Gempa bumi yang menimpa Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, meninggalkan luka mendalam. Trauma, depresi, perasaan tertekan dan was-was tentu menyelimuti, apalagi pada mereka yang masih anak-anak. Ini karena mereka belum mampu mengontrol emosi sepenuhnya.
Menurut Helpguide, emosi yang intens, membingungkan, dan menakutkan wajar terjadi pada anak-anak setelah menyaksikan langsung bencana alam. Trauma memang bisa timbul, entah karena mereka secara langsung mengalami peristiwa traumatis atau berulang kali melihat gambar-gambar media yang mengerikan setelah kejadian.
Dampak buruk trauma pada anak
Tanpa diduga, kehilangan orang yang dicintai atau terlibat langsung dalam peristiwa bencana alam bisa sangat menegangkan bagi anak-anak. Peristiwa traumatis tersebut dapat merusak rasa aman, serta membuat mereka merasa tidak berdaya dan rentan.
-
Trauma pada anak di bawah usia 5 tahun
Untuk anak berusia di bawah 5 tahun, trauma dapat menyebabkan ketakutan, selalu ingin dekat dengan orang tua atau pengasuh, menangis, menjerit atau merintih. Kemudian, anak-anak juga bisa menjadi sangat aktif, bergerak tanpa tujuan, atau tidak bergerak sama sekali.
-
Trauma pada anak usia 6–11
Untuk anak berusia 6 hingga 11 tahun, efek trauma membuat kehilangan minat pada teman, keluarga, dan kegiatan yang menyenangkan. Hal tersebut juga menyebabkan mimpi buruk atau masalah tidur lainnya, menjadi mudah tersinggung, mudah mengganggu, atau marah.
Tak berhenti di situ, trauma yang terjadi pada anak juga berkaitan dengan kesulitan si Kecil untuk belajar di sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah. Keadaan tersebut juga membuat anak kerap mengeluh masalah fisik, ketakutan yang tidak berdasar, merasa tertekan, mati rasa secara emosional, atau merasa bersalah atas apa yang terjadi.
-
Trauma pada anak usia 12–17 tahun
Pada anak di rentang usia ini, trauma dapat berefek menjadi mimpi buruk, penyalahgunaan obat-obatan, alkohol, dan tembakau. Anak yang trauma dan berada di usia ini juga akan menjadi orang yang suka menggangu, bersikap tidak sopan, dan cenderung merusak.
Di sisi lain, mereka bisa saja merasa terkucil, bersalah atau depresi, kehilangan minat dalam hobi dan minat. Hal yang paling parah adalah adanya pikiran untuk bunuh diri.
Atasi dengan trauma healing
Reaksi anak terhadap bencana atau peristiwa traumatis sangat dipengaruhi oleh respons orang tua mereka. Jadi, penting untuk mendidik diri Anda sendiri tentang trauma dan stres traumatis.
Semakin banyak Anda tahu tentang gejala, efek, dan pilihan perawatan, semakin baik pula Anda akan membantu memulihkan kondisi mental anak. Dengan cinta dan dukungan, pikiran dan perasaan stres traumatis yang mengganggu anak dapat mulai memudar. Pada akhirnya, kehidupan anak dapat kembali normal dalam beberapa hari atau minggu setelah peristiwa yang mengerikan tersebut.
Dalam praktik trauma healing, berikut beberapa cara yang bisa diterapkan:
-
Minimalkan paparan media
Anak yang telah mengalami peristiwa traumatis sering menyaksikan kejadian mengerikan yang pernah dialaminya di TV. Hal ini bisa menyebabkan menciptakan tekanan traumatis pada anak atau remaja, bahkan pada mereka yang tidak merasakan langsung bencana tersebut.
Jadi, agar rasa trauma maupun tertekan yang dialami anak tidak semakin berkembang, jauhkan si Kecil dari paparan media. Jangan biarkan anak Anda menonton berita atau berselancar di media sosial, agar dirinya tak merasakan kembali peristiwa yang membuatnya tertekan.
-
Habiskan waktu bersama anak
Anda tidak dapat memaksa anak untuk pulih dari stres traumatis. Akan tetapi, Anda dapat memainkan peran utama dalam proses penyembuhan dengan hanya menghabiskan waktu bersama dan berbicara tatap muka.
Ingatlah untuk mengupayakan yang terbaik, agar tercipta lingkungan di mana anak merasa aman untuk mengomunikasikan apa yang mereka rasakan. Jangan lupa untuk memberikan respons positif, agar tekanan pada dirinya bisa memudar secara perlahan-lahan.
-
Dorong aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat membakar adrenalin, melepaskan endorfin yang meningkatkan suasana hati, dan membantu anak Anda tidur lebih nyenyak di malam hari.
Temukan olahraga yang disukai anak Anda. Kegiatan seperti bola basket, sepak bola, lari, seni bela diri, atau berenang yang memerlukan gerakan lengan dan kaki dapat membantu membangunkan sistem saraf anak Anda dari perasaan "terjebak" yang sering kali mengikuti pengalaman traumatis.
-
Beri anak Anda makanan sehat
Makanan memiliki dampak besar pada suasana hati dan kemampuan anak untuk mengatasi trauma. Makanan olahan, karbohidrat olahan, minuman manis, dan camilan tidak sehat dapat menciptakan perubahan suasana hati dan memperburuk gejala trauma.
Sebaliknya, makan sehat seperti buah dan sayuran segar, protein berkualitas tinggi, dan lemak yang sehat (terutama asam lemak omega-3) dapat membantu anak Anda terbebas dari tekanan yang menganggu dirinya. Berikan menu sehat ini dalam porsi yang seimbang, agar rasa trauma tidak berkembang dan justru menghilang.
-
Membangun kembali kepercayaan dan keamanan
Trauma dapat mengubah cara seorang anak melihat dunia, bahkan bisa membuatnya tampak jauh lebih berbahaya dan menakutkan. Trauma mungkin akan membuat anak Anda merasa lebih sulit mempercayai lingkungan mereka dan orang-orang di sekitarnya.
Untuk mencegah hal tersebut, bangunlah kembali suasana aman dan selamat di sekitar lingkungan anak. Hal ini bisa dilakukan dengan menyusun rutinitas yang mengasyikkan, minimalkan stres di rumah, bersikap tenang setiap saat, dan berusaha relaks. Berbicara tentang masa depan yang diidamkan juga bisa membantu.
Trauma healing sangat dibutuhkan oleh anak yang menjadi korban gempa bumi di Sulawesi. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menyelamatkan masa depan si Kecil, agar kembali tertata dengan baik dan berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan.
[NB/ RVS]