Kondisi dehidrasi pada umumnya dapat dihindari dengan memenuhi asupan cairan dalam jumlah yang cukup. Namun pada ibu hamil, fungsi dari cairan bukan sekadar itu. Menurut dr. Fiona Amelia, MPH dari KlikDokter, cairan diperlukan untuk membentuk plasenta atau biasa disebut orang dengan ari-ari untuk menutrisi janin dan membantunya berkembang sempurna.
Antara dehidrasi, ibu hamil dan janin
Sayangnya, ibu hamil rentan terkena dehidrasi. Sebab, rahim yang membesar akan menekan kandung kemih, sehingga tidak dapat menyimpan urine dalam jumlah banyak. Akibatnya, ibu hamil akan lebih sering buang air kecil.
Hal ini cenderung meningkatkan risiko ibu hamil terkena dehidrasi. Apalagi bila sejak awal asupan cairan ke dalam tubuh tidak tercukupi ataupun ibu hamil kerap berada di lingkungan panas.
Selain poin yang telah disebutkan di atas, umumnya, pemicu dehidrasi pada ibu hamil adalah adanya aktivitas fisik yang berlebihan, diare, dan infeksi. Belum lagi, apabila dehidrasi yang dialami ibu hamil tergolong berat, bisa terjadi komplikasi serius pada ibu dan janin.
“Dehidrasi yang terjadi di trimester ketiga kehamilan dapat memengaruhi produksi ASI nantinya. Dan pada kasus yang fatal, dehidrasi dapat menimbulkan koma hingga kematian pada ibu.” jelas dr. Fiona.
Lalu, bagaimana dampaknya terhadap janin? Menurutnya, dehidrasi dapat mengurangi air ketuban dan menyebabkan persalinan prematur.
Kapan harus dibawa ke dokter?
Ketika dehidrasi pada ibu hamil sudah menampakkan beberapa gejala tertentu, ada baiknya Anda segera pergi ke rumah sakit untuk meminta pertolongan. Adapun gejala yang dimaksud, seperti yang dilansir dari Medical News Today berikut ini:
- Adanya perubahan pola gerakan janin.
- Ibu hamil mulai mengeluarkan darah dan cairan dari vagina.
- Ibu hamil mulai mengalami kontraksi. Ini merupakan tanda kelahiran prematur.
- Sebelumnya sudah mengalami muntah dan diare selama lebih dari 12 jam, bahkan gagal ginjal.
- Menghasilkan air kencing yang sedikit sekali. Saat terasa ingin berkemih, tak ada cairan yang keluar. Kalaupun ada, urine berwarna kuning pekat.
- Meski sudah minum cairan, ibu hamil tidak berkeringat sama sekali.
- Mulai merasa linglung, kejang, dan berujung pada pingsan.
Apabila saat hamil Anda hanya mengalami dehidrasi ringan dan merasa tidak perlu berkunjung ke rumah sakit, sebaiknya cukupi saja kebutuhan cairan tubuh dengan cara banyak minum air putih ataupun air kelapa.
Pasalnya, air kelapa bermanfaat menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Setiap 200 ml air kelapa mengandung 61 mg kalium dan 1,3 gram gula alami. Selain itu, air kelapa juga mengandung 5 jenis elektrolit yang esensial bagi tubuh, yaitu kalsium, magnesium, fosfor, kalium, dan natrium.
Mencegah dehidrasi pada ibu hamil
Agar tidak terjadi komplikasi serius pada ibu hamil, cegahlah dehidrasi sejak dini dengan saran yang diberikan oleh dr. Fiona. “Bawa botol minum ke mana pun Anda pergi dan minumlah 200 ml air setiap satu jam,” terang dr. Fiona.
Jika tubuh Anda sudah benar-benar tehidrasi dengan baik, pasti urine yang keluar akan berwarna jernih atau kuning pucat. Hindari pula minuman berkafein yang bisa membuat Anda lebih sering ke toilet, seperti teh dan cokelat (kopi dan minuman bersoda memang tidak disarankan). Pasalnya, ibu hamil sudah memiliki kecenderungan untuk sering buang air kecil dan sebaiknya tidak diperparah dengan minuman berkafein.
Jadi kesimpulannya, dehidrasi memang berisiko membuat ibu hamil kekurangan cairan ketuban yang berujung pada kontraksi dan kelahiran prematur. Sedangkan bayi yang terlahir secara prematur, lebih tinggi risikonya untuk terkena gangguan penyakit ketimbang bayi yang terlahir normal (sesuai waktunya).
Oleh sebab itu, cegah dehidrasi pada ibu hamil dengan selalu banyak minum air putih, tidak beraktivitas fisik secara berlebihan, tidak berada di lingkungan panas atau terik terlalu lama, dan tidak mengonsumsi minuman berkafein. Sehingga, janin pun dapat berkembang dengan sehat.
[NP/ RVS]