Perkembangan psikologis anak sangat ditentukan oleh pola asuh orang tua. Tidak hanya ibu, ayah sebagai kepala keluarga juga menjadi sosok yang sangat berperan dalam pembentukan karakter seorang anak.
Namun, sadar maupun tidak, terkadang ayah sering meluapkan kemarahannya, baik kepada anak, ibu, atau kepada orang lain di depan anak. Lantas, apa dampaknya terhadap anak atas situasi tersebut? Simak ulasannya dibawah ini.
Mengenal perkembangan psikologis anak
Perkembangan psikologis anak sebenarnya sudah dimulai sejak lahir. Bahkan, ada peneliti yang mengatakan bahwa proses ini sudah dimulai sejak dari dalam kandungan. Sejak lahir hingga anak beranjak dewasa, ada beberapa tahap perkembangan psikologis yang dilalui oleh anak.
Ketika baru lahir, bayi menghadapi tahap perkembangan psikologis mengenal rasa percaya dan tidak percaya. Selanjutnya, pada usia 1-3 tahun anak mulai belajar soal kemandirian, rasa malu dan keragu-raguan.
Menginjak usia 3-5 tahun, terjadi tahap anak mulai muncul inisiatif dan sudah memahami konsep rasa bersalah. Dalam prosesnya, mulai usia 6 tahun hingga remaja, anak akan melewati masa perkembangan memahami rasa rendah diri.
Terakhir pada usia remaja, anak akan melewati masa antara perkembangan identitas dan kebingungan identitas, yang selama ini lebih dikenal dengan sebutan masa pencarian jati diri. Dalam tiap tahap perkembangan ini, peran orang tua termasuk ayah sangat diperlukan agar perkembangan psikologis anak dapat berjalan dengan baik.
Bila ayah kerap memarahi atau membentak anak, maka efeknya bisa memengaruhi perkembangan psikologis anak. Dalam prosesnya, ayah perlu menahan emosi agar pertumbuhan anak optimal, termasuk dalam hal kesehatan mental.
Dampak sering memarahi anak terhadap perkembangan psikologisnya
Dalam pertumbuhannya, anak membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk ayah. Namun, bila ayah kerap kesulitan menahan emosi, anak yang dimarahi atau sering melihat orang tuanya cekcok, berisiko mengalami hal-hal sebagai berikut:
- Anak akan dipenuhi rasa ketakutan, merasa tertekan, kurang berpendirian, dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
- Anak suka berbohong atau enggan berterus terang karena ada perasaan takut. Misalnyatakut untuk mengakui kesalahan yang dilakukan karena akan dimarahi.
- Renggangnya hubungan antara ayah dan anak.
- Anak memiliki sifat pesimis, sering cemas, dan mudah putus asa.
- Lebih percaya kepada teman atau orang lain ketimbang orang tuanya.
- Tidak percaya diri dan tidak berani mengeluarkan pendapat.
- Adanya rasa dendam dihatinya, sehingga dikemudian hari ia juga akan melakukan hal yang sama, yakni meluapkan amarahnya kepada adik, teman, atau anaknya kelak.
Berbagai dampak negatif dari pola asuh ayah yang kerap memarahi anak ini dapat terbawa hingga anak besar dan menjadi dewasa kelak. Bahayanya, ada kecenderungan anak akan melakukan hal yang sama kelak saat mendidik anaknya. Itulah sebabnya, kebiasaan marah harus dihindari oleh ayah sejak dini untuk memutus mata rantai ini.
Memang tak mudah untuk menerapkannya, terutama bagi ayah yang seharian telah berjibaku dengan masalah di kantor, bekerja keras untuk membiayai keluarga. Namun dengan strategi yang tepat, situasi masih sangat mungkin diperbaiki.
Tips bagi ayah untuk mendukung perkembangan psikologis anak
Sebagai kepala keluarga, ayah merupakan sosok yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Sudah seharusnya ayah menjadi seseorang yang melindungi keluarganya, menciptakan ikatan yang kuat dengan anak, serta memberikan rasa aman kepada anak dan anggota keluarga lain.
Dengan demikian kepercayaan anak terhadap ayah akan tumbuh dan menciptakan suasana terbuka dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga menjadi terbiasa untuk menyampaikan keluh-kesahnya atau permasalahan yang sedang dihadapinya, termasuk anak.
Keterbukaan ini akan mengajarkan anak arti sebuah keluarga dan membuatnya menanamkan bahwa keluarga adalah tempat utama untuk berbagi cerita dan segala sesuatu yang membuatnya resah. Kebiasaan baik ini akan membentuk anak menjadi pribadi yang jujur kepada orang tua.
Tidak hanya kepada anak, ayah juga harus menunjukkan rasa kasih sayang kepada ibu, anak-anak lain, serta orang-orang disekitarnya. Sebab, dalam proses perkembangan psikologis anak, ayah harus bertindak adil, artinya mengingatkan jika anak melakukan kesalahan dan mengapresiasi kebaikan atau prestasi yang dilakukan.
Misalnya, ayah dapat mengajak anak jalan-jalan ke kebun binatang atau taman bermain sebagai bentuk apresiasi setelah ia membantu membersihkan rumah seharian. Aktivitas ini sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk memperkuat ikatan antara ayah dengan anak.
Dengan seluruh upaya tersebut, akan tercipta suasana pola asuh demokratis yang penuh kasih sayang dalam keluarga. Hal ini dapat membentuk kepribadian anak yang jujur, percaya diri, dan optimis hingga dewasa kelak.
Nah, kini Anda telah mengetahui dampak negatif ayah yang sering marah terhadap perkembangan psikologis anak. Agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik, mulailah untuk mengontrol emosi saat berhadapan dengan anak. Sehingga, pertumbuhan anak pun optimal, baik dari segi fisik maupun kesehatan mental.
[NP/ RH]