Angin segar berembus bagi pasangan suami istri yang menemukan kendala dalam memiliki momongan. Kini tersedia metode cangkok rahim, yaitu suatu metode hamil dan melahirkan menggunakan “bantuan” rahim wanita lain.
Sebelumnya, Anda mungkin sudah tidak asing dengan prosedur cangkok hati dan cangkok ginjal. Berkat kemajuan teknologi yang sangat pesat, kini juga tersedia metode cangkok rahim yang memungkinkan dilahirkannya seorang bayi dengan menggunakan rahim orang lain yang telah dicangkok.
Mengenal cangkok rahim lebih dekat
Sejarah cangkok rahim berawal dari studi yang dilakukan oleh seorang peneliti asal Austria bernama Emil Knauer pada tahun 1896. Ia berhasil melakukan tranplantasi ovarium pada kelinci, di mana hal ini kemudian menjadi awal mula cangkok di bidang reproduksi. Temuan tersebut dilanjutkan dengan berbagai penelitian pada bagian struktur kandungan yang lain, yaitu rahim pada manusia wanita.
Transplantasi rahim dimulai dengan operasi pengambilan rahim pada wanita pendonor. Rahim dapat didonorkan oleh wanita yang masih hidup atau sudah meninggal dengan kondisi rahim yang masih baik. Setelah berhasil diambil, rahim akan disimpan pada wadah khusus dan suhu tertentu untuk menjaga fungsinya.
Orang yang menerima rahim dari pendonor akan menjalani operasi pencangkokan dan pemeriksaan untuk menilai fungsi rahim yang hendak dicangkok. Setelahnya, pemantauan selama 6 bulan dilakukan untuk melihat fungsi dari rahim yang telah dicangkok.
Jika fungsinya terpantau baik, sel sperma pria dan sel telur wanita akan digabungkan di laboratorium fertilisasi untuk kemudian ditanam pada rahim yang sebelumnya dicangkok. Prosedur penanaman embrio ini mirip dengan bayi tabung (in-vitro fertilization).
Plus minus cangkok rahim
Data menyebutkan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menjalani prosedur cangkok rahim sudah banyak ditemukan. Salah satu yang dilahirkan dari hasil cangkok rahim adalah seorang bayi perempuan di Cleveland Clinic, Amerika Serikat, pertengahan tahun ini.
Kendati begitu, prosedur cangkok rahim juga memiliki risiko terjadinya efek samping merugikan. Layaknya cangkok pada organ lain, rahim yang berasal dari luar tubuh berisiko mengalami reaksi penolakan. Maksudnya, rahim yang didapatkan dari orang lain bisa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh penerima sehingga akan akan diserang oleh sistem imunitas. Oleh karena itu, wanita yang hendak menerima rahim dari pendonor harus terlebih dahulu melakukan terapi penekan sistem imun.
Selain itu, rahim yang berasal dari proses cangkok juga tidak bisa dipertahankan fungsinya seumur hidup. Organ tersebut perlu diangkat setelah melewati satu atau dua kelahiran. Pada fase ini, wanita yang tadinya menerima rahim dari pendonor dapat hidup dengan normal tanpa menggunakan obat penekan sistem imun.
Cepatnya perkembangan teknologi kedokteran saat ini memang mengagumkan. Sayangnya, metode cangkok rahim tersebut masih sangat terbatas dan hanya dilakukan di pusat kesehatan besar di Amerika Serikat. Semoga teknologi serupa bisa segera masuk ke Indonesia dan membantu pasangan suami istri yang kesulitan memiliki momongan.
(NB/ RVS)