Gangguan menelan adalah salah satu komplikasi stroke yang cukup sering terjadi dan dikeluhkan. Bila tidak diatasi dengan tepat, gangguan ini tentu dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Stroke dan Gangguan Menelan
Gangguan menelan, atau bahasa medisnya disfagia, merupakan kondisi pasca serangan stroke yang menyebabkan penyintas stroke mengalami kesulitan untuk mengunyah dan menelan makanan atau minuman.
Tanda adanya gangguan menelan dapat berupa menelan berulang-ulang, membersihkan tenggorokan dengan berdeham, suara menjadi serak, dan tersedak. Terkadang, penderita juga dapat mengalami radang paru (pneumonia) berulang dan penurunan berat badan.
Pada stroke, gangguan menelan bisa terjadi apabila mengenai area otak yang mengatur fungsi menelan, yakni di korteks (lapisan luar) dan batang otak. Gangguan juga bisa terjadi bila saraf-saraf atau otot yang terlibat dalam proses menelan mengalami kerusakan.
Lebih dari 50 persen penyintas stroke mengalami gangguan ini. Dari jumlah ini, sebagian besar bisa kembali normal dalam waktu 7 hari. Namun, sekitar 11-13 persennya alami gangguan menelan yang menetap.
Risiko Akibat Gangguan Menelan pada Penderita Stroke
Gangguan menelan membuat seseorang menjadi sulit mengunyah, mengontrol ludah, dan menelan. Itu sebabnya, dia juga berisiko mengalami pneumonia aspirasi.
Ini adalah kondisi di mana makanan atau cairan tidak masuk ke lambung melainkan kesaluran napas (aspirasi). Hal ini dapat memicu peradangan paru (pneumonia).
Secara otomatis, saluran napas mengenali makanan dan cairan ini sebagai benda asing sehingga respons alami tubuh adalah mengeluarkannya dengan cara batuk. Normalnya, aspirasi akan memicu batuk keras. Tanda lainnya adalah tersedak, suara serak, dan sesak napas.
Namun, kondisi stroke dapat mengurangi intensitas batuk dan keluhan lainnya atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam hal ini, seseorang tidak tahu kalau dirinya mengalami aspirasi (silent aspiration). Ini sangat berbahaya karena dapat terjadi infeksi paru yang mengancam nyawa.
Di samping itu, gangguan menelan pada penderita stroke membuat penderitanya lebih rentan dehidrasi dan kekurangan gizi serta masalah saat hendak meminum obat. Dosis obat yang diperlukan untuk mengendalikan penyakit juga bisa tidak tercapai karena sulit ditelan.
Mengatasi Gangguan Menelan pada Penderita Stroke
Makan dan minum adalah hal penting dan mendasar bagi siapa pun. Apalagi, untuk para penyintas stroke yang mengalami gangguan menelan. Berikut yang perlu diperhatikan untuk mengatasi masalah gangguan menelan pada penderita stroke.
Modifikasi diet sesuai derajat gangguan menelan dan risiko aspirasi
Semua penderita stroke yang mengalami gangguan menelan perlu menjalani penilaian fungsi menelan. Dari sini bisa diketahui seberapa berat gangguan yang terjadi.
Penilaian dapat dilakukan melalui dua pemeriksaan berikut:
- Pemeriksaan videofluoroskopi (VFS) atau modified barium swallow untuk melihat apakah makanan atau minuman masuk ke dalam paru.
- Pemeriksaan fibreoptic endoscopic evaluation (FEES) menggunakan selang berkamera dari hidung menuju kerongkongan. Pemeriksaan ini menilai proses menelan untuk berbagai tekstur makanan.
Setelah derajat gangguan menelan dan risiko aspirasinya diketahui, dilakukan modifikasi pada diet penderita. Modifikasi diet berhubungan dengan tekstur makanan dan minuman yang diperbolehkan.
Anjuran tekstur makanan ini mengikuti pedoman dari National Dysphagia Diet. Menurut pedoman ini, ada empat tingkatan untuk makanan yang berbentuk cair, yakni:
- Thin liquids, contohnya air putih, jus buah, kopi, teh, kuah kaldu, makanan enteral cair.
- Nectar thick liquid, contohnya sirup, sup dengan bahan dasar krim.
- Honey thick liquid, yang tingkat kekentalan seperti madu atau sup krim kental.
- Spoon thick, yang tingkat kekentalannya seperti pudding silky atau yogurt.
Untuk makanan padat, ada tiga tingkatan, yakni:
- Dysphagia puree, di mana semua makanan dibuat dalam bentuk puree (bubur) dengan konsistensi seperti puding halus. Makanan ini tidak perlu dikunyah atau hanya perlu sedikit sekali dikunyah. Contohnya puree alpukat, puree kentang, dan bubur beras.
- Dysphagia mechanically altered, di mana makanan bertekstur lembut, agak basah, dan mudah dikunyah. Contohnya daging cincang, sayuran kukus, dan nasi tim.
- Dysphagia advanced, mencakup semua makanan kecuali yang garing, kering, lengket atau Makanan harus agak basah dan dipotong kecil-kecil (bite-size). Contohnya daging yang diiris tipis atau daging suwir, ikan, telur, buah potong, dan perkedel.
Salah satu produk nutrisi yang dapat membantu penderita stroke memenuhi kebutuhan gizi akibat gangguan menelan adalah Peptibren. Nutrisi cair pertama dan satu-satunya di Indonesia ini diformulasi khusus untuk kondisi neurologis.
Peptibren mengandung tinggi protein, neuro-nutrition (Choline, Phosphatidylserine, UMP), dilengkapi serat Inulin, serta padat kalori. Produk ini juga bebas kolesterol serta laktosa dan gluten.
Mengonsumsi Peptibren pasca stroke juga dapat membantu pemulihan sistem motorik (bergerak), sekaligus melindungi fungsi daya pikir (kognitif) penyintas stroke.
Nutrisi cair ini bisa digunakan sebagai pengganti makanan ketika pasien stroke kesulitan atau tidak bisa makan oral sama sekali. Tak cuma itu, Peptibren juga bisa digunakan sebagai pelengkap makanan/suplementasi untuk menambah asupan gizi penderita.
Peptibren dapat diberikan melalui selang makan (NGT), diminum langsung, ataupun ditambahkan dalam puree, bubur, puding, dan bentuk makanan lain.
Perhatikan posisi makan yang baik
Posisi tertentu perlu dilakukan agar proses menelan lebih aman dan lebih mudah. Misalnya, duduk tegak saat makan dan minum, menengok ke satu sisi agar jalan napas lebih aman, atau makan dengan perlahan dan sedikit-sedikit untuk meminimalkan percikan ke jalan napas.
Latihan untuk menguatkan otot-otot menelan
Ada beberapa jenis latihan yang dapat menguatkan dan memperbaiki koordinasi otot dan saraf yang berhubungan dengan fungsi menelan. Contohnya, Shaker exercise, manuver Hyoid Lift, effortful swallow, supraglottic swallow, dan manuver super supraglottic swallow.
Jenis latihan ditentukan oleh tenaga medis yang menilai kemampuan fungsi menelan. Pelaksanaannya pun perlu dilakukan di bawah pengawasan tenaga medis.
Masalah gangguan menelan pada penderita stroke bukanlah hal yang sepele. Karena itu, ada tidaknya gangguan ini perlu dikenali sejak penderita stroke masih menjalani perawatan di rumah sakit. Bila gangguan menelan terjadi, berikan Peptibren agar kebutuhan nutrisinya tetap tercukupi.
[HNS/ RH]