Hingga saat ini stroke masih menjadi momok menakutkan bagi banyak orang. Bagaimana tidak, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, stroke adalah penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yaitu 14,5 persen. Sekalipun tidak meninggal, penderita bisa mengalami gangguan pergerakan, bahkan cacat.
Di Indonesia sendiri, prevalensi stroke adalah 12 per 1.000 penduduk, naik dibandingkan Riskesdas 2007, yaitu 8,3 persen. Dengan asumsi bahwa tiap tahun angka ini akan terus naik, tentu saja hal ini mengkhawatirkan.
Stroke merupakan kondisi di mana matinya jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah ke oksigen dan otak. Stroke bisa berupa iskemik (sumbatan) maupun perdarahan (hemoragik). Hampir 70 persen kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita tekanan darah tinggi (hipertensi).
Menurut dr. Dyan Mega Inderawati dari KlikDokter, faktor pencetus stroke adalah gaya hidup atau kebiasaan yang tidak sehat. Stroke bisa bergejala, tapi kadang tak memiliki gejala yang khas sehingga penderita bisa jatuh ke dalam kondisi koma dalam waktu singkat, tanpa persiapan apa pun. Kembali lagi, mencegah lebih baik dari mengobati, sehingga beberapa perubahan pola hidup diperlukan untuk mengurangi risiko terkena stroke.
Sebuah studi tahun 2008 yang diterbitkan di jurnal Circulation menyatakan bahwa faktor gaya hidup sehat bisa membantu mengurangi risiko jenis stroke yang paling umum terjadi hingga 80 persen. Karena pilihan gaya hidup dapat berdampak pada kemungkinan terjadi stroke di masa mendatang, sudah saatnya meninggalkan kebiasaan berikut ini:
1. Pola makan tidak sehat
Dipaparkan oleh dr. Alvin Nursalim dari KlikDokter, stroke dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yang salah satunya adalah akibat sumbatan oleh plak. Plak ini lebih mudah terbentuk pada individu dengan diabetes, kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi. Karena itu, cobalah untuk mengurangi konsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh, lemak trans, kolesterol, serta sodium. Perbanyak porsi makan sayur dan buah.
2. Minimnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan berbagai kondisi kesehatan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke. Kondisi kesehatan tersebut antara lain termasuk obesitas, tekanan darah tinggi, tingginya kadar kolesterol, dan diabetes. Olahraga secara rutin dapat menurunkan risiko terjadinya stroke.
Sebagai upaya untuk lebih aktif, dr. Alvin menganjurkan untuk memulai berolahraga sesegera mungkin, mulai dari hal kecil dengan berlari di sekitar rumah Anda atau mendaftarkan diri ke pusat kebugaran yang dekat dengan kantor. Usahakan untuk berolahraga 3-5 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit.
3. Tidak menjaga berat badan ideal
Pola makan yang fruekuensi dan kuantitasnya tak terkontrol dapat menyebabkan penumpukan lemak yang berlebih di tubuh. Adanya ketidakseimbangan antara asupan makanan dan pengeluaran energi dapat berujung pada obesitas.
Obesitas adalah adalah kelebihan lemak seperti peningkatan kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida. Obesitas juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan diabetes. Penumpukan lemak pada orang obesitas dapat menyebar dan menyumbat pembuluh darah. Sumbatan dapat terjadi pada jantung dan otak, sehingga menyebabkan penyakit jantung dan stroke.
Jika Anda memiliki berat badan berlebih, segera upayakan penurunan berat badan untuk mencegah terjadinya risiko penyakit seperti yang disebutkan di atas. Segera ubah gaya hidup dengan menerapkan pola makan yang lebih sehat yang sebaiknya dipantau oleh dokter spesialis gizi. Tingkatkan juga aktivitas fisik dengan berolahraga 3–5 kali dalam seminggu dengan durasi 30–45 menit.
4. Mengonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol
Minum minuman beralkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko terjadinya stroke. Meinuman beralkohol juga dapat meningkatkan kadar trigliserida, suatu bentuk lemak dalam darah yang dapat mengeraskan arteri.
Hasil studi dari Institut Karolinska, Swedia, dan Universitas Cambridge, Inggris, mengungkapkan bahwa peminum berat 1,6 kali berisiko mengalami stroke iskemik dan 1,8 kali berisiko terkena stroke hemoragik. Studi dinilai melalui kuesioner dan wawancara.
Pada kategori stoke ringan, rata-rata partisipan mengonsumsi kurang dari satu gelas per hari. Mereka yang menderita stroke sedang rata-rata mengonsumsi 1–2 gelas per hari dan yang minum 2–4 gelas menderita stroke tinggi. Sedangkan mereka yang minum lebih dari empat gelas per hari menderita stroke berat.
5. Kebiasaan merokok
Terdapat lebih dari 4.000 jenis bahan kimia dalam sebatang rokok. Tiga bahan dari kimia yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida. Menurut dr. Dyah Anggraini Novitasari dari KlikDokter, nikotin merupakan zat kimia yang bersifat adiktif serta dapat memengaruhi saraf dan peredaran darah.
Nikotin dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengeras, serta meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke.
Tak hanya itu, dr. Dyah juga mengatakan bahwa karbon monoksida dalam rokok dapat mengurangi pasokan oksigen yang dibawa aliran darah dan menyebabkan sumbatan di dalam arteri. Kondisi ini dapat membuat pembuluh darah pecah secara tiba-tiba, serta menimbulkan stroke hemoragik.
6. Tak bisa mengelola stres dengan baik
Menurut sebuah studi dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, Amerika Serikat, yang diterbitkan di jurnal The Lancet, stres punya kaitan langsung dengan terjadinya stroke dan penyakit jantung. Kaitan ini berpusat di area otak yang bernama amigdala, yaitu kelompok saraf yang bertanggung jawab untuk mengatur emosi, rasa takut, kecemasan, kesenangan, dan stres.
Saat amigdala aktif menangani stres, ini akan memicu aktivitas ekstra pada sumsum tulang belakang untu memproduksi lebih banyak sel darah putih. Hal ini otomatis menyebabkan arteri menyempit sehingga terjadi peradangan yang mengarah pada terjadinya penyakit jantung dan stroke. Kesimpulannya, mengurangi stres atau menjauhi diri dari hal-hal yang bisa membuat Anda stres akan memberi manfaat besar terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Bicara mengenai stres, dr. Alvin juga menambahkan bahwa stres dapat memicu pola makan yang tidak sehat dan berlebihan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kondisi seperti yang telah disebutkan pada poin nomor 1.
Berbagai penyakit berbahaya seperti stroke sebetulnya dapat dicegah. Lakukan perubahan pola hidup seperti yang telah dijabarkan sebelumnya: menerapkan pola makan sehat, melakukan aktivitas fisik lebih sering, jaga berat badan ideal, membatasi konsumsi alkohol atau jika mungkin berhenti meminumnya sama sekali, berhenti merokok, serta pengelolaan stres lebih baik. Deteksi faktor risiko juga penting. Periksakan diri Anda untuk mengetahui apakah Anda memiliki risiko stroke seperti tekanan darah tinggi, diabetes, atau kolesterol tinggi.
(RH)