Siapa yang tak pernah lembur? Lembur otomatis membuat jam kerja makin panjang. Untuk pekerja wanita, ada alasan Anda perlu waspada. Pasalnya, jam kerja yang lebih panjang membuat Anda lebih rentan mengalami depresi. Sementara pada pria, risiko ini diketahui lebih kecil.
Sebuah penelitian yang dilakukan di University of College London, Inggris, dan Universitas Negeri Oregon, Amerika Serikat, melakukan investigasi pada lebih dari 11.000 pria dan 12.000 wanita dan. Penelitian ini mengevaluasi jam kerja per minggu serta dan gejala depresi dengan menggunakan kuesioner.
Para peneliti lalu menganalisis hubungan antara tanda dan gejala depresi dengan durasi jam kerja. Faktor-faktor yang dipertimbangkan antara lain usia, status pernikahan, anak, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, riwayat merokok, diagnosis penyakit jantung, stroke, diabetes, kanker, dan sebagainya.
Pekerja wanita rentan alami suasana hati yang buruk dan depresi
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pria secara umum memiliki jam kerja yang lebih panjang dibandingkan wanita. Namun, pada pria, tidak terdapat perbedaan antara skor depresi di kelompok dengan jam kerja 35-40 jam per minggu dan kelompok dengan jam kerja lebih dari 55 jam per minggu.
Sebaliknya, wanita dengan jam kerja lebih dari 55 jam per minggu memiliki skor depresi yang lebih tinggi secara signifikan, dibandingkan dengan yang bekerja 35-40 jam per minggu.
Hal yang sama juga diamati pada wanita yang bekerja di akhir pekan. Wanita yang bekerja pada hampir setiap akhir pekan memiliki skor depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak bekerja di akhir pekan. Suasana hati mereka ditemukan lebih buruk. Mereka yang bekerja di akhir pekan ditemukan lebih cenderung memiliki pekerjaan dengan keterampilan rendah dan kurang puas dengan pekerjaan dan penghasilan mereka dibanding mereka yang hanya bekerja dengan jam kerja normal.
Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa bisa jadi karena wanita menghadapi beban ganda, pekerjaan dengan waktu yang panjang dan pekerjaan rumah tangga. Umumnya memang pekerjaan rumah tangga lebih banyak dilakukan wanita dibanding pria.
Pada pria dan wanita, juga ditemukan faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan tanda dan gejala depresi. Di antaranya adalah tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan rumah tangga yang lebih kecil, memiliki penyakit kronis, punya kebiasaan merokok, serta tingkat kepuasan pekerjaan yang rendah.
Pola kerja pengaruhi kesehatan jiwa
Dari hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa peningkatan tanda dan gejala depresi berkaitan dengan waktu kerja yang panjang pada wanita dan juga bekerja pada akhir pekan. Oleh karena itu, para peneliti menduga bahwa pola kerja yang seperti itu dapat memengaruhi kondisi kesehatan jiwa pada pekerja wanita.
Menarik, ya? Meski demikian, penelitian yang dipublikasikan di “Journal of Epidemiology and Community Health” ini punya keunggulan dan kelemahannya sendiri. Beberapa keunggulannya adalah, bahwa jumlah partisipan dalam penelitian tersebut berskala besar. Selain itu, berbagai faktor yang dapat memengaruhi hasil penelitian juga telah diperhitungkan dalam hasil analisis.
Akan tetapi, salah satu kelemahannya adalah penelitian ini tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat antara peningkatan skor depresi dan durasi jam kerja yang lebih lama, karena merupakan suatu penelitian observasional.
Menurut penelitian yang ada, memiliki jam kerja yang panjang dan bekerja pada akhir pekan dapat memengaruhi kesehatan jiwa pada wanita. Namun, belum dapat disimpulkan dari penelitian ini saja bahwa memiliki jam kerja yang lebih banyak dapat menyebabkan terjadinya depresi, dan masih dibutuhkan penelitian tambahan untuk menginvestigasi hal tersebut lebih lanjut. Walaupun demikian, masih penting bagi setiap orang untuk menyeimbangkan waktu kerja dan waktu relaksasi atau istirahat agar dapat menjalani aktivitas sehari-harinya dengan optimal.
(RN/ RVS)