Mendidik anak remaja memang bukan persoalan yang mudah. Pada fase ini, remaja membutuhkan sosok dewasa untuk mendengarkan mereka, membimbing langkah mereka, dan berada di samping mereka. Salah satu hal yang penting dilakukan orang tua dalam masa tersebut adalah terbuka dalam membicarakan topik-topik terkait seksualitas.
Seksualitas bukan hanya tentang hubungan seksual, tetapi juga kesehatan reproduksi. Seorang anak remaja perlu mengetahui dan memahami hal-hal berikut ini:
- Pubertas dan sejumlah perubahan fisik yang terjadi
- Cara menjaga kebersihan alat kelamin mereka
- Infeksi menular seksual
- Masa subur dan risiko kehamilan
- Kiat menjalin hubungan dengan lawan jenis
- Masturbasi
- Pornografi
- Dan sebagainya
Sayangnya, di Indonesia, topik-topik tersebut cenderung dianggap tabu. Sebagian besar orang tua malu untuk membicarakannya kepada anak, atau tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya dengan baik. Yang lainnya merasa bahwa anak akan tahu dengan sendirinya sehingga tak perlu mendiskusikannya lebih jauh.
Tetapi, bagaimana jika anak malah mendapatkan informasi yang salah dari orang yang salah? Bukankah dunia remaja adalah dunia yang serba ingin tahu, dan bagaimana jika mereka tahu lewat jalan yang keliru?
Minimnya pengetahuan seks remaja kini
Data Riskedas RI menunjukkan bahwa hanya ada 25,1 persen remaja yang pernah mendapat penyuluhan kesehatan reproduksi di Indonesia dan 60,6 persen di lingkup Jakarta.
Alhasil, hanya sebanyak 17,1 persen remaja perempuan dan 10,4 persen remaja laki-laki yang mengetahui secara benar mengenai masa subur dan risiko kehamilan, berdasarkan data BKKBN pada 2008. Laporan Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 juga menyatakan hanya 20 persen remaja berusia 15-24 tahun yang mengetahui informasi tentang HIV.
Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja Indonesia belum cukup mengetahui perihal kesehatan reproduksi. Padahal, 28 persen total populasi Indonesia adalah remaja. Inilah mengapa orang tua juga perlu membekali diri dengan fakta-fakta seputar kesehatan reproduksi dan bagaimana cara menyampaikannya kepada anak mereka yang beranjak remaja.
Membicarakan seks kepada remaja
Kunci dalam membicarakan seks kepada anak remaja adalah menjaga komunikasi dengan baik terlebih dulu. Menurut Inez Kristanti, M.Psi, seorang psikolog klinis, kepada KlikDokter, diskusi tentang seks antara anak dan orang tua tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Cara tersebut akan terkesan aneh. Biasakan untuk mengobrol dengan anak dan mendengarkannya sehingga anak merasa nyaman berbagi perasaan, pikiran, dan gagasan mereka.
“Biasakan dulu ngobrol sama anak, tanyakan kesehariannya seperti apa, supaya anak jadi lebih terbuka. Setelah itu, barulah mulai komunikasi hal-hal terkait seksualitas,” kata Inez.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi anak remaja untuk melakukan hal-hal berisiko – seperti berhubungan seks tanpa pengaman, menggunakan obat-obatan, minum-minum, atau merokok – ketika mereka memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua.
Inez mengatakan bahwa pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang tepat harus ramah dan komprehensif. Dalam hal ini orang tua harus menyampaikan risiko sekaligus alternatif atau pilihan-pilihan. Selain itu, orang tua juga tidak boleh menghakimi, tetapi memberi solusi.
Inez juga menuturkan, tidak sedikit orang tua yang khawatir, bagaimana jika setelah diberi informasi tentang pengaman, remaja justru malah melakukan hubungan seksual. Menurutnya di situlah peran orang tua dalam memberikan edukasi tentang seks kepada anak remaja mereka.
“Kita sebagai orang dewasa memberikan pengarahan kepada mereka bagaimana mengambil keputusan-keputusan seksual dan reproduksi secara bertanggung jawab,” kata Inez.
Menolak diskusi apa dampaknya?
Menolak berdiskusi tentang seksualitas kepada anak justru bisa berefek buruk. “Kebanyakan orang yang tetap melakukan hubungan seksual tanpa adanya pengetahuan seksual dan reproduksi yang baik, dia melakukan hubungan seksual dengan cara tidak aman. Pertama, tidak menggunakan pengaman. Yang kedua, tidak memeriksakan diri ke klinik kesehatan seksual dan reproduksi secara rutin,” jelas Inez.
Selain itu, Inez menekankan pentingnya menyampaikan imformasi tentang “abstinence”, istilah dari program pendidikan seksual reproduksi yang meminta orang untuk tidak berhubungan seksual sama sekali.
Menurutnya, dalam pendidikan seksual yang komprehensif, perlu diceritakan kepada remaja tentang abstinence dan kontrasepsi. Jelaskan kepada mereka bahwa untuk seratus persen menghindari infeksi menular seksual dan mencegah kehamilan tidak direncanakan, cara satu-satunya adalah dengan tidak berhubungan seks.
Inez menambahkan, bahwa membicarakan kontrasepsi kepada anak remaja juga tak boleh dilupakan, termasuk risiko-risiko penggunaannya. Menurutnya secara psikologis ketika seseorang diberikan pilihan, ia akan memutuskan secara lebih bijak.
Apabila anak ingin mencari pengetahuan seks lewat internet, tidak masalah asalkan sumbernya tepat. Selain itu, jika remaja mencari informasi dari internet, sebaiknya dicari sumber yang berkompeten seperti dokter atau psikolog. Orang tua juga bisa membelikan buku soal seksualitas untuk remaja mereka. Buku-buku semacam itu, kini sudah banyak tersedia di toko-toko buku.
Sebagai orang tua, wajar jika ada rasa canggung dalam membicarakan seks kepada anak remaja Anda. Tapi pahamilah bahwa orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan anak menuju dewasa. Fase abege ini tak dapat Anda sia-siakan begitu saja. Jadi buang rasa malu tersebut dan berusahalah lebih terbuka dengan anak remaja Anda.
[RVS]