Baru-baru ini ada sebuah studi menyatakan bahwa anak yang mendapat bullying dari teman sebayanya memiliki lebih banyak masalah di masa depan.
Hal itu diduga karena dampak bullying teman sebaya kepada anak bisa menghasilkan efek psikologis yang jauh lebih buruk. Hal ini pun bisa menjadi ‘luka’ mendalam yang dibawa oleh anak hingga dewasa kelak.
Efek Bullying pada Anak dari Teman Sebayanya
Studi yang terbit di The Lancet Psychiatry mendefinisikan bullying atau perundungan sebagai pelecehan fisik, seksual, atau emosional.
Dalam studinya, profesor psikologi Universitas Warwick, Dieter Wolke, menemukan bahwa anak yang diintimitasi oleh teman sebayanya memiliki tingkat depresi dan kecenderungan bunuh diri yang lebih tinggi
Intimidasi oleh teman sebaya biasanya terjadi pada lingkungan sekolah. Kondisi ini juga bisa terjadi di media sosial, yang dikenal dengan istilah online bullying.
Artikel Lainnya: Kenali Perbedaan Perilaku Bullying dan Nakal pada Anak
Dalam penelitiannya, Wolke mengatakan bahwa anak yang menjadi korban bullying cenderung tidak melaporkan kejadian tersebut.
Hal ini karena mereka merasa tidak memiliki tempat mengadu yang aman, atau ketakutan akan ancaman dari pelaku bullying.
Padahal, efek intimidasi yang didapatkan anak dari teman sebayanya dapat berlangsung secara terus-menerus. Dari waktu ke waktu, efek tersebut dapat dirasakan semakin buruk.
Di Inggris, sekitar 16.000 anak tidak mau berangkat sekolah karena merasa diganggu oleh teman sekolahnya setiap saat. Hal inilah yang pada akhirnya membuat korban bullying mengalami penurunan prestasi akademik.
Anak-anak yang diintimidasi juga mungkin menderita gangguan serius, seperti ketidakmampuan untuk fokus, hubungan sosial yang buruk, bahkan kesulitan melakoni pekerjaan saat dewasa kelak.
Itu artinya, dampak bullying pada anak dapat berujung pada masalah kesehatan mental serius yang dapat terus berlangsung hingga ia dewasa.
Tidak heran, Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog mengatakan bahwa semua bentuk bullying atau intimidasi sejenisnya tidak dibenarkan.
Pasalnya, tindakan tersebut bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan psikis anak itu sendiri.
“Pada anak, resilience atau ketangguhan dalam menghadapi sumber stres maupun tekanan belum terbentuk dengan kuat seperti orang dewasa. Karenanya, tekanan akibat bullying bisa berdampak besar terhadap fisik dan psikisnya,” ucap Ikhsan.
Selain itu, anak-anak juga umumnya belum mampu mengenali dan mengetahui cara mengekspresikan emosi dengan baik. Hal ini membuat anak cenderung memendam emosi, atau menyalurkannya dengan cara yang kurang tepat.
Artikel Lainnya: Hati-hati, Bullying Juga Bisa Terjadi Meski Sekolah di Rumah
Bullying pada Anak, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Menurut Ikhsan, saat anak mencoba menceritakan pengalaman bullying, orangtua sebaiknya mendengarkan keseluruhan cerita terlebih dahulu tanpa memotong atau menghakimi.
“Hindari menghakimi anak atau malah menyalahkannya karena tidak bisa melawan balik. Lebih baik peluk, dan ajak anak untuk bercerita mengenai kondisi bullying yang dialaminya,”tutur Ikhsan.
Kemudian, setelah mengetahui kasus bullying pada anak, Anda mesti memberikan dukungan emosional. Caranya adalah dengan menjadi tempat cerita yang aman, serta memotivasi agar rasa percaya diri anak bisa kembali.
Tak berhenti di situ, orangtua juga perlu mengajarkan anak untuk berani berkata “tidak” dan membela diri saat menerima intimidasi dari teman sebayanya.
Apabila anak tidak tampak mampu dan menunjukan tanda-tanda ketakutan berlebih untuk beraktivitas, orangtua mesti segera mencari bantuan profesional.
Hal ini bertujuan agar rasa takut anak tidak terus-menerus terakumulasi, sehingga memicu depresi atau hal yang lebih buruk lagi.
Penasaran dengan segala hal yang menyangkut bullying pada anak? Anda dapat mencari tahu lebih lanjut dengan melakukan konsultasi kepada psikolog melalui LiveChat 24 jam atau aplikasi Klikdokter.
(NB/AYU)