Untuk Anda yang berkendara motor atau mengandalkan transportasi ojek setiap hari, masker sudah menjadi barang wajib untuk melindungi Anda dari debu bahaya polusi udara. Mengingat buruknya kualitas udara di Jakarta dan beberapa kota penyangga di sekitarnya, pemakaian masker memang diperlukan. Namun, cukup efektifkah?
Berdasarkan pantauan Greenpeace Indonesia di 19 titik di Jakarta dan kota-kota penyangga pada Februari-Maret 2016 lalu menunjukkan buruknya kualitas udara. Dari 19 lokasi tersebut, rata-rata polutan berasal dari particulate matter (PM) 2,5 mencapai 103,2 mikro gram per meter kubik (µg/m3). Angka temuan tersebut jauh dari standar World Health Organization (WHO), yaitu 25 µg/m3. Dengan kata lain, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya tergolong buruk bagi kesehatan.
PM 2,5 dihasilkan dari sisa pembakaran bahan bakar kendaraan, industri, hingga pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Polutan tersebut berukuran sangat kecil, yaitu 1/30 dari sehelai rambut, dan dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti saluran pernapasan akut, jantung, kanker paru-paru, hingga stroke. Bayangkan, tiap tarikan napas Anda menyimpan banyak risiko kesehatan.
Kiat meminimalkan risiko
Cara paling sederhana adalah dengan menggunakan masker wajah. Namun melihat buruknya kualitas udara di Jakarta, timbul satu pertanyaan besar, “Apakah masker benar-benar efektif sebagai pelindung dari polusi udara?”
Sayangnya, menurut Richard Peltier, ketua tim peneliti dari Universitas Massachussetts, Amerika Serikat – yang mendalami dampak paparan polusi udara terhadap kesehatan – penggunaan masker (baik masker bedah, masker kain, atau masker berbentuk moncong atau N95) tidak sepenuhnya efektif melindungi diri dari polusi udara.
Mengutip dari NY Times tentang hasil studi yang dimuat dalam The Journal of Ecxposure Science and Environmental Epidemiology, masker berbentuk moncong yang melindungi seluruh bagian bawah wajah, dan dilengkapi lubang udara dianggap lebih baik karena dapat melindungi hingga 90 persen dari partikel debu, dan 60 persen pembuangan gas bahan bakar.
Sayangnya, masker N95 yang dapat menangkal hampir 95 persen debu partikel kecil, sulit ditemukan, entah karena tidak tersedia atau harganya yang cenderung mahal, yakni sekitar Rp30 ribu-Rp50 ribu per satuan.
Artikel lainnya: Tidur Sambil Memakai Masker Medis, Berbahayakah?
Memakai masker murah, efektifkah?
Dalam penelitian yang sama disebutkan bahwa tipe masker yang sering dijumpai, khususnya di Asia, adalah masker kain berbentuk segitiga yang dapat dicuci ulang. Sayangnya, masker jenis ini hanya memberikan sedikit sekali perlindungan terhadap partikel yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Kemungkinan besar, partikel ini tetap dapat dengan mudahnya masuk ke paru-paru.
Sebagai alternatif murah, Anda dapat menggunakan masker yang memiliki katup pernapasan (exhalation valve). Namun bukan katup tersebut yang dapat efektif menghalangi polusi, melainkan material tebal pada katup tersebut. Tingkat ketebalan material inilah yang dapat memberikan perlindungan lebih baik terhadap polutan.
Secara mengejutkan, masker bedah yang terbuat dari kertas bekerja dengan baik. Meski tidak menempel secara lekat pada wajah, namun masker tersebut “tersangkut” dengan baik pada kondisi mulut yang basah.
Menurut Richard, yang juga diamini oleh pakar-pakar kesehatan lain, tak peduli seberapa mahal masker Anda, masker tersebut tak akan berfungsi dengan baik jika tidak secara sempurna menempel pada wajah.
Jika masker Anda terbuat dari kain, terlalu ketat pada wajah justru tidak bagus. Karena jika masker kain ditarik terlalu ketat, maka kemampuannya untuk menyaring udara akan seketika hilang.
Artikel lainnya: Pakai Masker Picu Kanker, Mitos atau Fakta?
Bisa mengurangi risiko
Seperti dilansir di laman VOANews, Richard mengatakan bahwa penggunaan masker jenis apapun hanya memberikan rasa aman yang semu. Anda mungkin merasa terlindungi, meski kenyataannya masker hanya menurunkan sedikit risiko.
Pendapat ini juga didukung oleh dr. Kartika Mayasari. “Memang penggunaan masker tidak benar-benar melindungi Anda dari polutan jahat. Mengingat betapa kecilnya ukuran polutan, seperti misalnya PM 2,5, polutan tersebut tetap dapat masuk ke mulut lewat sela-sela masker.”
Namun demikian, dr. Kartika mengatakan bahwa meski tidak efektif, penggunaan masker sudah cukup mengurangi risiko dari paparan polutan.
“Jika penggunaan masker saja tidak cukup, mau tak mau harus didukung dengan meningkatkan daya tahan tubuh, untuk membentenginya dari dampak buruk polusi udara,” kata dr. Kartika.
Untuk meningkatkan daya tubuh, Anda dapat mengonsumsi makanan yang mengandung:
- Vitamin B
Terutama B6 yang dapat membantu tubuh melawan infeksi dan B12 yang membantu meregulasi sisem saraf serta berperan penting dalam pembentukan sel darah merah. Sumber makanan: telur, susu, keju, daging merah, dada ayam, semangka, ikan tuna, dan ikan salmon.
- Vitamin C
Dapat membantu mengurangi kerusakan genetik serta sebagai antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Sumber makanan: lemon, pepaya, brokoli, jeruk, paprika, apel, dan lain-lain.
- Vitamin E
Terbukti efektif mengurangi kerusakan sel dan sebagai antioksidan dalam menetralisir efek bahaya radikal bebas seperti hydrogen peroksida dan radikal superoksida. Sumber makanan: minyak sayur, margarine, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran hijau.
- Omega-3
Dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular akibat paparan akut PM2,5. Sumber makanan: ikan salmon (terutama yang liar), sarden, makarel, tuna, dan minyak ikan.
Polusi udara telah menjadi masalah global, dan tampaknya kian memburuk tiap tahunnya. Hanya bergantung pada pemerintah untuk mengurangi buruknya kondisi udara memang rasanya tak mungkin, namun Anda dapat melindungi diri dengan menggunakan masker yang tepat, menjaga kesehatan, dan berusaha untuk tidak berkontribusi dalam memperparah kualitas udara.
Jika Anda memiliki pertanyaan mengenai topik ini, Anda bisa chat dokter melalui fitur Livechat 24 jam di aplikasi KlikDokter.
[RVS]