Sebagai seorang istri, membesarkan anak tanpa bantuan suami adalah beban yang sangat besar. Sebagai single parent, sang ibu bahkan bisa mengalami gangguan mental. Apalagi bila tidak mendapat dukungan dari orang terdekat.
Studi terkini yang dilakukan di McMaster University bahkan menyebut bahwa ibu tunggal berisiko tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan mental.
Penyebab Gangguan Mental pada Ibu Tunggal
Bukan hanya gara-gara harus merawat anak seorang diri, gangguan mental yang mengintai wanita single parent juga bisa disebabkan oleh hal lain, seperti:
-
Masalah Finansial
Bagi sebagian wanita yang menjadi ibu tunggal, masalah finansial masih menjadi faktor utama terjadinya gangguan mental. Hal ini khususnya terjadi jika sang ibu tunggal tidak bekerja.
Artikel Lainnya: Kenali 7 Tipe Parenting, Mana yang Paling Sesuai?
-
Keterbatasan Energi
Membesarkan dan merawat anak seorang diri bukanlah perkara mudah, apalagi bila tidak mendapat dukungan sama sekali.
Sebagai akibatnya, ibu tunggal lebih mudah mengalami kelelahan akibat harus membagi energi antara mengurus rumah dan mengurus si Kecil. Kelelahan ini bisa menimbulkan perasaan tertekan yang pada akhirnya memicu gangguan mental.
-
Tidak Ada ‘Bahu’ untuk Bersandar
Tanpa hadirnya orang-orang terdekat, khususnya pasangan/suami, ibu tunggal akan kesulitan untuk mencari dukungan secara emosional.
Alhasil, masalah yang seharusnya ‘dikeluarkan’ melalui cerita dengan orang yang dipercaya akan terus terpendam. Lama-kelamaan, hal tersebut akan mendatangkan tekanan demi tekanan yang berujung pada gangguan kesehatan mental.
-
Stigma Negatif dari Masyarakat
Menjadi seorang wanita yang single parent sering mendapat stigma negatif di masyarakat. Sehingga, banyak ibu tunggal yang lebih memilih menarik diri dari lingkungan sosial.
Padahal, dukungan dari lingkungan sosial penting bagi ibu tunggal agar lebih kuat menjalani berbagai cobaan hidup, termasuk dalam hal mengurus anak seorang diri. Hal ini akhirnya akan memicu tekanan yang berujung pada gangguan mental.
-
Kurang ‘Me Time’
Kelelahan, baik secara fisik maupun emosional, juga dapat membuat ibu tunggal menjadi kurang memiliki waktu untuk diri sendiri.
Padahal, memiliki ‘me time’ juga penting bagi ibu tunggal agar beban pikiran tidak terus-menerus menumpuk dan menyebabkan gangguan kesehatan mental.
Artikel Lainnya: Meningkatkan Percaya Diri Anak Broken Home
Gangguan Kesehatan Mental yang Mengintai Single Mom
Berikut ini adalah beberapa jenis gangguan kesehatan mental yang mengintai single mom:
1. Stres
Beban emosional yang datang silih berganti karena harus mengurus anak sendiri bisa membuat ibu tunggal stres.
Stres dihubungkan dengan penurunan kadar serotonin, yang merupakan hormon pengatur mood alias suasana hati. Ibu tunggal yang mengalami stres cenderung tidak semangat dalam menjalani hari-hari.
2. Depresi
Stres yang terakumulasi dapat menjadi depresi. Dari sudut pandang medis, depresi diartikan sebagai kelainan suasana hati tingkat lanjut yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat terus-menerus.
Depresi yang dibiarkan terus-menerus dapat mencetuskan masalah emosional, perilaku dan kesehatan yang memengaruhi aspek kehidupan secara menyeluruh.
3. Perubahan Nafsu Makan
Beban kehidupan yang tiada henti-hentinya ‘menghujani’ single mom bisa menyebabkan perubahan nafsu makan.
Dalam kasus ini, ibu tunggal akan memiliki kecenderungan untuk makan berlebih atau malah tidak mau makan sama sekali.
4. Serangan Panik
Serangan panik atau panic attack adalah munculnya rasa takut secara mendadak tanpa alasan yang jelas.
Single mom rentan mengalami kondisi ini kapan saja, bahkan ketika sedang terlelap dalam tidur.
5. Bipolar
Bipolar adalah gangguan mental yang membuat penderitanya mengalami perubahan suasana hati secara ekstrem.
Ibu tunggal yang terkena kondisi ini bisa mengalami dua kondisi sekaligus, yaitu kesedihan mendalam atau kesenangan tak terhingga, dalam jeda waktu yang sangat singkat.
Menjalani hidup sebagai ibu tunggal atau single mom memang merupakan hal yang berat dan bisa mengguncang hidup seseorang. Meski begitu, bukan berarti Anda boleh bersedih hingga berlarut-larut.
Akan lebih bijak jika Anda terus mencoba mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk dari mereka yang mengalami nasib serupa. Jika memang masih terkendala, Anda bisa curhat dengan dokter atau psikolog dari KlikDokter di sini.
(NB/RPA)