Berita duka melanda dunia sepak bola. Kali ini, legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona meniggal dunia pada usia 60 tahun akibat henti jantung pada Rabu (25/11).
Pesepak bola yang terkenal dengan sebutan "Hands of God" itu sebelumnya mengalami hematoma subdural yang membuatnya naik meja perawatan.
Pemenang Piala Dunia 1986 itu dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami masalah di otaknya. Terdeteksi, di otaknya terjadi penggumpalan darah yang ternyata adalah masalah hematoma subdural.
Sebenarnya, apa, sih, penyakit hematoma subdural yang dialami Maradona ini? Simak penjelasan dokter!
Mengenal Penyakit Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH atau subdural hematoma) merupakan perdarahan di antara lapisan otak, yakni lapisan arachnoid dan lapisan dura (meningeal).
"Ada tiga tipe SDH berdasarkan waktunya, yaitu SDH akut, SDH subakut, dan SDH kronis. SDH akut terjadi kurang dari 72 jam, SDH subakut 3-7 hari setelah cedera, dan SDH kronis terjadi dalam beberapa minggu," ungkap dr. Sepriani Timurtini Limbong.
Penyebabnya berbeda-beda. Untuk penyebab SDH akut, biasanya karena trauma kepala atau cedera kepala, dan masalah pembekuan darah (koagulopati).
"Lalu, perdarahan akibat penggunaan obat antikoagulan seperti heparin, pecahnya aneurisma di otak, tumor, akibat pembedahan (kraniotomi), atau terjadi spontan juga bisa terjadi," jelas dr. Sepriani.
Untuk penyebab SDH kronis, umumnya karena cedera kepala ringan, biasanya pada pasien lanjut usia. Lalu, bisa juga akibat pembedahan atau terjadi secara spontan.
"Gejala yang mungkin terjadi pada orang yang mengalami hematoma subdural adalah sakit kepala, pusing, mual dan muntah, tampak mengantuk, kebingungan, hingga kejang dan kehilangan kesadaran," jelas dr. Sepriani.
Namun, melansir WebMD, gejala yang dialami dapat bergantung pada beberapa hal. Selain ukuran hematoma subdural, usia dan kondisi medis lainnya pun dapat memengaruhi respons tubuh.
Artikel Lainnya: Inilah yang Terjadi pada Tubuh Saat Kolesterol Tinggi
Apa Komplikasi akibat Hematoma Subdural?
Beberapa kasus hematoma subdural dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk koma atau bahkan kematian. Hal ini dapat terjadi bila tidak diobati atau bahkan terkadang muncul setelah pengobatan.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah herniasi otak. Herniasi otak adalah tekanan di otak yang dapat menjauhkan jaringan dari tempatnya semula. Kondisi ini bisa menyebabkan kematian.
Orang dengan SDH juga bisa mengalami komplikasi kejang. Hal ini sangat mungkin terjadi, meskipun telah mengobati hematoma.
Selain itu, menurut dr. Sepriani, komplikasi yang juga bisa muncul adalah gejala yang menetap.
Contohnya, kehilangan memori, sulit fokus, kejang berulang, sampai kelemahan anggota gerak.
Artikel Lainnya: Sering Mendengkur? Awas, Serangan Stroke
Penanganan Medis Hematoma Subdural
Penanganan SDH bergantung pada derajat keparahannya. Untuk hematoma subdural yang bergejala ringan, mungkin dokter tidak akan merekomendasikan pengobatan tertentu selain observasi.
Lalu, tes pencitraan kepala beberapa kali sering diterapkan untuk mengamati apakah penyakit tersebut membaik atau tidak.
Sementara itu, penanganan hematoma subdural yang parah biasanya membutuhkan pembedahan. Tujuannya untuk mengurangi tekanan pada otak.
"Penanganannya tergantung derajat keparahan. Biasanya akan dilakukan pemeriksaan dulu, seperti MRI atau CT scan. Kemudian, ditentukan apakah harus dilakukan pembedahan atau ada pilihan lain," ungkap dr. Sepriani.
Itulah penjelasan mengenai penyakit hematoma subdural yang dialami Maradona. Bila punya keluhan serupa atau gangguan pada otak lainnya, konsultasikan ke dokter lebih cepat lewat LiveChat dari Klikdokter!
(FR/AYU)