Preeklamsia adalah salah satu momok terbesar bagi ibu hamil. Tidak hanya berbahaya bagi ibu, tapi kelainan ini juga dapat mengancam keselamatan janin yang ada di dalam kandungannya.
Fakta menyebut bahwa 1 dari 10 wanita hamil berisiko terkena preeklamsia. Ini komplikasi kehamilan yang diawali dengan peningkatan tekanan darah pada ibu hamil, yang biasanya terjadi setelah memasuki minggu ke 20 kehamilan.
Preeklamsia ditandai dengan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg. Tanda-tanda lain dari keadaan ini adalah jika ibu hamil mengalami pertambahan berat badan yang cepat dan berlebihan, bahkan pada awal kehamilan sekalipun. Biasanya pertambahan berat badan ibu hamil pada trimester 1 tergolong sedikit, yaitu antara 0–2 kilogram.
Selain itu, gejala preeklamsia juga dapat berupa adanya bengkak pada kaki dan tangan, protein dalam urine, nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri ulu hati seperti sakit mag, serta mual dan muntah.
Preeklamsia yang terjadi berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan produksi urine, penurunan jumlah trombosit, penurunan fungsi hati, dan sesak napas akibat pengumpulan cairan di paru-paru. Jika tidak diketahui dan diterapi sejak dini, keadaan ini dapat membahayakan ibu karena dapat merusak berbagai organ tubuh, termasuk hati dan ginjal, juga membahayakan pertumbuhan bahkan nyawa sang bayi.
Penyebab belum diketahui
Meski sangat banyak wanita hamil yang telah mengalami preeklamsia, hingga kini para ahli belum dapat menemukan penyebab pasti dari kelainan kehamilan ini. Namun begitu, ada beberapa faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklamsia, di antaranya:
- Adanya kelainan pertumbuhan pembuluh darah pada plasenta, dimana pembuluh darah tersebut lebih sempit dan menyebabkan aliran darah dari ibu ke janin tidak lancar.
- Ibu hamil yang memiliki riwayat preeklamsia sebelumnya
- Hipertensi kronis
- Berusia di atas 40 tahun
- Mengalami obesitas atau kelebihan berat badan
- Hamil anak kembar
- Memiliki jarak kehamilan yang terlalu pendek (kurang dari 2 tahun) atau terlalu panjang (lebih dari 10 tahun)
- Mengandung anak pertama
- Memiliki penyakit migrain
- Mengalami penyakit diabetes, penyakit ginjal, atau lupus.
Bisa terjadi komplikasi serius
Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius yang fatal, baik bagi ibu maupun janin. Pada ibu dapat terjadi kerusakan pada berbagai organ tubuh, seperti jantung, ginjal, hati, paru-paru, mata, dan otak. Selain itu dapat pula terjadi sindrom HELLP, yang terdiri dari pecahnya sel darah merah, peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit yang dapat berujung kepada eklamsia—yaitu kejang-kejang yang dapat membahayakan nyawa sang ibu.
Satu-satunya cara untuk menghentikan progresivitas preeklamsia adalah dengan melahirkan janin, biasanya dengan cara operasi caesar. Masalahnya adalah, biasanya janin belum cukup bulan untuk dilahirkan. Oleh sebab itu, dapat terjadi berbagai komplikasi pada janin, mulai dari kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Di samping itu itu, terhambatnya aliran darah plasenta dari ibu ke janin juga dapat menyebabkan janin tidak bertumbuh dengan optimal karena tidak mendapatkan asupan gizi dan oksigen yang memadai.
Komplikasi preeklamsia ternyata tidak berhenti begitu saja setelah bayi dilahirkan. Para ahli menemukan bahwa ibu yang memiliki riwayat preeklamsia mengalami peningkatan risiko penyakit jantung dan strok.
Berdasarkan studi yang baru-baru ini dilakukan, wanita dengan riwayat preeklamsia berisiko 6 kali lebih besar mengalami stroke dibandigkan dengan wanita yang tidak mengalaminya. Hal tersebut disebabkan karena preeklamsia dapat merusak endotel pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah tinggi, bahkan setelah melahirkan. Faktor-faktor tersebutlah yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan strok di kemudian hari.
Atasi sebelum terlambat
Aspirin adalah salah satu metode untuk menurunkan risiko penyakit jantung dan strok akibat preeklamsia. Obat jenis ini juga digunakan untuk mencegah preeklamsia. Selain itu, vitamin D juga berpotensi sebagai terapi untuk mencegah preeklamsia dan strok. Menurut penelitian, rendahnya kadar vitamin D dalam darah dapat meningkatkan risiko preeklamsia pada ibu hamil.
Mengingat bahwa preeklamsia dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, ibu hamil yang memiliki faktor risiko keadaan ini sebaiknya lebih rutin melakukan pemeriksaan antenatal ke dokter. Ceritakan segala riwayat penyakit, khususnya jika itu berhubungan dengan preeklamsia. Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, janin di dalam kandungan akan terus sehat hingga dilahirkan dan ibu hamil bisa terhindar dari penyakit jantung dan stroke di kemudian hari.
(NB/ RVS)