Pernah mendengar noninvasive prenatal testing (NIPT) atau tes prenatal non-invasif? Belakangan, tes ini semakin dikenal karena dapat membantu menentukan risiko janin memiliki kelainan genetik tertentu.
Bila Anda sedang mempertimbangkan untuk menjalani tes NIPT untuk ibu hamil, cari tahu dulu seluk-beluknya di artikel berikut.
Fungsi Tes NIPT untuk Ibu Hamil
Dijelaskan oleh dr. Dyah Novita Anggraini, “Tes NIPT digunakan untuk deteksi kelainan kromosom pada janin. Biasanya, tes dilakukan saat kehamilan memasuki trimester pertama.”
Melansir berbagai sumber, noninvasive prenatal testing adalah tes materi genetik plasenta janin, yang ikut tercampur dalam darah ibu.
Artikel Lainnya: Jenis-Jenis Tes Kehamilan, dari Alami hingga Medis
Jumlah DNA janin yang ikut ada dalam darah ibunya cukup banyak, yakni sekitar 5 – 15 persen.
DNA yang diperiksa pada tes NIPT dapat mengetahui risiko beberapa kondisi seperti:
- sindrom down (trisomi 21),
- sindrom edward (trisomi 18),
- sindrom patau (trisomi 13), dan
- sindrom turner.
Namun, pemeriksaan NIPT tidak bisa mendeteksi dengan jelas kelainan kromosom lain sebanyak tes diagnostik (tes untuk mendiagnosis gangguan), seperti amniosentesis dan cordosentesis.
Artinya, tes NIPT tak bisa mendeteksi kelainan genetik, seperti thalassemia, anemia sel sabit, atau cystic fibrosis.
Tes NIPT sangat sensitif dan akan mengenali 99 persen kasus sindrom down. Namun, tes ini cuma tahap skrining tes diagnostik.
NIPT hanya dapat memberi tahu apakah ada peningkatan risiko bayi memiliki kelainan, tapi tidak bisa memberikan jawaban pasti.
Satu-satunya cara yang paling jelas untuk mengetahui apakah bayi menderita down syndrome adalah dengan melakukan tes diagnostik.
Prosedur Tes NIPT
Menurut dr. Dyah Novita, “Tes NIPT relatif aman bagi ibu dan janin karena pemeriksaannya non-invasif, yakni hanya mengambil darah ibu saja.”
Yang perlu ibu lakukan hanyalah mengulurkan tangan kepada petugas laboratorium untuk diambil darahnya. Sampel darah lantas akan dikirim ke laboratorium, di mana petugas akan melihat cfDNA dalam darah untuk mencari tanda-tanda kelainan pada bayi.
Setelah hasil NIPT keluar, dokter akan mencocokkannya dengan hasil USG trimester pertama atau skrining nuchal translucency. Pada tahap ini, akan ditentukan apakah perlu pengujian lebih lanjut atau tidak.
Bila dicurigai ada kelainan, dokter akan merekomendasikan ibu untuk menjalani tes lain, seperti amniosentesis atau CVS, untuk mengonfirmasi hasilnya.
Artikel Lainnya: Tes Kehamilan dengan Sabun, Apakah Akurat?
Tes diagnostik tersebut sekaligus dapat memeriksa apakah ada masalah lain yang tidak terdeteksi oleh NIPT.
Penting untuk mendiskusikan keputusan bersama dokter kandungan, bidan, serta pasangan bila diketahui ada yang “tidak biasa” pada janin.
Perlukah Bumil Melakukan Pemeriksaan NIPT?
Dahulu tes NIPT hanya direkomendasikan bagi wanita yang berisiko tinggi mengandung bayi dengan kelainan kromosom. Misalnya, ibu hamil yang berusia 35 tahun atau lebih dan memiliki riwayat keluarga dengan kondisi ini.
Namun belakangan, tes ini mulai dilakukan pada rentang usia dan kondisi yang lebih luas. Skrining NIPT bisa dilakukan ibu tanpa harus memandang usia dan risiko.
Jika ibu ingin melakukan tes NIPT, pastikan menjalaninya di penyedia layanan kesehatan tepercaya untuk menjelaskan detail bagaimana prosedurnya.
Pahami juga langkah-langkah apa yang harus diambil jika ditemukan potensi risiko kelainan di janin Anda.
Tes NIPT relatif aman untuk ibu dan janin. Meski tidak wajib, tes ini bisa menjadi pilihan untuk mengetahui kondisi kesehatan bayi yang dikandung.
Cari tahu informasi lainnya seputar kehamilan, janin, dan ibu dengan mengunduh aplikasi Klikdokter.
(HNS/AYU)