Penyakit degeneratif Alzheimer menyebabkan kematian pada sel-sel saraf otak (apoptosis) secara bersamaan. Hal ini membuat kinerja otak dalam mengatur memori benar-benar mengalami gangguan.
Mengerikan? Sudah pasti! Tak heran, kini semakin banyak orang yang melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya. Salah satunya dengan olahraga secara rutin dan teratur sejak usia muda.
Mengapa olahraga? Konon, olahraga diyakini sebagai terapi yang paling efektif untuk mencegah Alzheimer di kemudian hari. Pertanyaannya: Benarkah hal tersebut terbukti secara medis?
Olahraga dan Alzheimer
Menurut dr. Dyah Novita Anggraini dari KlikDokter, risiko Alzheimer bisa meningkat jika Anda memiliki riwayat penyakit diabetes dan hipertensi. Begitu juga bila Anda pernah mengalami cedera kepala berat, kurang olahraga, dan lansia.
Melihat faktor risiko di atas, apakah benar jika seseorang rutin berolahraga maka risiko serangan Alzheimer dapat dicegah? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebuah studi pencitraan otak sempat dilakukan beberapa waktu silam.
Studi ini mencoba untuk membuktikan bahwa rutin olahraga sekitar 4-5 kali seminggu dapat menunda perkembangan penyakit Alzheimer. Hal ini khususnya terlihat pada orang yang sudah memiliki penumpukan racun protein beta-amiloid (pemicu Alzheimer).
Penelitian yang dipimpin Prof. Rong Zhang dari University of Texas Southwestern Medical Center tersebut, melakukan uji coba terkontrol selama satu tahun. Zhang dan tim sebelumnya mendedikasikan upaya mereka untuk mempelajari hubungan antara olahraga dan demensia.
Secara khusus, penelitian oleh Zhang dan tim menemukan bahwa olahraga secara rutin dan teratur mampu mempertahankan integritas materi putih otak yang meliputi miliaran serabut saraf.
Hal ini dihubungkan dengan fungsi eksekutif yang lebih baik. Fungsi eksekutif itu sendiri mengacu pada kemampuan otak untuk merencanakan, mengatur, dan menyelesaikan tugas.
Lantas, apakah itu berarti bahwa olahraga benar-benar mampu menurunkan risiko Alzheimer?
Terkait hal ini, para peneliti melakukan pemantauan memori, fungsi eksekutif, volume otak, dan tingkat kortikal beta-amiloid pada orang yang melakukan olahraga olahraga intensitas sedang hingga tinggi. Mereka juga memonitor volume otak total dan volume otak hippocampus sebagai pelengkap.
Dalam uji cobanya, para peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok. Satu kelompok melakukan latihan aerobik, sementara yang lain melakukan kegiatan peregangan.
Pada akhir percobaan, kedua kelompok memiliki tingkat kemampuan kognitif yang sama, terutama dalam hal memori dan pemecahan masalah.
Lebih dari itu, uji coba menggunakan pencitraan otak juga mendapati bahwa peserta yang sebelumnya sudah mengalami penumpukan beta-amiloid di hippocampus, mengalami penyusutan.
Dari temuan tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa olahraga secara rutin dapat membantu menurunkan risiko Alzheimer pada orang-orang yang berisiko. Sayangnya, Zhang dan tim yang terlibat masih belum yakin sepenuhnya akan hal tersebut.
"Ini adalah studi pembuktian konsep, dan tim peneliti belum bisa menarik kesimpulan yang pasti," kata Zhang.
Meski olahraga secara rutin dan teratur belum sepenuhnya terbukti dapat mencegah risiko penyakit Alzheimer, ada banyak kebaikan yang bisa Anda dapat dari melakukannya. Setidaknya, Anda dapat memiliki fisik yang sehat dengan olahraga.
(NB/ RH)