Berbelanja adalah kegiatan lumrah yang dilakukan oleh hampir setiap orang. Jika dilakukan sesekali, kegiatan ini tergolong normal. Namun, jika dilakukan terlalu sering bahkan hingga kecanduan, hal ini bisa dianggap sebagai gangguan mental.
Faktanya, sebanyak 9 juta wanita di Amerika Serikat mengalami kelainan berbelanja yang kompulsif. Penyebab dari kondisi ini belum diketahui pasti.
Namun, bukti terbaru mengatakan bahwa 10 hingga 15 persen orang yang kecanduan belanja dipengaruhi oleh faktor genetik yang berkombinasi dengan kondisi lingkungan.
Artikel Lainnya: Manfaat Mengejutkan Window Shopping bagi Kesehatan
Adakah Akibat dari Kecanduan Belanja?
Kecanduan belanja (shopaholic) dapat menimbulkan dampak kurang baik bagi kesehatan. Pasalnya, kondisi ini dapat merangsang hormon endorfin dan dopamin pada otak, sama seperti efek yang ditimbulkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol.
Tidak hanya itu, kecanduan belanja juga turut mempengaruhi faktor keuangan, sosial dan emosional; sama seperti jenis kecanduan lainnya.
Artikel Lainnya: Ini 5 Cara Mengontrol Belanja Impulsif yang Tepat
Tanda Anda Mulai Kecanduan Belanja
Berikut ini beberapa tanda Anda telah mengalami penyakit kecanduan belanja:
-
Berbelanja Melebihi Anggaran
Seseorang yang kecanduan belanja akan terus membeli barang-barang, sekalipun biayanya telah melebihi pendapatan. Mereka akan terus merasa sanggup berbelanja, meski sudah tidak ada lagi uang di sakunya.
-
Berbelanja Kompulsif
Seseorang yang kecanduan belanja sering kali bersikap kompulsif. Artinya, ketika mereka berniat berbelanja untuk satu pasang sepatu, hasil akhirnya justru malah berbelanja 10 pasang sepatu.
-
Permasalahan Kronis
Kecanduan belanja menjadi masalah berulang-ulang, dan terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang.
-
Menyembunyikan Masalah Berbelanja
Seseorang yang kecanduan belanja akan menyembunyikan barang yang dibeli, karena mereka tidak mau orang lain mengetahui dan mengkritik tindakannya tersebut. Terkadang, mereka juga memiliki kartu kredit rahasia.
-
Lingkaran Tak Berujung
Beberapa orang akan mengembalikan belanjaan, karena rasa bersalah. Namun, rasa bersalah tersebut justru mengakibatkan keinginan yang lebih besar lagi untuk berbelanja.
-
Hubungan yang Retak
Retaknya hubungan dapat terjadi karena orang yang kecanduan belanja akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk membeli barang-barang. Mereka pun cenderung menutup hutang dengan berbohong, dan menarik diri dari orang lain secara fisik maupun emosional.
Artikel Lainnya: Adakah Manfaat Sehat Belanja Makanan Online?
Cara Mengatasi Kecanduan Belanja
Berikut adalah beberapa cara mengatasi kecanduan belanja:
- Singkirkan semua kartu kredit Anda. Bayarlah barang dengan uang tunai atau menggunakan debit.
- Jangan berbelanja sendirian, agar tidak bersikap kompulsif
- Bicarakan dengan dokter mengenai kemungkinan adanya depresi sehubungan dengan kondisi kecanduan belanja.
Kecanduan belanja merupakan kondisi jangka panjang yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tidak ada obat yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini.
Meski begitu, kecanduan belanja dapat dikendalikan dengan upaya-upaya berikut ini:
-
Cognitive Behavioral Therapy Treatment
Program terapi perilaku kognitif alias Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah pilihan utama dalam modifikasi perilaku.
CBT merupakan jenis terapi yang populer, karena tidak menggunakan obat-obatan dan bersifat noninvasif. Hal ini memungkinkan penderita untuk memiliki kendali lebih akan pilihan kesembuhannya.
-
Metode Terapi Lain
Terkadang, CBT akan dimodifikasi dengan mengumpulkan penderita lain di dalam satu grup yang dipandu beberapa terapis.
Pendekatan ini lebih populer, karena penderita bisa mendapatkan dukungan dan akan mengetahui bahwa bukan mereka sendiri yang mengalami kondisi tersebut.
Apakah Anda mengalami tanda-tanda gangguan belanja, seperti yang telah disebutkan? Jika ya, sebaiknya segera berobat ke psikolog agar kondisi tersebut tidak semakin menurunkan kualitas hidup Anda.
Jika butuh tuntunan atau cara mengatasi kecanduan belanja langsung dari ahlinya, Anda juga dapat berkonsultasi kepada dokter atau psikolog melalui LiveChat 24 jam atau di aplikasi KlikDokter.
(NB/JKT)