Anak-anak kerap menjadi korban bullying atau perundungan. Kerap terjadi di sekolah, bullying bisa berakibat pada terganggunya psikis mereka. Namun begitu, ternyata anak-anak juga punya peran tersendiri dalam mencegah hal tersebut.
Perundungan adalah sikap mengganggu atau mengusik orang lain secara terus-menerus. Bullying bisa terjadi secara verbal maupun non-verbal. Perundungan verbal antara lain mencemooh, mengejek, memaki. Adapun perundungan non-verbal terkait dengan kontak fisik, misalnya menendang, memukul, dan menampar. Kedua jenis perundungan ini dapat menyebabkan “luka” secara fisik dan mental.
Sekolah menjadi tempat paling sering terjadi bullying. Anak-anak yang dianggap "cupu" (culun punya) dan lemah akan menjadi sasaran empuk. Padahal, perlakuan itu—walaupun mereka sebut bercanda—bisa membuat seseorang tertekan.
Menurut dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter, pelaku bullying biasanya lebih kuat dibandingkan korbannya. Karena itu, bullying akan cenderung menjadi sebuah intimidasi. Hal inilah yang membedakan bullying dengan pertengkaran. Pada pertengkaran, kedua belah pihak memiliki kekuatan yang relatif sama.
Dampak yang harus diderita anak-anak korban bullying sangat mengkhawatirkan. Menurut dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, anak yang mengalami bullying akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut. Mereka juga akan memiliki rasa percaya diri yang rendah, bahkan alami depresi.
Tak jarang bullying juga berdampak pada prestasi anak di sekolah. Banyak anak yang mengalami bullying di sekolah menjadi tidak mau masuk sekolah karena takut dirundung oleh teman-temannya. Ini bisa membuat kegiatan belajar-mengajar terganggu. Tak pelak, nilainya menjadi jelek, bahkan tidak naik kelas.
Peran anak dalam mencegah bullying
Kasus perundungan di Indonesia cukup tinggi, berdasarkan kejadian yang dilaporkan dan terjadi di sekolah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut bahwa sampai Juli 2018 kasus bullying menempati urutan teratas.
Untuk kasus anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus (25,5%). Sementara itu, anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus (22,4 %). Ini lebih tinggi dibanding anak korban tawuran sebanyak 23 kasus (14,3%), anak pelaku tawuran sebanyak 31 kasus (19,3 %). Serta lebih tinggi dari angka anak korban kebijakan (pungli), dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah sebanyak 30 kasus (18,7%).
Data tersebut baru kejadian yang dilaporkan saja. Bisa saja sebenarnya di luar sana banyak terjadi kasus bullying, tapi tidak dilaporkan. Oleh karena itu, angka kejadian bullying sangat mungkin bisa lebih tinggi.
Nah, anak-anak sebenarnya secara mandiri bisa mencegah terjadinya bullying. Berikut beberapa hal untuk mencegah terjadi perundungan, dilansir dari stopbullying.gov.
1. Perlakukan semua orang dengan hormat
Semua orang pantas diperlakukan dengan hormat dan tidak ada orang yang lebih mulia di antara sesamanya. Untuk memastikan ini terjadi, anak-anak bisa melakukan:
- Anak harus memikirkan dulu perkataan dan perbuatan sebelum mengatakan atau melakukan sesuatu yang dapat menyakiti seseorang.
- Jika punya niat untuk menjahati seseorang, carilah aktivitas lain yang bisa mengalihkan. Misalnya, main game, nonton TV, atau mengobrol dengan teman.
- Anak perlu bicara dengan orang dewasa yang dia percaya untuk membantu menemukan cara bersikap lebih baik kepada orang lain.
- Perlu diingat bahwa setiap orang berbeda, tidak lebih baik atau lebih buruk. Hanya berbeda!
- Jika anak berpikir pernah menindas seseorang di masa lalu, mintalah maaf kepada orang itu.
2. Apa yang harus dilakukan ketika diintimidasi?
Ada hal-hal yang dapat dilakukan jika mulai diganggu:
- Pandang anak yang mengintimidasi, dengan suara tenang dan jelas katakan padanya untuk berhenti mengganggu. Atau cobalah tertawa saat anak lain mulai mengganggu. Cara ini membuat anak yang melecehkan menjadi lengah.
- Jika berbicara terlalu keras atau tidak aman, menjauhlah. Jangan melawan balik. Cari orang dewasa untuk menghentikan penindasan di tempat.
- Dorong anak bicara dengan orang dewasa yang Anda dia percaya. Orang dewasa dapat membantu anak membuat rencana untuk menghentikan perundungan.
- Tetap dekat orang dewasa dan anak-anak lain. Kebanyakan bullying terjadi ketika anak sedang sendirian.
3. Lindungi diri dari cyberbullying
Penindasan tidak selalu terjadi secara langsung. Cyberbullying adalah jenis penindasan yang terjadi di dunia maya atau melalui pesan teks atau email. Ada hal-hal yang dapat dilakukan anak untuk melindungi diri sendiri, yakni:
- Minta anak untuk selalu berpikir lebih dulu sebelum mengunggah sesuatu ke media sosial. Jangan berbagi apa pun yang bisa mempermalukan siapa pun.
- Jaga kerahasiaan kata sandi ponsel atau laptop dari anak-anak lain.
- Anak harus mempertahankan orang tuanya di dalam lingkaran pertemanan dalam media sosial, agar bisa memantau anak.
- Anak perlu bicara kepada orang dewasa yang dipercaya tentang pesan-pesan yang didapatkan secara online yang membuat anak sedih atau takut. Jika itu cyberbullying, laporkan!
4. Bantu orang lain yang sedang di-bully
Katakan kepada anak jika ia melihat sebuah perundungan, ada hal-hal aman yang dapat ia lakukan untuk menghentikan perundungan tersebut.
- Laporkan kepada orang tua, guru, atau orang dewasa lain yang dipercaya. Orang dewasa perlu tahu kapan hal buruk terjadi sehingga mereka dapat membantu.
- Anak perlu berbaik hati kepada anak lain yang diganggu dan menunjukkan bahwa ia peduli. Bergaul dengan mereka akan membantu anak tersebut tahu bahwa ia tidak sendirian
Itulah beberapa cara yang bisa dilakukan anak untuk mencegah dan menghentikan bullying yang terjadi di sekitarnya. Bagi para orang tua, edukasilah anak Anda untuk berani melaporkan soal bullying yang mereka atau temannya alami. Selain itu, orang dewasa juga turut bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
[HNS/ RVS]