Jika pernah menonton serial drama musikal remaja, Glee, Anda pasti tak asing dengan nama Mark Salling. Baru-baru ini, pria tersebut dikabarkan bunuh diri dengan cara gantung diri.
Kasus yang menimpa Mark Salling menambah deretan pria yang sanggup mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Berkaca dari kejadian ini, apakah benar pria menjadi sosok yang lebih rentan untuk bunuh diri?
Pria vs Wanita
Dalam sebuah penelitian di Pennsylvania, dinyatakan bahwa pria dan wanita memiliki struktur koneksi otak yang berbeda. Ini membuat mayoritas pria memiliki kemampuan motorik yang lebih andal daripada wanita. Namun, mayoritas wanita memiliki kemampuan kognitif dan memori yang lebih baik dibanding pria.
Hal itu tentu memengaruhi cara berpikir pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan karakteristik ini membuat berbagai penelitian di dunia memberikan hasil yang serupa, di mana angka depresi lebih tinggi pada wanita dibanding pria.
Di masyarakat Barat, perbedaan tersebut bahkan mencapai 20–40%. Tak mengejutkan bila wanita kemudian memiliki angka keinginan bunuh diri yang lebih tinggi daripada pria.
Sebuah survei psikiatri di Inggris pada tahun 2007 menemukan bahwa 14% partisipan pria pernah memiliki keinginan untuk bunuh diri selama hidupnya. Sedangkan wanita berada di angka 19%.
Hal yang lebih mengejutkan lagi, sebesar 7% wanita mengaku pernah melakukan tindakan percobaan bunuh diri guna mewujudkan pemikirannya tersebut. Sedangkan pada pria, kejadian seperti itu hanya sebesar 4%.
Dari angka tersebut, tentu tak aneh bila disimpulkan bahwa wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk bunuh diri. Namun ternyata, kesimpulan ini tidak sepenuhnya benar.
Keinginan Bunuh Diri vs Metode Bunuh Diri
Berdasarkan angka sensus kematian di Inggris tahun 2012, dari 5981 kasus kematian akibat bunuh diri, lebih dari sepertiganya adalah pria. Tak berbeda dengan di Amerika pada tahun 2010, dari sekitar 38.000 orang yang meninggal akibat bunuh diri, 80% di antaranya adalah pria.
Di Indonesia, data pengawasan global Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015 menyebutkan bahwa rasio bunuh diri mencapai angka 2,9 per 100.000 orang, di mana jumlah tersebut didominasi oleh pria.
Hal itu disebabkan oleh perbedaan cara yang dipilih untuk bunuh diri antara pria dan wanita. Menyusul data di Inggris, 58% pria yang bunuh diri melakukannya dengan cara gantung diri, menenggelamkan diri, atau melibatkan senjata api. Hal sama didapatkan di Amerika Serikat, yakni sebanyak 56% pria bunuh diri dengan senjata api.
Di sisi lain, wanita lebih banyak memilih racun dan overdosis sebagai cara untuk bunuh diri. Kasus ini mencapai angka 43% di Inggris dan 37,4% di Amerika Serikat.
Dari pernyataan di atas, wanita diketahui lebih banyak memilih cara yang tidak melibatkan kekerasan untuk bunuh diri. Sebaliknya, mayoritas pria memilih cara bunuh diri dengan kekerasan, di mana hal ini memiliki risiko kematian lebih besar dan dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Meski wanita lebih berisiko mengalami depresi yang memperbesar kemungkinan timbulnya keinginan untuk bunuh diri, namun pria menjadi kelompok yang lebih banyak meninggal akibat keputusan tersebut. Namun hal ini tidak membuat salah satu gender lebih rentan daripada yang lainnya, karena keinginan bunuh diri adalah masalah serius yang harus ditangani dengan baik.
Jika Anda memiliki atau mengetahui seseorang yang berkeinginan untuk bunuh diri, segera hubungi layanan konsultasi maupun layanan kesehatan. Lindungi diri Anda dan orang-orang tercinta agar tidak berkeinginan untuk melakukan tindakan terlarang ini.
(NB/RH)