Fadil, 24 tahun, kerap risih menghadapi ajakan teman-temannya untuk merokok beberapa waktu belakangan. Tahun 2020 lalu, tepat di awal pandemi COVID-19, ia memutuskan berhenti merokok.
"Agak aneh kali ya, saat ngumpul-ngumpul gitu temen-temen pada ngerokok terus gue nggak, katanya kepada KlikDokter.
Ia masih ingat suatu momen ketika berkumpul dengan teman-teman. Seseorang di antara mereka menawarkan Fadli rokok.
"Udah, nih ambil aja rokok gua," begitu godaan yang kerap ditawarkan teman-temannya, seperti yang diceritakan Fadli. Ia mengakui tawaran itu sedikit membuatnya goyah.
Tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengabaikannya. Salah satu yang membuatnya bertahan adalah bila mengingat perjuangannya berhenti merokok.
Selain itu, sudah beberapa bulan paru-parunya bersih dari asap rokok. Ia tidak ingin asap rokok kembali masuk di paru-parunya.
Artikel lainnya: Pengaruh Asap Rokok pada Alveoli Paru
Kembali merokok ibarat mengotori lagi paru-paru yang berbulan-bulan sudah tidak tercemar nikotin dan zat beracun lain dari rokok. Jika mengisap produk tembakau itu, artinya Fadli harus memulai lagi dari nol.
"Saat itu mikirnya sayang aja udah berhasil berhenti ngerokok," ujar Fadli.
Motivasinya berhenti merokok dimulai dari permintaan Ibunda pada suatu hari. Di awal pandemi, Sang Ibu jatuh sakit.
Kebetulan, Fadli sehari-hari sedang rutin bekerja dari rumah. Saat itu, pemerintah tengah gencar-gencarnya menerapkan protokol kesehatan ketat dan mendorong “bekerja dari rumah” untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Kondisi tersebut membuat Fadli jadi sering merokok di rumah. Itu sebabnya, sang Ibu merasa terganggu.
Ketika permintaan ibunya terlontar, Fadli tak bisa menolak. Ia termasuk orang yang beruntung lantaran tidak punya kesulitan berarti untuk berhenti merokok.
Dengan tekad yang bulat, tak butuh waktu lama baginya untuk menyetop kebiasaan itu. Sejak berhenti merokok, Fadli merasa jauh lebih sehat.
"Terus juga ya bisa irit pengeluaran pastinya," katanya sambil setengah berseloroh.
Setiap orang punya motif dan tantangan masing-masing untuk berhenti merokok. Kisah lain dari Panji, 25 tahun, misalnya.
Penyakit TB Paru pada 2017 memaksanya menghentikan kebiasan merokok. Ia harus menjalani pengobatan 6 bulan tanpa putus.
"Akhirnya gue berhenti ngerokok," katanya kepada KlikDokter.
Saat itu ia sudah kecanduan. Merokok menjadi aktivitas wajib setelah makan.
Saat masih aktif merokok, Fadli menghabiskan sebungkus rokok per hari. Jumlahnya bisa berlipat hingga 2 bungkus per hari bila ia tengah berkumpul dengan teman-temannya.
Ia menceritakan bagaimana beratnya periode berusaha berhenti merokok. Mulutnya selalu terasa asam bilang tidak mengisap lintingan tembakau itu.
"Tapi menurut gue sebenernya itu sugesti aja sih," ungkapnya.
Artikel lainnya: Cara Efektif Berhenti Merokok di Kalangan Remaja
Untungnya, ia tidak perlu ikut terapi macam-macam untuk berhenti merokok. Panji menyiasati sensasi asam setiap setelah makan itu dengan minum banyak air putih.
Berhenti merokok juga ia imbangi aktivitas lain: naik sepeda. Kebetulan, saat itu, lagi tren aktivitas bersepeda. Panji juga tak mau ketinggalan.
Berhenti merokok sangat membantunya untuk bisa berolahraga. Badannya terasa lebih segar dan tidak mudah lelah.
“Gue bisa naik sepeda sampai Bogor-Jakarta pulang pergi naik sepeda,” kenangnya,
Namun, ia belum cukup mampu mempertahankan keberhasilannya berhenti merokok. Beberapa waktu belakangan, Panji kembali merokok. Stres menjadi salah satu alasannya kembali pada kebiasaan buruk itu.
“Pandemi di rumah terus, nyari kerja susah, stres gue jadinya akhirnya dari situ mulai ngerokok lagi,” ujarnya.
Tapi masih terselip keinginan Panji kembali berusaha berhenti merokok. Ia juga khawatir kembali terserang penyakit TB Paru.
Jika kamu punya kesulitan berhenti merokok, tanya dokter online di KlikDokter seputar kondisimu. Baca pula artikel seputar kiat berhenti merokok di aplikasi KlikDokter.
(JKT/NM)