Sebanyak 3–6% orang mengalami kecanduan seks, atau disebut juga hiperseks atau nimfomania. Perilaku ini tergolong gangguan perilaku seksual kompulsif di mana para pelakunya memiliki dorongan seksual yang tidak wajar (intens) dan obsesi terhadap pikiran, keinginan, dan perilaku terkait seks.
Ada banyak cara untuk menyalurkan hasrat seksual. Mulai dari melakukan hubungan intim dengan pasangan (maupun yang terikat dalam pernikahan maupun di luar nikah), mendatangi prostitusi, masturbasi berlebihan, penggunaan hal-hal berbau pornografi, cybersex, mempertontonkan alat kelamin di depan umum (ekshibisionis), melihat orang lain berhubungan intim (voyeurisme), hingga pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Para pakar telah menemukan beberapa faktor yang berperan terhadap kecanduan seks. Seperti ketidakseimbangan zat-zat kimia alami dalam otak, di mana terdapat kadar neurotransmiter yang tinggi dalam otak.
Neurotransmiter tersebut antara lain serotonin, dopamin, dan norepinefrin. Zat-zat yang berfungsi untuk mengatur mood seseorang dan tingginya kadar zat-zat ini berhubungan dengan perilaku seksual kompulsif.
Pria maupun wanita dapat mengalami kecanduan seks. Namun, frekuensinya jauh lebih banyak pada pria. Tak hanya itu, seseorang juga lebih berisiko mengalami kecanduan seks apabila mempunyai kecanduan terhadap hal lain –seperti alkohol, narkoba, atau judi, mengalami gangguan jiwa seperti depresi, gangguan bipolar, atau gangguan kepribadian.
Hingga kini, belum ada kriteria yang jelas untuk menyatakan apakah seseorang mengalami kecanduan seks. Secara umum, orang dengan kecanduan seks hanya mendapatkan sedikit kepuasan dari aktivitas seksual yang dilakukan serta tidak memiliki kedekatan emosional dengan pasangan seksual mereka.
Kecanduan seks seringkali membuat pelakunya merasa bersalah dan malu, sulit mengendalikan perilakunya sekalipun berdampak negatif baik secara finansial, kesehatan, sosial, dan emosional. Berpikir positif dan selalu dekatkan diri kepada tuhan merupakan jalan keluar dari permasalahan itu.
(DA/ RH)