Salah satu alat medis untuk memeriksa kehamilan yaitu cardiotocography (CTG). Dokter Astrid Wulan Kusumoastuti menjelaskan, kardiotokografi merupakan alat untuk mengukur denyut jantung janin dan kontraksi rahim ibu selama kehamilan maupun persalinan.
Pemeriksaan ini membantu dokter memantau kondisi kesehatan janin. Umumnya, pemantauan menggunakan alat CTG dianjurkan ketika kehamilan memasuki trimester 3 atau berkisar lebih dari 28 pekan.
Pasalnya, sebelum memasuki trimester 3, janin belum cukup berkembang sehingga belum dapat merespons pemeriksaan kardiotokografi.
Pemeriksaan menggunakan alat CTG juga membantu dokter mengetahui kesulitan yang dialami bayi selama proses persalinan.
Prosedur dan Cara Kerja Alat CTG
Cara kerja CTG dibantu menggunakan doppler. Gelombang suara berfrekuensi tinggi dari alat ini tidak dapat didengar manusia, namun bisa dipancarkan dan dideteksi menggunakan mesin khusus.
Doppler dapat bergerak bebas melalui cairan dan jaringan lunak tubuh. Meski begitu, gelombang ini akan dipantulkan kembali sebagai gema ketika menyentuh permukaan yang lebih padat.
Dengan cara ini, doppler digunakan untuk mengukur detak jantung janin. Untuk melakukan pemeriksaan, dokter akan menempelkan dua pelat kardiotokografi pada permukaan kulit perut bumil.
Pelat pertama memancarkan gelombang doppler dan berfungsi mengukur detak jantung bayi. Sementara, pelat lainnya memeriksa kontraksi atau tingkat ketegangan rahim ibu.
Guna mendukung proses pemeriksaan, dokter akan mengoleskan gel pada kulit perut bumil. Hal ini membantu alat CTG menangkap sinyal yang lebih kuat untuk memeriksa detak jantung janin dan kontraksi rahim.
Artikel Lainnya: Tes Kehamilan Menggunakan Garam, Akuratkah?
Kondisi Persalinan yang Butuh Kardiotokografi
Pemeriksaan menggunakan alat CTG biasanya tidak diperlukan jika persalinan normal dan berisiko rendah.
Pada kasus tertentu, pemantauan menggunakan kardiotokografi perlu dilakukan intens, terutama jika ibu dan bayi memiliki kondisi berikut:
Tekanan Darah Tinggi pada Ibu Hamil
Menurut dr. Hayley Willacy dari Lancaster University Medical School, pemantauan menggunakan alat CTG perlu dilakukan jika bumil mengalami tekanan darah tinggi, demam, infeksi, dan mengeluarkan darah segar ketika melahirkan.
Alat CTG juga perlu digunakan pada ibu yang ketubannya pecah selama lebih dari 24 jam sebelum proses persalinan dimulai.
Lalu, alat medis ini juga digunakan untuk memeriksa ibu yang mengandung bayi kembar maupun lebih dari dua anak.
Bumil yang persalinannya dipercepat karena mengonsumsi obat penghilang rasa sakit (seperti epidural) juga memerlukan kardiotokografi. Hal ini untuk memastikan kontraksi rahim dan kondisi bayinya.
Artikel Lainnya: Jenis-Jenis Tes Kehamilan, dari Alami hingga Medis
Bayi Mengeluarkan Mekonium
Alat CTG perlu digunakan jika bayi mengeluarkan mekonium di dalam rahim, sehingga mengontaminasi cairan ketuban. Mekonium merupakan feses pertama bayi.
Feses bertekstur kental, lengket, dan berwarna hijau gelap ini umumnya dikeluarkan bayi dalam kurun 24-48 jam pertama setelah dilahirkan. Namun, pada kasus tertentu, bayi dapat mengeluarkan mekonium saat masih di dalam rahim.
Pemantauan menggunakan kardiotokografi juga perlu dilakukan jika bayi berada di rahim dalam posisi tidak normal, bayi lahir prematur, maupun memiliki bobot dan ukuran lebih kecil.
Pemeriksaan menggunakan alat CTG cenderung aman dan tidak menyebabkan efek samping berbahaya. Karena, kardiotokografi tidak menggunakan radiasi apa pun.
Bila ingin bertanya seputar pemeriksaan kehamilan, Anda bisa konsultasi lebih mudah lewat fitur Tanya Dokter kandungan di KlikDokter.
(FR/JKT)