Tips Parenting

Sering Bilang “Do Your Best” pada Anak? Waspada, Ini Efek Negatifnya

Ayu Maharani, 08 Jan 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Kalimat “do your best” sering dianggap motivasi. Namun, jika terlalu sering diucapkan pada anak, kata-kata tersebut malah bisa menyebabkan dampak buruk, lho!

Sering Bilang “Do Your Best” pada Anak? Waspada, Ini Efek Negatifnya

Saat lomba, ujian, pentas, atau sekadar membuat kerajinan tangan, orangtua kerap mengatakan “do your best” kepada anak mereka.

Ya, itu memang termasuk kalimat dan kata motivasi untuk anak agar ia tak mudah menyerah sekaligus bisa menghasilkan “sesuatu”. Tapi, tahukah Anda bahwa kalimat tersebut juga bisa berbahaya dan tergolong toxic positivity?

 

1 dari 3

Kenapa Do Your Best Jadi Dianggap Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah pikiran serta ucapan yang terdengar baik dan positif, tetapi sebenarnya malah bisa menambah beban pikiran dan membuat seseorang sakit hati.

Anggapan “do your best” berpotensi menjadi toxic positivity datang dari seorang psikolog klinis dan penulis buku-buku pola asuh bernama Eileen Kennedy-Moore, Ph.D.

“Ketika anak-anak yang mudah cemas dan perfeksionis mendengar kalimat tersebut, mereka akan membayangkan hal yang sesempurna mungkin,” kata Kennedy-Moore, dilansir dari Psychology Today.

“Mereka akan melakukan segala cara dan upaya untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Ketika mereka gagal untuk mencapainya, anak-anak akan sangat terpuruk,” tambahnya.

Tidak berhenti di situ, terlalu sering mengatakan “do your best” kepada anak juga bisa membuatnya tidak bisa menentukan prioritas.

Anak akan menganggap semua tugas harus, wajib, dan mesti membutuhkan upaya penuh. Padahal, menurut Kennedy-Moore, tidak setiap tugas membutuhkan upaya maksimal, lho.

Artikel Lainnya: Tips Membuat Anak yang Tak Pintar secara Akademis Berprestasi

2 dari 3

Anak Tertekan dan Kurang Dihargai Akibat Terlalu Dimotivasi

Gracia Ivonika, M. Psi., Psikolog berpendapat, memberikan kalimat motivasi “do your best” kepada anak sebenarnya tidak salah.

Hal ini semacam pengingat kepada anak bahwa apa yang menjadi tanggung jawabnya sekarang, walaupun sulit, memang harus dilakukan dengan upaya yang dimiliki.

“Sayangnya, ‘best’ bisa dimaknai anak secara berbeda. Contohnya, anak mungkin berusaha menakar yang ‘terbaik’ itu seperti apa. Atau, sejauh mana ‘terbaik’ yang orangtua maksudkan?,” tutur Gracia.

Anak juga akan mengevaluasi kembali dari pengalamannya. Misalnya, anak sudah merasa berusaha yang terbaik dan mendapatkan nilai mata pelajaran dengan rata-rata 80.

Saat bilang ke orang lain, termasuk orangtuanya sendiri, respons yang diterima anak tidak cukup menggambarkan apresiasi.

“Pengalaman semacam itu dapat mengarahkan pada pemaknaan bahwa yang terbaik menurut si anak ternyata belum cukup di mata orang lain. Akhirnya, standar mungkin terus ditinggikan dan anak tertekan,” ucap Gracia.

“Kurangnya apresiasi dari lingkungan dapat berkontribusi terhadap masalah psikologis pada anak, seperti kurang percaya diri, atau berperilaku secara obsesif dan perfeksionis yang berlebihan, atau maladaptif,” tambah Gracia.

Orangtua juga perlu terus mengingatkan diri sendiri bahwa anak seharusnya diarahkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kemampuan dan kepuasannya; bukan hanya sekadar memenuhi ekspektasi orangtua.

Kalimat “do your best” dapat dimaknai dengan benar dan bukan menjadi toxic positivity apabila anak mengerti betul maksudnya.

Pesan yang dimaksud ialah, lakukanlah apa yang dibisa sesuai kemampuan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.

Tak melulu soal hasil yang sempurna, orangtua juga mesti memperhitungkan usaha dan proses untuk mencapai hasil yang sudah didapat.

Dengan begitu, anak bisa belajar mencintai dirinya sendiri tanpa menjadi pribadi yang pemalas atau mudah menyerah.

Artikel Lainnya: Inilah Beban yang Diemban oleh Anak Juara Kelas

 

3 dari 3

Alternatif Kalimat atau Kata Motivasi untuk Anak selain Do Your Best

Selesai sering dianggap lebih penting daripada sempurna. Perfeksionisme mempersulit penyelesaian tugas, karena selalu ada salah yang harus diperbaiki meski sebenarnya tidak krusial.

“Sebagai orang dewasa, Anda mungkin telah mempelajari fakta penting. Saat menghadapi banyak tugas, menyelesaikan jauh lebih penting daripada sempurna. Konsep ini penting dipelajari anak-anak” kata Kennedy-Moore.

Artikel Lainnya: Sikap Orang Tua yang Bisa Merusak Anak

“Stres akan berkurang jika kita memiliki satu tugas yang selesai sepenuhnya, daripada dua tugas yang masih setengah-setengah,” jelasnya.

Anak mungkin akan merasa cemas, karena melepaskan tugas yang tidak sempurna. Di saat-saat tertentu, hal ini perlu dilakukan agar anak dapat melihat bahwa dunia tidak akan berakhir apabila hal yang dilakukannya tidak sempurna.

Bahaya toxic positivity pada kehidupan seseorang tidak main-main, lho. Jadi, ketimbang keseringan mengatakan “do your best”, lebih baik katakan: “selesaikan apa yang kamu mulai dengan baik; sesuai dengan kemampuanmu”.

Dengan demikian, anak jadi tahu seberapa besar kemampuannya, sejauh mana batasannya, dan bahkan menjadi lebih produktif karena bisa menyelesaikan tugasnya.

Jika ingin tetap menyematkan “do your best” sebagai kalimat atau kata motivasi untuk anak, Anda tetap dapat melakukannya asalkan dengan beberapa syarat.

“Bisa dilengkapi juga dengan bentuk dukungan dan apresiasi yang sesuai. Bagaimanapun hasilnya, hargai dulu usaha anak untuk memberikan validasi atas usahanya. Bila memang ada ada yang perlu dikembangkan, bantu anak untuk mengevaluasi,” saran Gracia.

Kini, Anda sudah tahu bahaya di balik keseringan mengatakan “do your best” kepada anak tanpa apresiasi yang cukup. Kondisi seperti itu bisa menciptakan toxic positivity serta mengubah pola pikir dan perilaku anak ke depannya.

Jika butuh saran dan bantuan lebih lanjut terkait pola asuh atau tumbuh kembang anak, Anda bisa kepada psikolog maupun dokter melalui LiveChat 24 jam atau di aplikasi Klikdokter.

(NB/AYU)

pola asuh