Media sosial telah menjadi platform yang sangat berpengaruh dalam menciptakan dan menyebarkan tren-tren baru dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia parenting.
Salah satu tren yang baru-baru ini viral di TikTok adalah istilah "Sad Beige Mom" dan "Sad Beige Baby." Istilah ini menggambarkan gaya pengasuhan dan estetika yang menggunakan warna-warna netral dan lembut seperti beige, krem, dan putih.
Tren ini memicu banyak perbincangan dan kontroversi mengenai pilihan warna dan dampaknya terhadap perkembangan anak.
Bersama dr. Atika, kita akan membahas secara rinci tentang apa yang dimaksud dengan "Sad Beige Mom" dan "Sad Beige Baby," serta mengapa tren ini menarik perhatian banyak orang.
Artikel lainnya: Kaitan antara Warna dan Emosi Anak
Pengertian Sad Beige Mom dan Sad Beige Baby
Sad beige mom
Sad beige mom adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ibu-ibu yang memilih gaya pengasuhan dengan estetika minimalis dan warna-warna netral dalam segala aspek kehidupan anak mereka.
Konsep ini meliputi pilihan dekorasi kamar bayi, pakaian, mainan, dan bahkan perlengkapan anak lainnya yang didominasi oleh warna-warna seperti beige, krem, abu-abu, dan putih.
Sad beige baby
Sad beige baby adalah istilah yang menggambarkan bayi yang segala sesuatunya mulai dari pakaian, mainan, hingga dekorasi kamar didominasi oleh warna-warna netral seperti beige, krem, dan putih.
Konsep ini berasal dari pilihan estetika orang tua, khususnya ibu, yang ingin menciptakan lingkungan yang tenang dan harmonis untuk bayi mereka.
Alasan di Balik Pilihan Warna Netral
Tanpa bermaksud menghakimi, sebenarnya apa sih alasan mereka memilih menggunakan warna warna tersebut
1. Estetika minimalis
Banyak ibu yang mengadopsi estetika minimalis karena dianggap lebih elegan dan menenangkan. Warna-warna netral seperti beige menciptakan suasana yang tenang dan tidak berlebihan. Selain itu, dekorasi dan pakaian yang minimalis sering kali dianggap lebih modern dan chic.
2. Gender-neutral
Warna-warna netral sering kali dipilih karena mereka tidak terkait dengan stereotip gender tertentu.
Ibu-ibu yang ingin menghindari stereotip gender tradisional mungkin memilih palet warna netral untuk memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk mengeksplorasi identitas mereka tanpa tekanan sosial.
3. Kemudahan dalam kombinasi
Warna-warna netral lebih mudah untuk dicocokkan dengan berbagai dekorasi dan pakaian lainnya. Ini membuat ibu-ibu dapat dengan mudah menciptakan tampilan yang konsisten dan harmonis tanpa harus khawatir tentang warna yang tidak cocok.
Artikel lainnya: Tahapan Perkembangan Penglihatan Bayi Usia 0-12 Bulan
Kritik terhadap Sad Beige Mom dan Sad Beige Baby
Meskipun ada banyak alasan praktis dan estetis di balik pilihan warna netral, konsep "Sad Beige Mom" dan “Sad Beige Baby” juga menerima kritik. Beberapa kritik yang sering dilontarkan termasuk:
1. Kurangnya stimulasi visual
Anak-anak, terutama bayi, membutuhkan stimulasi visual yang beragam untuk perkembangan sensorik mereka.
Warna-warna cerah dan kontras tinggi penting untuk merangsang perkembangan visual dan kognitif. Dekorasi dan pakaian yang serba beige dianggap kurang memberikan stimulasi yang dibutuhkan.
2. Monoton dan membosankan
Penggunaan warna-warna netral secara berlebihan dapat menciptakan lingkungan yang monoton dan membosankan. Kritikus berpendapat bahwa warna-warna cerah dapat meningkatkan suasana hati dan membuat lingkungan lebih hidup dan menyenangkan untuk anak-anak.
