Publik sedang dihebohkan soal pevoli Aprilia Manganang yang mengalami perubahan status jenis kelamin dari wanita menjadi pria.
Dilansir dari berbagai media lokal, KSAD TNI AD, Jenderal Andika Perkasa, mengatakan bahwa sejak lahir Aprilia berjenis kelamin pria.
Sewaktu lahir, Aprilia yang berpangkat sebagai Serda TNI AD ini mengalami hipospadia.
Namun, karena saat itu orangtua serta tim medis belum memahami tentang hipospadia, jenis kelamin Aprilia lantas dinyatakan sebagai wanita.
Perubahan status jenis kelamin ini menggegerkan publik dan membuat banyak orang mencari tahu informasi tentang hipospadia. Apakah ada pengobatan atau tindakan untuk mengatasi hipospadia?
Apakah Kondisi Hipospadia Bisa Diobati?
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), hipospadia adalah kelainan yang ditandai dengan uretra (lubang kencing) yang letaknya tidak berada di ujung penis.
Normalnya, lubang kencing berada tepat di ujung penis. Orang dengan hipospadia kerap memiliki lubang kencing yang letaknya berada di bawah kepala penis.
Bahkan, lubang kencing orang dengan hipospadia juga dapat terletak di penis bagian mana saja, termasuk di dekat skrotum.
Kelainan ini bersifat bawaan alias sudah terjadi sejak di dalam kandungan. CDC mengatakan, kelainan hipospadia dapat terbentuk sejak usia 8-14 minggu masa kehamilan.
Artikel Lainnya: Validkah Prediksi Gender dari Gerakan Bayi dalam Perut?
Hipospadia dibagi menjadi beberapa jenis yang bergantung dari lokasi lubang uretra. Berikut jenis hipospadia yang harus Anda tahu:
- Subkoronal: Lubang uretra terletak di dekat kepala penis.
- Poros tengah: Lubang uretra terletak di sepanjang batang penis.
- Penoscrotal: Lubang uretra terletak di tempat pertemuan antara penis dan skrotum.
Hipospadia harus ditangani sejak dini. Jika diabaikan, hipospadia bisa menyebabkan masalah kesehatan serius di kemudian hari.
Masalah yang muncul di antaranya berupa kesulitan buang air kecil sambil berdiri dan sulit melakukan hubungan seksual.
Menanggapi soal bagaimana pengobatan hipospadia, begini tanggapan dari dr. Astrid Wulan Kusumoastuti. Menurutnya, tindakan pengobatan hipospadia akan dilakukan tergantung derajat keparahan kondisinya.
Artikel Lainnya: Alat Kelamin Tidak Jelas, Kenali Gejala Ambiguous Genitalia pada Bayi
"Jika butuh koreksi, maka biasanya dilakukan operasi atau pembedahan. Pengobatan yang dilakukan sedini mungkin akan lebih baik," ungkap dr. Astrid.
Masih dilansir dari CDC, operasi hipospadia dapat dilakukan saat anak laki-laki berusia 3-18 bulan. Pada beberapa kasus, pembedahan dilakukan secara bertahap.
Operasi dapat dilakukan dengan menempatkan pembukaan atau lubang kencing di tempat seharusnya, yakni ujung penis.
Pada saat operasi, dokter bisa memperbaiki lekukan penis dan kondisi kulit di sekitar pembukaan uretra.
Dokter juga tidak menganjurkan anak laki-laki disunat terlebih dahulu menjelang atau ketika berencana melakukan operasi hipospadia.
Apakah Hipospadia Bisa Dicegah Sejak di Dalam Kandungan?
Tidak ada anjuran pasti untuk mencegah hipospadia. Anjuran yang disarankan kepada ibu hamil untuk mencegah bayi cacat lahir, termasuk hipospadia, umumnya sama dengan yang lain.
"Anjurannya sama saja, makan sehat dan konsumsi obat selama hamil harus berkonsultasi dulu dengan dokter. Nah, itu standar saja, tidak ada yang khusus untuk mencegah hipospadia. Kebanyakan penyebab hipospadia belum diketahui pasti dan itu bisa saja berhubungan dengan kondisi genetik," kata dr. Astrid.
Artikel Lainnya: Bun, Sering Konsumsi Makanan Ini agar Dapat Hamil Anak Laki-laki
Meski penyebab dan pencegahan spesifiknya belum diketahui pasti, namun CDC menyatakan ada beberapa faktor risiko yang diduga dapat menyebabkan hipospadia, yakni:
- Ibu hamil di usia 35 tahun atau lebih dan ibu yang mengidap obesitas berisiko melahirkan bayi dengan kondisi hipospadia.
- Wanita yang hamil dengan teknologi reproduksi bantuan, misalnya bayi tabung, punya risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan hipospadia.
- Mengonsumsi obat dengan kandungan hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan juga berisiko melahirkan bayi dengan cacat bawaan hipospadia.
Menurut beberapa penelitian, ibu hamil dapat mencegah paparan pestisida atau zat kimia lain yang bisa meningkatkan risiko hipospadia.
Zat kimia tersebut utamanya, seperti pestisida, plasticizer, atau phthalates yang diduga dapat mengganggu kerja hormon endokrin untuk mengatur pembentukan uretra janin.
Cari tahu informasi kesehatan unik lainnya dengan membaca artikel di aplikasi Klikdokter. Anda juga bisa berkonsultasi dengan dokter melalui fitur LiveChat.
(OVI/AYU)