Obesitas pada anak tidak bisa disepelekan begitu saja. Berdasarkan data yang dipaparkan WHO pada 2016 silam, secara global kurang lebih ada 41 juta anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami obesitas. Selain lingkungan rumah, sekolah dapat menjadi tempat yang baik untuk melakukan intervensi obesitas pada anak. Pendekatan apa yang dapat digunakan oleh sekolah?
Dalam sebuah studi yang dilansir Verywell Health, para peneliti menemukan bahwa anak laki-laki yang berpartisipasi dalam olahraga di sekolah memiliki indeks massa tubuh 0,55 lebih rendah daripada teman sebaya mereka. Hal ini sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh sebuah tinjauan literatur, yang dimuat di International Journal of Environmental Research and Public Health pada 2014 silam.
Tinjauan literatur tersebut mendalami berbagai penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat dan negara lainnya. Di dalamnya, para peneliti mengatakan bahwa intervensi sehat di sekolah terkait dengan perubahan positif pada indeks massa tubuh anak, tingkat aktivitas fisik, dan perbaikan dalam perilaku makan. Strategi-strategi umum yang dilakukan pihak sekolah untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain permainan edukatif, kelas memasak, dan memperkenalkan lebih banyak aktivitas fisik.
Membenahi pola makan
Baru-baru ini, Lembaga Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengeluarkan pedoman untuk mempromosikan pola makan sehat dan aktivitas fisik di sekolah. Tujuannya adalah untuk mencegah obesitas serta penyakit kronis yang membahayakan lainnya.
Beberapa pedoman yang dicanangkan oleh CDC, antara lain mengatur dan mengevaluasi praktik pola makan sehat dan aktivitas fisik, menyediakan akses terhadap makanan sehat dan kesempatan untuk beraktivitas fisik, mengampanyekan tentang body image yang sehat di antara murid dan guru, serta menyediakan seorang ahli yang dapat menjadi tempat konsultasi murid seputar kesehatan fisik, kesehatan mental, dan nutrisi.
Lebih lanjut, United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan standar nutrisi baru untuk anak-anak sekolah di Amerika Serikat. Mereka menyampaikan bahwa anak-anak harus dipastikan mendapatkan akses buah dan sayur, makanan kaya gandum utuh, dan susu rendah lemak atau tanpa lemak setiap harinya. Termasuk juga, makanan yang rendah lemak jenuh, lemak trans, sodium, dan kalori.
Membuat perubahan ini diharapkan dapat membantu mengontrol berat badan anak. Sebuah penelitian menemukan, anak-anak sekolah dasar yang sekolahnya tidak menyediakan kentang goreng dalam menu mengonsumsi 43 kalori lebih rendah per hari. Sementara anak sekolah menengah atas yang sekolahnya tidak menyediakan minuman manis mengonsumsi 41 kalori lebih rendah per hari.
Memberi kesempatan kepada anak untuk beraktivitas fisik
Ketika sebuah sekolah meningkatkan program yang berhubungan dengan aktivitas fisik, hal tersebut juga bisa membuat perubahan signifikan.
Sebuah studi yang melibatkan anak-anak overweight, para peneliti dari University of Wisconsin memasukkan anak-anak tersebut ke kelas kebugaran selama 9 bulan. Kelas kebugaran tersebut dibagi menjadi kelas lifestyle, fitness, dan standar.
Setelah program selesai, anak-anak yang terlibat di kelas fitness kehilangan banyak lemak tubuh, memiliki kesehatan kardiovaskular yang baik, serta terdapat perbaikan dalam kadar insulin puasa dibanding anak-anak dari kelas lainnya.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Indonesia masih memiliki pekerjaan besar dalam hal intervensi sehat di sekolah. Dikutip dari situs web Depkes, data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa anak-anak usia 10-14 tahun kurang makan sayur dan buah, serta sering mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan yang berpenyedap dan makanan cepat saji. Hal ini menyebabkan tingginya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit tidak menular lainnya.
Data Global School Health Survey (GSHS) 2015 juga menunjukkan bahwa anak usia sekolah 22,2% pernah merokok, 11,6% saat ini masih merokok, 4,4% pernah mengonsumsi alkohol.
Untuk meningkatkan kondisi kesehatan di lingkungan sekolah, pemerintah melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) yang mampu menjangkau seluruh peserta didik di Indonesia. Program UKS mencakup antara lain kegiatan aktivitas fisik, sarapan dengan menu sehat, menerapkan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), dan pembinaan kantin sekolah.
Lewat koordinasi yang baik antara orang tua dan pihak sekolah, menerapkan intervensi obesitas pada anak tidaklah mustahil. Selain lingkungan rumah, sekolah sebagai tempat anak banyak menghabiskan waktu perlu lebih mendengungkan gaya hidup sehat dalam kurikulum mereka. Tentunya, hal ini tak dapat luput dari peran pemerintah. Dengan demikian, masalah berat badan yang mengganggu kinerja anak di sekolah dapat terhindarkan.
[RS/ RVS]