Gangguan kecemasan, atau anxiety disorder, lebih dari sekadar cemas. Cemas adalah hal yang normal dan kerap dialami setiap orang pada beberapa titik hidupnya. Namun untuk sebagian orang, kecemasan ini dapat bersifat irasional dan terjadi secara berkepanjangan. Hal ini pada akhirnya membuat mereka lelah, sulit konsentrasi, sulit tidur, bahkan tak sanggup keluar rumah.
Menurut dr. Fiona Amelia, MPH, dari KlikDokter, gangguan kecemasan ini memiliki gejala fisik dan psikologis meliputi panik, hampir selalu merasa khawatir atau gelisah, jantung berdebar-berdebar, napas cepat, dan sebagainya.
“Apabila gejala-gejala kecemasan sudah dialami dalam jangka waktu yang panjang, di atas 2 bulan, kemungkinan besar Anda mengalami gangguan cemas,” kata dr. Fiona.
Kecemasan dalam kadar normal saja, sangat tidak mengenakkan. Apalagi jika mengalami gangguan kecemasan sepanjang hidup. Maka dari itu, gangguan kecemasan menjadi sesuatu yang harus segera dicari akar penyebab dan penyelesaiannya.
Sebenarnya, dari mana gangguan kecemasan berasal? Dan mengapa kondisi ini bisa menurun dari orang tua Anda? Dilansir Newsweek, simak penjelasannya berikut ini.
Gangguan kecemasan dan faktor genetika
Berdasarkan sebuah penelitian, koneksi di daerah otak yang berkontribusi pada gangguan kecemasan mungkin adalah sesuatu yang diwarisi dari pendahulu, alias orang tua. Melalui studi yang diterapkan kepada monyet, para ilmuwan percaya bahwa konektivitas antara dua wilayah di otak dapat diteruskan kepada keturunan Anda.
Tim peneliti di University of Wisconsin School of Medicine dan Public Health mempelajari 378 kera muda jenis rhesus. Kera muda dipilih karena menurut para peneliti, kecemasan yang terjadi pada anak-anak dapat menjadi faktor risiko depresi saat dewasa nanti.
Ned Kalin, peneliti dari University of Wisconsin School of Medicine dan Public Health, mengatakan, “Berdasarkan data dari spesies kera tersebut, temuan ini menunjukkan perubahan dalam fungsi otak manusia yang berkontribusi pada tingkat kecemasan individu. Yang paling penting, temuan ini sangat relevan untuk anak-anak dengan kecemasan patologis dan bisa menuntun kita pada metode pengobatan yang baru dan lebih baik,” ujarnya.
Perawatan gangguan kecemasan saat ini hanya berfokus pada penanganan gejala saja, tidak dengan penyembuhan total. Psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif biasanya digunakan untuk mengobati kecemasan, seperti obat yang dapat meringankan gejala fisik dan mental.
Mengatasi gangguan kecemasan
Menurut National Institute of Mental Health, penelitian tersebut sangat penting mengingat sekitar 40 juta orang dewasa antara 18 dan 54 tahun mengidap kecemasan. Tak ada satu penyebab utama yang memicu gangguan kecemasan. Meski demikian, peristiwa kehidupan yang membuat stres, berjenis kelamin perempuan, status sosial ekonomi, dan memiliki orang tua yang mengalami penyakit mental dapat menjadi faktor.
Dilansir Harvard Health Publishing, ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk melatih otak Anda untuk berhenti khawatir. Cognitive behavioral therapy (terapi perilaku kognitif) menurut beberapa studi dapat membantu, tetapi ada juga yang mengatakan ini tidak efektif. Jadi jika terapi ini tidak berjalan lancar untuk Anda, mungkin dapat mencoba terapi lainnya. Penggunaan obat-obatan yang sesuai rekomendasi dokter juga dinilai bermanfaat,
Gangguan kecemasan bisa diturunkan dari orang tua, hingga faktor lain yang telah dijelaskan di atas. Jika Anda merasa memiliki kondisi tersebut, harap berkonsultasi dengan psikiater untuk diagnosis dan penanganannya.
[RS/ RVS]