Pada manusia, biasanya hanya satu tangan yang bekerja dominan, kanan maupun kiri. Namun, ada beberapa orang yang mampu menggunakan kedua tangan sama baiknya dalam aktivitas sehari-hari, dalam arti tidak ada yang dominan. Kemampuan unik ini disebut dengan ambidextrous. Tidak hanya pada orang dewasa, anak ambidextrous pun ada. Jika demikian, apakah kondisi tersebut berkaitan dengan ADHD?
Menarik untuk diketahui bahwa sederet nama besar dan berpengaruh di dunia seperti fisikawan, teksnisi mekanika, dan teknisi listrik Nikola Tesla, seniman Leonardo da Vinci, pendiri negara Amerika Serikat Benjamin Franklin, musisi Adam Levine, hingga pebasket James LeBron diketahui ambidextrous.
Berdasarkan data, hanya 1 persen penduduk dunia yang mampu menggunakan kedua tangan sama baiknya. Kemampuan ini bisa terlihat sejak usia dini. Pada masa pertumbuhan, anak biasanya selalu diajarkan untuk beraktivitas menggunakan tangan yang paling dominan. Namun, pada anak dengan kemampuan ini, mereka menggunakan kedua tangannya secara bergantian atau bersamaan.
Jika anak Anda bisa menggunakan kedua tangannya sama baiknya dalam melakukan aktivitas harian, tentu ini merupakan kemampuan yang luar biasa. Meski begitu, pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa anak ambidextrous memiliki risiko mengalami attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) yang lebih tinggi.
Studi menunjukkan bahwa otak sebelah kiri bekerja lebih dominan pada orang yang lebih sering menggunakan tangan kanan, begitu pula sebaliknya. Lain halnya dengan orang ambidextrous. Oleh karena itu, anak ambidextrous dikatakan tidak memiliki otak kanan yang lebih dominan, sehingga mereka dianggap memiliki otak yang bekerja secara simetris.
Anak ambidextrous berisiko mengalami ADHD lebih tinggi
Anak-anak dengan ADHD dilaporkan memiliki tangan kiri yang lebih dominan atau left-handed. Sehingga, penelitian tentang keterkaitan antara ADHD dan ambidextrous, sudah mulai banyak dilakukan. ADHD sendiri merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan konsentrasi, serta munculnya perilaku hiperaktif dan impulsif pada anak. Berbagai gejala ADHD umum terlihat sejak usia dini dan makin jelas terlihat ketika anak mulai bersekolah.
Salah satu studi antara keterkaitan ADHD dan ambidextrous ini dilakukan di Finlandia, yang melibatkan 8000 anak berusia 8 tahun dan 16 tahun dengan ambidextrous. Studi ini dilakukan untuk menilai gangguan perilaku, prestasi akademik di sekolah, dan kesulitan dalam berbahasa pada anak-anak dengan ambidextrous.
Studi tersebut menyimpulkan bahwa anak berusia 8 tahun dengan ambidextrous mengalami kesulitan dalam berbahasa dan prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan teman sebayanya.
Pada anak-anak berusia 16 tahun dengan ambidextrous, mereka dilaporkan dua kali lebih berisiko untuk mengalami gejala ADHD dan memiliki gejala ADHD yang lebih parah dibandingkan dengan anak-anak dengan right-handed atau left-handed.
Hasil temuan studi tersebut merupakan pengetahuan baru, dan tak sedikit orang tua yang dibuat khawatir karenanya. Meski demikan, studi tersebut dinilai masih memiliki banyak keterbatasan, mengingat jumlah peserta yang sedikit karena hanya sedikit sekali populasi yang memiliki ambidextrous. Selain itu, tidak semua anak dengan ambidextrous akan mengalami kesulitan secara akademik di sekolah dan/atau akan mengalami ADHD.
Para peneliti juga beranggapan bahwa ambidextrous tidak secara langsung menjadi penyebab ADHD. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti hubungan antara keduanya.
Jadi, berdasarkan penjelasan yang sudah dijabarkan di atas, orang tua tak perlu khawatir bahwa anak ambidextrous akan mengalami ADHD. Kaitan antara keduanya masih harus diteliti lebih lanjut. Ambidextrous merupakan suatu keadaan yang unik dan tidak dimiliki banyak orang. Apabila Anda dapat membantu anak untuk mengembangkan potensi mereka, anak bisa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih percaya diri.
(RN/ RVS)