Kekerasan seksual tidak hanya dilakukan dalam bentuk tindakan fisik. Perilaku ini juga bisa berbentuk verbal alias ucapan, yang dikenal dengan istilah sexual coercion.
Paksaan seksual jenis ini sering melibatkan alkohol supaya keinginanya berhasil. Pasalnya, alkohol bisa memberikan sensasi menyenangkan dan menumbuhkan chemistry yang dekat dengan pelaku.
Mengenal Paksaan Seksual Lebih Lanjut
Paksaan seksual merupakan upaya untuk meyakinkan seseorang agar mau melakukan tindakan berbau seks.
Paksaan tersebut dilakukan bertujuan supaya korban berubah pikiran, setelah sebelumnya menolak saat diajak melakukan aktivitas seksual.
Biasanya, pelaku akan melibatkan kekerasan, intimidasi, maupun ancaman agar keinginannya terpenuhi.
Artikel Lainnya: Sederet Penyebab Pasangan Menolak Hubungan Seks
Sementara itu, paksaan yang diberikan tetap secara verbal, sehingga mengarah langsung sisi emosional target. Pada situasi ini, korban umumnya menyerah, karena takut akan ditindak menggunakan kekerasan oleh pelaku.
Kekerasan seksual melalui bahasa verbal perlu diwaspadai. Sebab, tindakan ini bisa terjadi di mana pun dan dalam konteks hubungan apa pun, baik pertemanan, pekerjaan, sekolah, bahkan keluarga. Walau begitu, sexual coercion lebih sering terjadi dalam hubungan romantis.
Mengenal Bentuk-Bentuk Paksaan Seksual
Pemaksaan seksual memiliki banyak jenis. Biasanya, pelaku akan melakukan berbagai cara untuk terus menekan korban dan membuatnya merasa tidak nyaman.
Berikut adalah bentuk-bentuk paksaan seksual:
1. Ancaman Langsung
Ancaman tersebut bisa disampaikan secara langsung dengan sangat jelas. Pelaku juga bisa mengatakan hal-hal yang menyakitkan, mencampakkan, maupun membahayakan diri demi mendapatkan perhatian lebih dari calon korban.
2. Tekanan Sosial
Pelaku paksaan seksual cukup pandai dalam memaksa korbannya. Ia bisa mengatakan bahwa ada hal yang salah pada diri korban jika menolak ajakan yang diajukannya.
Padahal, aktivitas seksual merupakan suatu pilihan. Hanya Anda yang bisa memutuskan. Oleh karena itu, jangan terlalu memikirkan pendapat orang lain terkait aktivitas seksual diri sendiri.
3. Memanipulasi Emosi
Segara bentuk emosi yang dilakukan secara sengaja untuk meyakinkan orang lain adalah paksaan.
Manipulasi emosi sering terjadi dalam hubungan supaya seseorang berubah pikiran dan mau melakukan aktivitas seksual.
Artikel Lainnya: Mengapa Korban Pelecehan Seksual Cenderung Diam?
Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog, pelaku pemaksaan seksual akan berupaya memengaruhi emosi korban dengan banyak cara agar tujuannya terpenuhi.
“Orang yang melakukan manipulasi biasanya mengetahui titik lemah korbannya,” kata Ikhsan.
“Pelaku bisa bertindak seolah-olah ingin memperbaiki suasana hati atau emosi yang dirasakan si korban. Padahal, tujuan utamanya bukanlah hal tersebut. Tapi, memang untuk keuntungan sendiri, yaitu ingin berhubungan seksual,” sambungnya.
Melansir Healthline, pelaku pemaksaan seksual bisa saja mengatakan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan keputusan korban. Akan tetapi, pelaku akan menunjukkan respons yang berbeda.
Pelaku bisa melakukan hal-hal yang menunjukkan bahwa ia kecewa terhadap keputusan korban, misalnya dengan membanting pintu, berteriak, menundukkan kepala, atau bahkan menangis.
4. Terus Mengganggu Korban
Pelaku bisa merengek ke siapa pun yang ingin diajak berhubungan seksual. Hal ini dilakukan sekalipun pelaku belum tidak memiliki hubungan spesial dengan calon korbannya.
Pelaku akan mengganggu korban dengan terus-terusan mengirimkan pesan. Tak jarang, pelaku juga mendatangi korban untuk meyakinkannya.
Jika terjadi dalam hubungan romantis, pelaku tidak akan memberikan dukungan terkait kondisi yang membuat korban menolak berhubungan seksual. Namun, pelaku justru bertanya hampir setiap hari terkait waktu terbaik untuk berhubungan seksual.
Artikel Lainnya: Pacar Ancam Bunuh Diri? Lakukan Tiga Hal Ini
5. Membuat Korban Merasa Bersalah
Saat berpasangan, Anda mungkin akan merasa bersalah saat tidak bisa memenuhi keinginan orang yang disayangi. Sayangnya, hal tersebut bisa dijadikan celah oleh pelaku pemaksaan seksual untuk mengambil keuntungan sepihak.
Saat menolak ajakan untuk berhubungan seksual, pelaku bisa membuat Anda merasa bersalah. Pelaku pun dapat membuat Anda seolah-olah telah melakukan kesalahan yang fatal.
6. Menolak Berinteraksi dengan Korban
Saat keinginannya ditolak, pelaku bisa menolak untuk berinteraksi dengan korban dalam bentuk apa pun. Pelaku bahkan akan menolak berciuman, berpelukan, atau menghabiskan waktu bersama.
Penolakan tersebut akan terus dilakukannya hingga korban menyetujui keinginannya, yaitu berhubungan seksual.
7. Menjatuhkan Harga Diri Korban
Salah satu taktik yang dilakukan pelaku saat ajakannya ditolak adalah dengan menjatuhkan harga diri korban.
Pelaku akan bertindak bahwa seolah-olah hanya dirinya yang mau berhubungan seksual dengan korban. Bahkan, pelaku juga tidak sungkan untuk menyinggung kemampuan seksual korban.
Setelah mengetahui trik yang dilakukan pelaku, diharapkan Anda bisa lebih waspada terhadap sexual coercion.
Ingatlah bahwa aktivitas seksual harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak, tanpa manipulasi dan paksaan dalam bentuk apa pun. Jadi, jangan terlalu hiraukan pendapat orang lain terkait penolakan yang Anda lontarkan.
Memiliki pertanyaan lain seputar asmara atau kondisi psikologis? Anda bisa berkonsultasi kepada psikolog melalui LiveChat 24 jam atau aplikasi KlikDokter.
(NB/NM)
Referensi:
- Healthline. Diakses 2022. What Does Sexual Coercion Look Like?
- Strong Heart Native Helpline. Diakses 2022. 6 Common Tactics Of Sexual Coercion