Emosi seorang anak sudah dapat terlihat sejak bayi, di mana mereka bisa tersenyum terhadap orang asing sekalipun, tertawa, dan “mengenal” emosi yang ditunjukkan oleh kedua orangtuanya.
Tempramen anak, emosi yang sifatnya bawaan, apakah mereka easy baby, difficult baby, atau slow to warm baby juga sudah terlihat sejak lahir.
Dengan berkembangnya si anak, maka emosi yang ditunjukkan juga bermacam- macam. Saat mereka berusia 7-12 bulan anak sudah bisa merasakan amarah, takut, dan kecemasan.
Empati terhadap orang lain berkembang saat mereka berusia 1 -2 tahun. Perkembangan ini terus berlanjut hingga mereka berusia 7 -11 tahun di mana mereka mulai bisa mengatur emosi mereka.
Gangguan Perkembangan Emosi pada Anak
Perkembangan emosi dapat mengalami gangguan jika anak dibesarkan di lingkungan yang tidak mendukung, seperti kemiskinan atau jika tidak dibesarkan dengan baik oleh kedua orangtuanya.
Pada mereka yang memiliki perilaku agresif atau kekerasan, ada kemungkinan perkembangan empati mereka juga terganggu. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang tidak dapat merasakan empati.
Baru-baru ini, ahli saraf telah mengidentifikasi area otak yang berhubungan dengan perilaku agresif, yaitu adanya kerusakan pada area otak yang dinamakan amigdala.
Amigdala merupakan daerah otak yang membantu memproses emosi kita. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa orang dapat bertindak begitu kejam dan tidak dapat mengekspresikan emosi dengan baik. Mereka yang melakukan perilaku agresif tanpa merasa bersalah juga mengalami cedera pada korteks serebral (yang mengatur memori dan kesadaran diri) serta lobus frontal (yang bertanggung jawab untuk kontrol diri dan penilaian).
Hal lain yang dapat mempengaruhi perkembangan empati adalah pola asuh orangtua. Saat anak sedang bertumbuh kembang, pastikan sering terjadi kontak mata dengan dirinya. Orangtua juga harus menjaga interaksi dengan anak, membantu anak mengenali emosinya, serta mengajarkan cara-cara mengatasi emosi negatif mereka.