Memberikan waktu anak untuk bermain bersama teman-teman sebayanya merupakan salah satu cara untuk mendukung tumbuh kembang si kecil.
Kendati demikian, bukan berarti orangtua bisa ‘melepas’ anak begitu saja. Orangtua juga tetap perlu mengawasi, apalagi jika terdapat teman-teman sepermainan anak yang sering berkata kasar.
Apabila tidak diawasi, anak mungkin saja akan ikut-ikutan berkata kasar seperti temannya. Anda tentu tidak ingin demikian, bukan?
Lantas, harus bagaimana? Adakah cara untuk mencegah anak berkata kasar? Yuk, cek tips agar anak tak berkata kasar seperti temannya.
Artikel Lainnya: Cara Membentuk Karakter Anak Penuh Kasih Sayang
1. Ajukan Pertanyaan Mengenai Pendapat Anak
Pelajari lebih lanjut tentang perilaku teman-teman anak tanpa menghakimi. Orangtua dapat mengajukan pertanyaan seperti, "Ceritakan tentang temanmu. Apa yang kamu suka dari mereka? Apa yang kamu senang lakukan bersama?”.
Kemudian, Anda bisa juga menanyakan “Apa pendapatmu jika ada teman yang berbicara dengan kata-kata yang kasar?”. Pelajari sudut pandang anak mengenai perilaku teman-temannya tersebut.
Saat Anda mengajukan pertanyaan kepada anak, hindari tindakan yang seakan mencecar atau membuat anak merasa tidak nyaman. Perhatikan pula situasi dan kondisi anak sebelum mulai mengajaknya berdiskusi.
2. Jangan Serta-merta Menyalahkan Temannya
Dijelaskan oleh Gracia Ivonika, M.Psi., Psikolog, jika Anda mendapati kata kasar dari mulut anak, hindari langsung menyalahkan dirinya atau teman-temannya. Lebih baik, cari tahu terlebih dahulu dari mana anak mendapatkan kata-kata kasar tersebut.
“Kata kasar tidak selalu anak dapatkan dari pertemanan. Bisa juga dari lingkungan terdekat, seperti keluarga, media sosial, atau lainnya,” ujar Gracia.
“Atas dasar itu, Jadi, tanyakan dengan lembut dari mana anak mengetahui kata-kata itu,” ucap Gracia.
Jika anak terlanjur sering melontarkan kata kasar dan hal itu tidak sesuai dengan nilai yang ingin ditanamkan orangtua, fokuslah untuk mengoreksinya.
Hindari menyalahkan anak, karena malah bisa membuatnya semakin tak segan untuk melontarkan kata kasar.
3. Jadilah Contoh yang Baik
Untuk mencegah anak bertutur kata tidak sopan, orangtua perlu menjadi contoh yang baik sejak dini.
Ajarkan anak untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang baik dan sopan. Orangtua perlu memberikan contoh agar anak tidak sungkan mengikutinya.
“Untuk anak yang lebih besar, boleh diajak diskusi lebih mendalam tentang dampak buruk berkata kasar bagi diri sendiri maupun orang lain,” saran Gracia.
4. Hidari Menaruh Perhatian pada Kata-Kata Kasar dari Mulut Anak
Hindari menaruh perhatian lebih pada kata-kata kasar yang diucapkan anak. Sebaliknya, berikan afirmasi dan respons baik pada setiap kata-kata atau kalimat sopan yang diucapkan anak.
Hal itu bertujuan agar anak belajar bahwa mengucapkan kata-kata yang baik dan sopan akan membuatnya lebih dihargai.
Artikel Lainnya: Efektif dan Efisien, Ini Cara Mengasuh Anak untuk Ibu Bekerja
5. Jangan Langsung Membatasi Pertemanan Anak
Menurut Gracia, orangtua sebaiknya tidak langsung membatasi ruang pertemanan anak. Hal ini khususnya jika anak belum sepenuhnya paham mengapa ia tidak boleh lagi bermain dengan teman-temannya.
Sebaiknya, kuatkan faktor internal anak. Tanamkan nilai baik dan ajak anak berdiskusi untuk memahami hal yang menjadi perhatian orangtua. Beritahukan juga mengapa kata-kata kasar itu tidak baik untuk ditiru.
“Diskusikan secara terbuka dan santai, agar anak bersedia mendengarkan serta memprosesnya dengan baik,” kata Gracia.
“Berilah juga kesempatan kepada anak untuk belajar memilah hal baik yang perlu dicontoh, dan hal buruk yang perlu dijauhi,” lanjutnya.
Apabila Anda membutuhkan bantuan atau tuntunan dari psikolog terkait cara mencegah atau mengatasi anak berkata kasar, tak perlu ragu untuk berkonsultasi lebih lanjut melalui LiveChat 24 jam atau aplikasi KlikDokter.
(NB/JKT)
Referensi
Very Well. Diakses 2022. What to Do If You Don’t Like Your Child’s Friend
Better Health. Diakses 2022. Discipline and children
What to Expect. Diakses 2022. When Your Child's Friend Is a Bad Influence
Ditinjau oleh Gracia Ivonika, M.Psi., Psikolog