Saat musim hujan tiba, fogging merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan di berbagai daerah, terutama pemukiman dan sekolah. Merupakan teknik pengendalian vektor penyakit, khususnya nyamuk, dengan menggunakan racun serangga.
Mesin fogging akan memompa dan melepaskan racun serangga tersebut dengan cara disemprotkan. Sekilas membaca, fogging tampak seperti teknik yang berbahaya.
Bagaimana tidak? Membiarkan rumah disemprot racun serangga yang tentunya dapat melekat di perabot dan bertahan di udara dalam waktu yang tidak sebentar.
Oleh sebab itu, wajar jika ada pertanyaan apakah teknik ini aman untuk kesehatan? Sebelum khawatir tanpa alasan, mari simak fakta fogging berikut ini.
Artikel Lainnya: Kiat Lindungi Bayi dari Serangan Demam Berdarah
1. Mengapa Dilakukan Fogging?
Penyakit demam berdarah dengue atau DBD masih sering ditemukan di Indonesia. Vektor utama penularan penyakit ini adalah nyamuk spesifik Aedes aegypti, nyamuk yang memiliki siklus hidup yang dapat bertahan di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Aedes aegypti betina dapat bertelur di tempat basah mana saja, meski sangat kecil. Mereka dapat ditemukan di tumpukan sampah di perkotaan, ataupun genangan air di pedesaan.
Telurnya juga dapat bertahan di tempat yang kering dalam jangka waktu yang panjang. Bahkan, hingga satu tahun dan menetas saat terendam kembali dalam air.
Walau bukan metode pencegahan utama, fogging adalah salah satu cara yang masih dinilai efektif untuk membunuh nyamuk Aedes aegypti dewasa.
Tujuan fogging adalah untuk membunuh sebagian besar nyamuk yang infektif dengan cepat. Di samping memutus rantai penularan, juga menekan jumlah nyamuk agar risiko penyakit DBD juga menurun.
2. Kapan dan Di Mana Dilakukan Fogging?
Menurut Kemenkes, kegiatan pengendalian vektor dengan cara ini diinisiasi saat ada laporan penderita DBD yang masuk ke rumah sakit atau Puskesmas.
Petugas kemudian akan melakukan penyelidikan epidemiologi di sekitar lingkungan penderita DBD terlapor. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada penderita DBD lainnya atau penderita demam dalam kurun waktu yang mendekati.
Petugas juga akan memeriksa adakah jentik di tempat-tempat penampungan air, baik di dalam maupun luar rumah, dalam radius 100 meter dari lokasi tinggal penderita.
Jika ditemukan penderita DBD lainnya atau ditemukan tiga atau lebih orang yang dicurigai menderita DBD serta jentik sebanyak ≥ 5 persen dari lokasi yang diperiksa, akan dilakukan serangkaian penggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD. Salah satunya pelaksanaan fogging.
Kemudian, akan dilakukan mencakup area yang sedikitnya berjarak 200 meter dalam radius rumah yang terindikasi lokasi dengue. Sasarannya adalah semua ruangan, baik dalam maupun di luar bangunan, karena objeknya adalah nyamuk yang terbang.
Artikel Lainnya: Amankah Usir Nyamuk Demam Berdarah dengan Semprotan Serangga?
3. Bagaimana Frekuensi Pelaksanaan Fogging?
Fogging biasanya diulang sekitar 2 kali, yaitu ketika ada anggota lingkungan yang mengalami DBD seperti kriteria di atas dan diulang 1 minggu setelah fogging pertama.
Biasanya, dilakukan pada pagi hari atau sore hari, karena pada waktu tersebut nyamuk Aedes aegypti sedang aktif. Jadi, pelaksanaan fogging pun akan lebih efektif.
4. Apa Bahan yang Digunakan saat Fogging?
Terdapat berbagai opsi racun kimiawi yang digunakan dalam teknik pengabutan nyamuk ini. Setidaknya 10 bahan kimia berbeda digunakan di berbagai belahan dunia, seperti pyrethroid, piperonyl butoxide (PBO), S-Bioallethrin, malathion, dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri, jenis insektisida yang digunakan diatur dalam panduan pengendalian vektor yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Di antaranya, malathion, pirimiphos-methyl, cypermethrin, dan alphacypermethrin.
Sementara itu, insektisida yang digunakan untuk mengendalikan larva atau jentik nyamuk vektor DBD adalah temephos dan pyriproxyfen.
5. Apakah Fogging Berbahaya bagi Manusia?
Pada paparan yang singkat dan tidak sering, teknik pengabutan ini tidak memberikan efek negatif pada kesehatan yang serius. Namun, jika terpapar terus-menerus, dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan dan kulit.
Setelah fogging selesai, sebaiknya Anda jangan langsung masuk ke rumah. Tunggu beberapa saat hingga kabut reda, lalu masuklah ke dalam rumah dengan berhati-hati. Perhatikan pula apakah masih ada kabut yang tersisa.
Lantai rumah biasanya akan menjadi licin pasca pengabutan akibat kandungan minyak pada insektisida. Anda dapat membersihkan rumah dan perabot dengan saksama agar tidak ada residu yang tertinggal.
Artikel Lainnya: Semprot Disinfektan dengan Cara Fogging, Tepat atau Salah?
6. Adakah Cara yang Lebih Baik dari Fogging?
Portal berita milik Kemenkes RI menyatakan bahwa fogging bukan strategi yang utama dalam menghalau DBD. Pencegahan terbaiknya adalah dengan menjaga kebersihan dan menghilangkan jentik nyamuk.
Dikhawatirkan pula akan terjadi resistensi nyamuk terhadap insektisida jika dilakukan pengabutan terus-menerus. Jadi, untuk menghindari serangan DBD, disarankan agar setiap warga melakukan 3M plus yang sebenarnya sangat sederhana.
Anda tentu telah mengenal 3M. Pertama, menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan penampungan air, seperti bak mandi, ember, dan lain-lain.
Kedua, menutup rapat tempat-tempat yang dapat menampung air, seperti kendi, vas, toren air, dan lain-lain. Dan ketiga, mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Rangkaian ini kemudian ditambahkan dengan “plus”, yaitu bentuk kegiatan pencegahan lain, seperti menaburkan bubuk abate di tempat penampungan air, menggunakan obat antinyamuk, menggunakan kelambu, memelihara ikan pemangsa jentik, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu cara pemberantasan nyamuk penyebab demam berdarah dan cenderung aman bagi kesehatan. Namun, tetap saja ini bukan pencegahan yang utama dan satu-satunya.
Mari menjadi bagian dari kesehatan komunitas dengan menjaga kebersihan lingkungan dan peduli kepada sekitar. Jangan biarkan sampah menumpuk, serta beri perhatian ekstra pada kebersihan lingkungan.
Anda juga bisa berkonsultasi terkait pencegahan demam berdarah lewat fitur LiveChat 24 jam di aplikasi KlikDokter.
(PUT/AYU)