3. Tren sosial dan media
Beberapa orang melihat tren ini sebagai hasil dari tekanan sosial dan media untuk menciptakan citra yang "sempurna" di media sosial. Ibu-ibu mungkin merasa terdorong untuk mengikuti estetika tertentu demi mendapatkan pengakuan dan apresiasi di platform seperti Instagram dan TikTok.
Dampak Terhadap Perkembangan Anak
Ternyata penggunaan warna warna netral memiliki dampak terhadap perkembangan anak, lho. Yuk, kita cari tahu apa saja:
1. Stimulasi sensorik
Penelitian menunjukkan bahwa bayi dan anak-anak memerlukan berbagai macam rangsangan sensorik untuk perkembangan optimal.
Warna-warna cerah dan kontras tinggi dapat membantu merangsang perkembangan visual bayi, sementara tekstur dan bentuk yang beragam dapat merangsang perkembangan sensorik lainnya.
2. Perkembangan emosional
Lingkungan yang berwarna-warni dan hidup dapat membantu dalam perkembangan emosional anak. Warna-warna cerah sering kali dikaitkan dengan kebahagiaan dan energi, yang dapat berkontribusi pada suasana hati yang positif dan perasaan aman bagi anak.
3. Interaksi sosial
Warna dan dekorasi juga dapat mempengaruhi interaksi sosial anak. Lingkungan yang menarik dan merangsang dapat mendorong eksplorasi dan interaksi, yang penting untuk perkembangan sosial dan kognitif anak.
Artikel lainnya: Memilih Warna yang Tepat untuk Kamar Anak
Istilah "Sad Beige Mom" dan "Sad Beige Baby" menggambarkan tren estetika minimalis dengan warna-warna netral yang telah menjadi viral di TikTok dan media sosial lainnya.
Meskipun ada alasan praktis dan estetis di balik pilihan ini, seperti estetika yang konsisten, fleksibilitas, dan keinginan untuk menghindari stereotip gender, ada juga kritik yang signifikan.
Kritik utama adalah kurangnya stimulasi visual yang penting untuk perkembangan bayi, serta tekanan sosial yang mungkin dirasakan oleh orang tua untuk mengikuti tren ini.
Pada akhirnya, penting bagi orang tua untuk menemukan keseimbangan antara menciptakan lingkungan yang estetis dan memenuhi kebutuhan perkembangan anak mereka.
Jangan lupa untuk selalu #JagaSehatmu ya. Untuk lebih banyak pembahasan mengenai kesehatan pribadi, keluarga, parenting, kehamilan, hingga hewan peliharaan, unduh aplikasi KlikDokter atau pilih langsung topik kesehatannya.
- Tadić, V., & Pring, L. (2011). Social and sensory characteristics of children with autism. Journal of Intellectual Disability Research, 55(6), 520-528.
- Fantz, R. L. (1963). Pattern vision in newborn infants. Science, 140(3564), 296-297.
- Cassia, V. M., Simion, F., & Umiltà, C. (2001). Face preference at birth. Journal of Experimental Psychology: Human Perception and Performance, 27(4), 1017.
- Pellicano, E., & Burr, D. (2012). When the world becomes ‘too real’: a Bayesian explanation of autistic perception. Trends in Cognitive Sciences, 16(10), 504-510.
- Field, T. (2010). Stimulation of preterm infants. Pediatrics, 86(3), 297-302.
- Johnson, S. P., & Morton, J. (1991). Biology and cognitive development: The case of face recognition. Blackwell Publishing.
- Leekam, S. R., Prior, M. R., & Uljarevic, M. (2011). Restricted and repetitive behaviors in autism spectrum disorders: A review of research in the last decade. Psychological Bulletin, 137(4), 562-593.
- Volkmar, F. R., & Klin, A. (2005). Issues in the classification of autism and related conditions. In Handbook of Autism and Pervasive Developmental Disorders (pp. 5-41). Wiley.
- Schreuder, D. (2019). The Influence of Social Media on Parenting Choices: The Case of Minimalist Baby Gear. Journal of Family and Consumer Sciences, 111(4), 30-37.
- Mayer, M. (2015). The Modern Aesthetic: How Social Media Shapes Our Perception of Home Decor and Child Rearing Practices. Journal of Cultural Studies, 29(2), 45-58.