Plasenta adalah organ sementara yang tumbuh di dalam rahim ibu selama kehamilan. Organ ini berfungsi menyaring oksigen, darah, dan nutrisi untuk bayi di kandungan. Setelah melahirkan, plasenta akan keluar dari rahim.
Namun, ada kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta tidak ikut keluar saat proses persalinan. Plasenta yang tertinggal di dalam rahim disebut retensio plasenta atau retained placenta.
Kondisi ini dapat menimbulkan efek samping dan bisa berbahaya bila tidak cepat ditangani.
Penyebab Plasenta Tertinggal di Dalam Rahim
Setelah bayi lahir, ibu biasanya akan mengeluarkan plasenta dalam waktu 18-60 menit. Rahim akan berkontraksi dan menarik plasenta dari dinding rahim dan mendorongnya keluar.
Namun, hal itu tidak terjadi pada ibu yang mengalami retensio plasenta. Dokter Astrid Wulan Kusumoastuti menjelaskan, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan plasenta ibu hamil tertinggal di rahim pascamelahirkan.
“Bisa karena kontraksi uterus yang kurang baik, plasenta menempel terlalu kuat, atau plasenta tertinggal karena mulut rahim mengecil di tengah proses persalinan,” jelas dr. Astrid.
Penyebab paling umum dari tertahannya plasenta adalah tidak cukupnya kontraksi di dalam rahim. Kontraksi bisa melambat atau rahim bisa kesulitan berkontraksi karena berbagai alasan yang meliputi:
- Ukuran bayi yang besar.
- Sudah melahirkan berkali-kali.
- Terlalu banyak obat oksitosin.
- Persalinan cepat.
- Memiliki anak kembar.
- Infus magnesium sulfat.
- Fibroid atau kanker yang tumbuh di rahim.
Artikel lainnya: Plasenta Previa Pada Ibu Hamil, Apa Itu?
Melansir Healthline, ada tiga jenis retensio plasenta yaitu:
Plasenta Adheren
Placenta adherens adalah jenis retensio plasenta yang paling umum. Kondisi ini terjadi ketika rahim gagal berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta. Hal ini menyebabkan plasenta tetap melekat pada dinding rahim.
Trapped Placenta (Plasenta Terjebak)
Trapped placenta terjadi ketika plasenta terlepas dari rahim tetapi tidak keluar dari tubuh. Hal ini sering terjadi karena serviks mulai menutup sebelum plasenta keluar, sehingga menyebabkannya terperangkap.
Placenta Accreta
Kondisi ini membuat plasenta menempel di lapisan otot pada dinding rahim. Hal ini sering kali mempersulit persalinan dan menyebabkan pendarahan hebat.
Jika pendarahan tidak dapat dihentikan, maka transfusi darah atau histerektomi mungkin diperlukan.
Tanda paling jelas dari retensio plasenta adalah ibu tidak mengeluarkan plasenta saat persalinan. Gejala lainnya yang paling umum setelah lahiran adalah kehilangan darah mendadak dan pendarahan yang dapat mengancam jiwa.
Berikut ini gejala lain dari plasenta yang tertinggal di rahim:
- Pendarahan hebat.
- Gumpalan darah.
- Demam.
- Panas dingin.
- Merasa sakit atau seperti flu.
- Keputihan yang berbau tidak sedap.
Artikel lainnya: Cara Menangani Plasenta Previa di Masa Kehamilan
Bahaya Retensio Plasenta
Dijelaskan oleh dr. Astrid, retensio plasenta merupakan kondisi yang sangat berbahaya serta berisiko memicu infeksi dan perdarahan. Yang paling membahayakan, plasenta tertinggal dapat menyebabkan kematian akibat perdarahan atau infeksi yang terjadi.
Masih dari Healthline, keluarnya plasenta merupakan langkah penting untuk memungkinkan rahim berkontraksi dan menghentikan lebih banyak pendarahan yang terjadi.
Jika plasenta tidak keluar, maka pembuluh darah tempat organ masih menempel akan terus mengeluarkan darah. Rahim juga tidak akan bisa menutup dengan benar dan mencegah kehilangan darah.
Inilah sebabnya risiko kehilangan darah yang parah meningkat secara signifikan bila plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit setelah melahirkan.
Artikel lainnya: Perdarahan Saat Hamil Tua, Lakukan Ini
Penanganan Plasenta yang Tertinggal di Rahim
Dokter dapat mendiagnosis retensio plasenta dengan memeriksa plasenta yang dikeluarkan secara hati-hati. Tindakan ini bertujuan untuk melihat apakah plasenta masih utuh atau tidak setelah melahirkan.
Bila dokter mencurigai Anda mengalami retensio plasenta, akan dilakukan USG untuk melihat rahim. Jika ada bagian dari plasenta yang hilang, maka Anda memerlukan perawatan segera untuk menghindari komplikasi.
Dokter Astrid menjelaskan, penanganan plasenta yang tertinggal di rahim pascamelahirkan harus dilakukan oleh tenaga medis profesional. Pemberian obat juga harus sesuai anjuran dokter.
Perawatan untuk retensio plasenta melibatkan pengangkatan seluruh plasenta atau bagiannya yang hilang. Tindakan ini dapat mencakup beberapa metode berikut:
- Dokter mungkin dapat mengangkat plasenta dengan tangan, tetapi hal ini meningkatkan risiko infeksi.
- Dokter juga dapat menggunakan obat untuk membuat rahim kendur atau menciptakan kontraksi. Cara ini bisa membantu membuang plasenta.
- Dalam kondisi tertentu, menyusui dapat membantu karena membuat tubuh melepaskan hormon yang menyebabkan rahim berkontraksi.
- Dokter mungkin juga mendorong ibu untuk buang air kecil. Kandung kemih yang penuh terkadang dapat mencegah keluarnya plasenta.
Kalau semua cara di atas tidak membantu tubuh mengeluarkan plasenta, dokter mungkin perlu melakukan operasi darurat untuk mengangkat plasenta atau bagian yang tersisa.
Karena pembedahan dapat menyebabkan komplikasi, perdarahan berlebihan bisa mengancam jiwa dalam banyak kasus.
Bila Anda memiliki pertanyaan mengenai kehamilan dan persalinan, gunakan fitur Tanya dokter spesialis kandungan.
(FR/JKT)