Apakah Anda pernah mendengar tentang LASIK? Atau, Anda sendiri pernah menjalani jenis terapi ini? Ya, akronim dari laser in-situ keratomileusis itu adalah tindakan operasi yang bertujuan untuk mengatasi gangguan refraksi pada mata.
Apa itu gangguan refraksi? Ini adalah keadaan yang terjadi saat retina mata tidak dapat “menangkap” bayangan dengan tepat. Gangguan refraksi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia) maupun silinder (astigmatisme). Masing-masing gangguan bisa diatasi dengan LASIK, meski harus melalui prosedur yang berbeda.
Persiapan sebelum tindakan LASIK
Terdapat berbagai rangkaian pemeriksaan dan tindakan yang harus dilakukan oleh pasien sebelum LASIK, di antaranya:
-
Penggunaan lensa kontak harus dihentikan
Bagi para pengguna lensa kontak, penggunaannya harus dihentikan minimal 3–5 hari sebelum tindakan LASIK dilakukan.
-
Memastikan gangguan refraksi
Ini dilakukan untuk memastikan jenis gangguan refraksi yang dialami dan seberapa parah gangguan tersebut, dengan tujuan untuk menentukan jenis tindakan LASIK yang akan dilakukan nantinya.
-
Pemeriksaan topografi kornea
Pemeriksaan topografi kornea bertujuan untuk menilai apakah terdapat gangguan bentuk kornea, seperti keratokonus dan astigmatisme irregular. Hal ini dilakukan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi setelah tindakan operasi, seperti ektasia atau penipisan kornea usai tindakan LASIK.
-
Ultrasonic pachymetry
Ultrasonic pachymetry dibutuhkan untuk menentukan ketebalan kornea pasien sebelum tindakan LASIK. Menilai ketebalan kornea bertujuan untuk membuat flap dan ablasi kornea. Selain itu, tindakan ini juga bertujuan untuk menilai ketebalan kornea yang cukup untuk mencegah terjadinya ektasia kornea.
Berdasarkan rekomendasi untuk dapat dilakukan tindakan LASIK, seseorang harus memiliki ketebalan kornea minimal 250 μm.
Setelah LASIK, tak perlu kacamata?
Mayoritas orang yang telah menjalani tindakan LASIK tidak perlu menggunakan kacamata untuk melihat jauh. Namun pada beberapa kasus, tak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut tetap perlu memakai kacamata. Hal ini dipengaruhi oleh jenis gangguan refraksi serta derajat keparahannya, jenis teknologi yang digunakan pada LASIK, dan usia pasien.
-
Jenis gangguan refraksi dan derajat keparahannya
Sebelum melakukan tindakan LASIK, seseorang harus memiliki ukuran refraksi yang stabil alias tidak terjadi perubahan pada ukuran kacamata selama 12 bulan terakhir. Keadaan ini umumnya terjadi pada usia 20 tahun atau lebih.
-
Jenis teknologi LASIK
Setiap alat yang digunakan untuk LASIK memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini turut memengaruhi hasil akhir yang dirasakan oleh pasien setelah menjalani LASIK.
-
Usia
Pasien yang menjalani tindakan LASIK saat kondisi refraksi belum stabil berisiko mengalami perubahan penglihatan pada kisaran usia 40 tahun. Hal ini terjadi bukan karena efek LASIK tidak dapat bertahan, melainkan akibat adanya kondisi mata tua atau presbiopia sehingga membutuhkan kacamata baca untuk dapat melihat dekat.
Hasil dari tindakan operatif seperti LASIK sangat bervariasi, bergantung pada masing-masing inidvidu serta berbagai faktor yang telah disebutkan. Oleh karena itu, perlu atau tidaknya penggunaan kacamata usai LASIK tidak dapat disamaratakan. Namun, dengan berkonsultasi lebih lanjut pada dokter spesialis mata sebelum melakukan tindakan LASIK, hal tersebut tentu bisa diupayakan.
(NB/ RVS)