Hemofilia dapat menyebabkan penderitanya mengalami perdarahan yang sulit berhenti. Gangguan pembekuan darah ini juga membuat penderitanya lebih mudah mimisan ataupun terluka akibat operasi maupun cedera.
Selain itu, orang dengan hemofilia rentan mengalami memar, serta nyeri dan bengkak yang menjangkiti sendi lutut atau siku.
Mengapa hal ini terjadi? Gangguan pembekuan darah pada pengidap hemofilia dipicu oleh mutasi gen yang berperan menginstruksikan hati memproduksi faktor koagulasi alias faktor pembekuan darah.
Faktor koagulasi adalah protein dalam plasma darah yang berperan penting dalam reaksi pembekuan darah. Tubuh manusia mengandung 13 macam faktor koagulasi. Dalam kasus hemofilia, perubahan materi genetik mengurangi kandungan faktor pembekuan darah VIII (delapan) atau IX (sembilan).
Kondisi tersebut menyebabkan darah sulit membeku serta perdarahan berlangsung lebih lama. Salah satu faktor yang meningkatkan risiko gangguan pembekuan darah ini adalah memiliki orangtua penderita hemofilia.
Bagaimana hemofilia genetik bisa diwariskan orangtua kepada anaknya? Simak terus penjelasan di bawah ini.
Artikel Lainnya: Bahaya Komplikasi Hemofilia yang Harus Anda Waspadai
Hemofilia Bisa Diwariskan dari Orangtua
Gen yang menginstruksikan hati untuk memproduksi faktor pembekuan darah terletak pada kromosom X alias autosom. Ini merupakan salah satu jenis kromosom yang berperan penting dalam penentuan jenis kelamin manusia.
Disampaikan dr. Devia Irine Putri, mutasi gen pada kromosom X inilah yang jadi penyebab genetik pada hemofilia. Sehingga, gangguan pembekuan darah ini dapat diwariskan oleh orangtua kepada anaknya.
Laki-laki memiliki kromosom XY, yang terdiri atas satu kromosom X dan satu kromosom Y. Sementara, perempuan memiliki dua kromosom X (XX).
Laki-laki akan mewarisi kromosom X dari ibu, sementara kromosom Y diperoleh dari ayah. Adapun perempuan mewarisi dua kromosom X, masing-masing dari ayah dan ibu.
Karena memiliki dua kromosom X, perempuan keturunan pengidap hemofilia, jarang mengembangkan gangguan pembekuan darah serupa.
Artikel Lainnya: Mengenal Prosedur Pemeriksaan Hemofilia
Pasalnya, kromosom X dapat memengaruhi satu dan lainnya. Dalam kasus ini, salah satu kromosom X menonaktifkan kromosom X lain dengan kandungan gen yang bermutasi dan memicu hemofilia.
Meski begitu, wanita dengan satu kromosom X tersebut tetap berisiko mengalami gejala perdarahan. Selain itu, wanita dengan satu kromosom X yang tidak mengembangkan gangguan pembekuan darah, juga bisa berperan sebagai pembawa (carrier) hemofilia.
Akibatnya, anak-anaknya kelak memiliki risiko mengembangkan gangguan pembekuan darah bawaan.
Adapun laki-laki keturunan penderita hemofilia pasti akan mengembangkan gangguan pembekuan darah serupa. Hal ini dikarenakan mereka mewarisi satu kromosom X dengan kandungan gen pemicu hemofilia. Sementara, kromosom Y tidak memengaruhi perkembangan gen tersebut.
Risiko hemofilia semakin besar jika individu keturunan hemofilia genetik memiliki kandungan faktor pembekuan VIII atau IX yang semakin rendah.
Dalam kasus yang jarang terjadi, gejala hemofilia baru berkembang ketika individu tersebut sudah berusia lanjut. Sementara pada wanita, hemofilia berkembang ketika menghadapi tahap akhir kehamilan ataupun setelah persalinan.
Artikel Lainnya: Sederet Penyakit Langka Bagi Anak Hasil Pernikahan Sedarah
Bisakah Hemofilia Dialami Orang yang Tidak Punya Riwayat Keturunan?
Kendati hemofilia umumnya diwariskan secara genetik, gangguan pembekuan darah ini dapat pula dialami orang yang sama sekali tidak memiliki riwayat keturunan pengidap hemofilia.
Kondisi ini dinamakan sebagai acquired hemophilia (AH), yaitu kelainan autoimun langka yang menyebabkan perdarahan terus menerus pada individu yang tidak punya riwayat keturunan penderita gangguan pembekuan darah.
Acquired hemophilia terjadi karena sistem kekebalan memproduksi antibodi inhibitor yang menyerang faktor pembekuan VIII.
Terdapat sejumlah kondisi medis yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengembangkan acquired hemophilia, antara lain:
- Mengidap gangguan imun, seperti tiroiditis autoimun, sindrom Sjogren, dan lupus eritematosus sistemik (SLE)
- Terjangkit tumor padat, leukemia, ataupun keganasan lainnya
- Terinfeksi hepatitis B atau hepatitis C akut
- Punya gangguan kulit seperti pemfigus, psoriasis, dan epidermolisis bulosa
- Mengalami perdarahan abnormal setelah melahirkan (obstetrik)
- Efek samping antibiotik interferon, amiodarone, beta-laktam, fludarabine, sunitinib, rivastigmine, dan metildopa
Itu dia seluk beluk hemofilia genetik. Jika ingin tanya lebih lanjut seputar info kesehatan lainnya, konsultasi ke dokter via Live Chat. Jangan lupa untuk #JagaSehatmu selalu, ya!
(OV/NM)
Referensi:
- CDC. Diakses 2022. What is Hemophilia?
- NORD. Diakses 2022. Acquired Hemophilia.
Ditinjau oleh dr. Devia Irine Putri