Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh anak. Lebih dari itu, diare juga satu dari penyebab utama kematian anak di dunia dan di Indonesia. Kematian tersebut sebenarnya bukan disebabkan oleh diare itu sendiri, melainkan akibat dehidrasi.
Hal ini tentu membuat para orang tua kerap khawatir. Akibatnya, penggunaan antibiotik pada anak dengan diare kian berkembang. Lalu, apakah anak diare perlu mendapatkan antibiotik?
Apa penyebab diare pada anak?
Diare pada anak dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti infeksi virus, bakteri, parasit, jamur, alergi makanan, intoleransi makanan, obat, peradangan saluran cerna, dan penyakit lainnya. Terkadang diare tersebut merupakan gejala suatu infeksi lain, misalnya penyakit demam berdarah, demam tifoid, infeksi saluran kemih, dan HIV.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa sebagian besar kasus diare akut pada anak disebabkan oleh virus, yaitu rotavirus. Virus ini sangat terkait dengan tingkat kebersihan tangan, makanan, air, dan tempat tinggal.
Bagaimana penanganan diare yang tepat?
Secara umum diare dibagi dua, yaitu diare akut dan melanjut (kronis). Diare akut terjadi dalam jangka waktu kurang dari 14 hari, sementara diare kronis terjadi dalam waktu lebih dari 14 hari. Berdasarkan panduan WHO, ada lima pilar tata laksana diare akut pada anak:
- Rehidrasi, yaitu pemberian cairan yang cukup untuk mengatasi dehidrasi.
- Pemberian seng (zink) yang penting untuk memperbaiki vili usus anak yang rusak.
- Nutrisi, artinya nutrisi anak tetap harus dijaga selama mengalami diare.
- Penggunaan antibiotik secara selektif pada kasus tertentu.
- Edukasi orang tua mengenai tanda dehidrasi dan menjaga higienitas.
Pada kasus diare kronis, selain lima pilar tersebut, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut oleh dokter untuk mencari apa penyebab diare kronis tersebut sehingga tata laksana tambahan yang tepat dapat diberikan.
Pertanyaannya, lalu kapan anak diare perlu mendapat antibiotik? Secara umum penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus diare akut. Meski demikian ada beberapa pengecualian.
Merujuk keterangan di atas, maka kondisi diare yang membutuhkan penggunaan antibiotik antara lain, diare berdarah yang dicurigai suatu infeksi bakteri atau parasit, diare dengan demam tinggi atau infeksi berat. Selain itu ada pula kondisi diare yang disebabkan oleh kolera, diare pada anak dengan gizi buruk, dan diare yang disebabkan oleh penyakit infeksi bakteri lain seperti demam tifoid.
Dampak sering menggunakan antibiotik saat anak diare
Penggunaan antibiotik pada anak diare harus dipantau oleh dokter. Sangat tidak dianjurkan bagi orang tua membeli sendiri antibiotik untuk mengobati diare pada anak. Mengapa demikian?
Ketahuilah bahwa penggunaan antibiotik pada anak harus sesuai indikasi dan dengan jenis antibiotik yang sesuai. Jika tidak, kuman dalam tubuh anak akan mudah mengalami kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik. Akibatnya, jika suatu saat anak mengalami infeksi bakteri, pengobatan dengan obat tersebut tidak ampuh lagi karena kuman-kuman dalam tubuh anak sudah kebal terhadap antibiotik tersebut.
Tingginya angka resistansi antibiotik saat ini menjadi salah satu masalah dalam dunia kedokteran. Itulah mengapa indikasi dan jenis antibiotik yang diberikan harus tepat. Anda perlu membawa anak Anda ke dokter sebelum memberikan antibiotik kepadanya.
Tidak semua anak diare perlu mendapatkan obat antibiotik. Jadi jangan sembarangan memberikan antibiotik kepada anak. Ini penting agar si Kecil terhindar dari dampak buruk resistansi antibiotik. Semoga bermanfaat!
[RS/ RVS]