Kehamilan di usia remaja masih sangat umum terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia. Pada tahun 2014, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) mencatat bahwa 49 dari 1000 orang remaja perempuan berusia 15-19 tahun mengalami kehamilan setiap tahunnya. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, sebab bahaya kehamilan di usia remaja mengancam ibu dan janin yang dikandungnya.
Kehamilan pada perempuan berusia kurang dari 21 tahun sangat rentan mengalami komplikasi, baik yang bisa terjadi saat hamil, maupun saat bersalin. Karena pada usia tersebut rahim dan organ reproduksi lainnya belum siap untuk menjadi tempat janin bertumbuh.
Komplikasi dari kehamilan remaja ini tak jarang menyebabkan kematian. Di Indonesia, 48% kejadian kematian ibu (saat hamil dan melahirkan) disebabkan karena hamil di usia yang terlalu muda.
Tak hanya berakibat buruk pada ibu, kehamilan di usia remaja juga membahayakan bayi, yakni berisiko tinggi untuk lahir prematur dan lahir dengan berat badan yang rendah. WHO juga mencatat bahwa 50% bayi yang lahir dari ibu remaja meninggal pada beberapa minggu pertama kelahirannya.
Dampak untuk bayi tak hanya dampak jangka pendek saja. Anak yang lahir dari ibu yang masih remaja cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, performa sekolah yang lebih buruk, dan rentan terhadap gangguan psikologis.
Tak hanya itu, kehamilan di usia remaja juga berpotensi menyebabkan masalah ekonomi. Seringkali ibu yang masih remaja tidak melanjutkan sekolah. Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan ibu menjadi lebih sulit mencari pekerjaan dengan pendapatan yang layak untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Jadi, sudah jelas bahwa bahaya kehamilan di usia remaja dapat berdampak pada ibu dan lingkungan sekitarnya. Kehamilan di usia remaja juga tak menguntungkan bagi pihak mana pun. Oleh sebab itu, cegahlah kehamilan di usia belia pada diri Anda dan keluarga, ya.
Bila punya pertanyaan lain seputar topik ini, gunakan fitur Tanya Dokter di aplikasi KlikDokter untuk konsultasi dengan dokter.
[NP/ RVS]