challenge yang ada di media sosial didapatkan ketika seseorang berselancar di dunia maya menggunakan gawainya. Ponsel pintar yang saat ini hampir dimiliki semua orang dan sangat terbukanya informasi membuat orang dengan mudah terpancing untuk melihat dan kemudian melakukannya.
Seperti studi menyebut, tindakan untuk melakukan challenge seperti Momo challenge ini tak lepas dari akibat kecanduan gawai, yakni perilaku agresif. Momo challenge yang didasarkan untuk menyakiti diri sendiri (pemainnya) cukup berhubungan dengan perilaku agresif seseorang. Karena dampaknya sudah sangat serius, dr. Resthie menyarankan para orang tua yang masih memiliki anak umur remaja untuk membatasi anak dalam memakai gawai.
Untuk menghindari agar anak tidak berlebihan memakai gawai, Anda sebagai orang tua bisa melihat tanda-tanda anak yang kecanduan gawai, sebagai berikut:
- Menggunakan gawai setiap waktu luang.
- Terlihat gelisah bila tidak menggunakan gawai.
- Tidak tertarik dengan aktivitas lain selain bermain dengan gawai.
- Enggan bepergian ke luar rumah.
- Mengalami kesulitan untuk tidur di malam hari.
- Melanggar batas waktu menggunakan gawai yang diijinkan orangtua.
- Menggunakan gawai secara sembunyi-sembunyi.
- Tidak mampu konsentrasi dengan baik di sekolah.
Jika anak Anda terlihat melakukan paling tidak dua poin dari yang disebutkan di atas, bisa jadi ia mengalami kecanduan gawai. Tegaslah dalam membuat aturan mengenai penggunaan gawai secara berlebihan dan jangan lupa untuk memberi anak penjelasan mengapa ini perlu dilakukan. Dengan mengendalikan penggunaan gawai dan memberi anak informasi tentang pentingnya menyaring informasi yang didapat dari media sosial, anak akan terhindar dari berbagai challenge berbahaya yang beredar di internet.
[RN/ RVS]