Kejang adalah salah satu gejala utama epilepsi. Kejang tersebut dapat melibatkan sebagian anggota tubuh (kejang fokal) atau seluruhnya (kejang umum). Ada berbagai ancaman bahaya pada penderita epilepsi yang mengalami kejang.
Epilepsi atau awam menyebutnya ayan adalah salah satu gangguan saraf yang sangat sering ditemukan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, ada sekitar 50 juta orang di dunia yang terdiagnosis epilepsi. Kondisi ini dapat terjadi pada semua usia. Pada anak, biasanya berawal dari usia 6 atau 7 tahun.
Faktor penyebab epilepsi
Sejauh ini, belum ada satu penyebab pasti penyakit epilepsi. Para ahli mengatakan, ada beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya ‘bangkitan listrik’ tersebut, yaitu:
- Faktor genetik. Mereka yang memiliki orang tua atau saudara yang mengalami epilepsi lebih rentan terdiagnosis penyakit serupa.
- Kecelakaan. Tidak semua kecelakaan dapat menyebabkan epilepsi. Kecelakaan yang melibatkan kepala dapat memicu epilepsi di kemudian hari.
- Gangguan otak. Beberapa kondisi di otak, seperti stroke dan tumor otak, dapat memicu terjadinya kejang epileptik pada penderitanya.
- Cedera persalinan. Bayi yang mengalami masalah saat persalinan, seperti infeksi persalinan, ibu hamil dengan gizi kurang, atau kekurangan oksigen dapat menyebabkan terjadinya epilepsi saat masa kanak-kanak.
Bahaya kejang pada penderita epilepsi
Seperti yang sudah disebut sebelumnya, kejang epilepsi bisa melibatkan sebagian ataupun seluruh tubuh. Sebelum kejang muncul, penderita biasanya akan mengalami gejala khusus seperti sakit kepala, melihat kilatan cahaya, merasa mencium bau tertentu, air liur yang bertambah, dan sebagainya.
Beberapa menit setelah gejala tersebut muncul, maka timbullah kejang. Saat terjadi kejang, penderita epilepsi akan kehilangan kesadarannya untuk sementara waktu, serta tak mampu mengendalikan saluran cerna dan saluran kemihnya.
Akibatnya, feses dan air seni akan keluar dengan sendirinya tanpa disadari. Kesadaran akan kembali secara perlahan beberapa menit hingga jam setelah kejang.
Kejang pada epilepsi dapat diatasi dengan pemberian obat antikejang. Meski demikian, perlu diingat bahwa setiap penderita mengalami episode kejang, ia berada dalam bahaya yang bisa sampai mengancam nyawa.
Saat kejang, pasien rentan mengalami jatuh dan patah tulang, kecelakaan lalu lintas, atau kecelakaan kerja (tertimpa benda berat atau tersengat listrik). Risiko lain yang juga rentan terjadi adalah tenggelam, terutama bila kejang terjadi ketika pasien sedang berenang di kolam renang atau berendam di bathtub.
Pada pasien epilepsi yang sedang hamil, kejang dapat menyebabkan berbagai komplikasi selama kehamilan. Mulai dari cacat janin akibat penggunaan obat antikejang, janin mengalami hipoksia (kekurangan oksigen), dan sebagainya. Kejang juga dapat menyebabkan pasien epilepsi mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, gangguan cemas, dan percobaan bunuh diri.
Selain beberapa kondisi di atas, hal fatal lainnya yang dapat terjadi pada penderita epilepsi adalah sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP). SUDEP merupakan kondisi pasien epilepsi yang sebelumnya sehat, secara tiba-tiba mengalami kematian tanpa sebab yang jelas.
Penderitanya biasanya ditemukan meninggal dunia saat tidur dan tidak diketahui mengalami kejang sebelumnya. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab kematian utama pada pasien dengan gangguan saraf.
Beberapa ahli berasumsi SUDEP terjadi akibat gangguan irama jantung dan kesulitan bernapas yang dialami saat kejang pada pasien epilepsi. Hal tersebut kemudian menyebabkan gangguan organ lainnya, hingga bisa sebabkan kematian. Meski begitu, sejauh ini belum ada penjelasan mengenai penyebab SUDEP yang sesungguhnya.
Cara menurunkan frekuensi kejang pada epilepsi
Berbagai komplikasi berbahaya di atas, termasuk SUDEP, dapat dicegah dengan menurunkan frekuensi kejang. Studi ilmiah telah membuktikan bahwa kontrol kejang yang baik dan tepat dapat mengurangi terjadinya SUDEP sekaligus meningkatkan kualitas hidup penderita.
Saat ini sudah tersedia berbagai obat untuk mengontrol kejang pada pasien epilepsi dan mencegah terjadinya kejang berulang. Obat tersebut harus diminum secara rutin dan tidak boleh diganti atau diubah dosisnya tanpa konsultasi dengan dokter spesialis saraf (neurolog) terlebih dahulu.
Kejang pada epilepsi dapat berujung pada berbagai bahaya, bahkan tak sedikit sebabkan kematian. Namun, hal tersebut dapat dicegah bila penderita epilepsi rutin berkonsultasi dengan dokter saraf dan mengonsumsi obat antikejang secara rutin sesuai anjuran dokter.
(RN/ RH)