"Aku pernah dengar simpang siur soal tes kesehatan pranikah. Namun, aku pribadi belum pernah disodorkan informasinya secara langsung," kata Salsabila, bukan nama sebenarnya.
Jawaban itu meluncur darinya ketika KlikDokter menanyakan kepadanya perihal pengetahuan seputar tes kesehatan pranikah (premarital test). Kebetulan wanita 24 tahun itu kini tengah sibuk mempersiapkan pernikahannya yang akan diselenggarakan Juni 2022 mendatang.
Ia dan calon suaminya kini lebih fokus mempersiapkan mental untuk menjelang pernikahan. Hal yang tak kalah jadi prioritas adalah persiapan teknis hari H acara.
Salsabila merupakan salah satu contoh kecil yang bisa mencerminkan sebagian besar masyarakat di Indonesia. Pernikahan kerap kali dipersiapkan dalam jangka waktu yang panjang.
Hal itu lumrah. Bagaimana pun pernikahan merupakan acara sakral yang istimewa. Siapa pun tak mau ada cacat yang menodai peristiwa khidmat tersebut.
Kesadaran Tes Pranikah Rendah
Sayangnya, fokus pada hari pernikahan malah membuat banyak kalangan abai terhadap aspek lain yang lebih penting, yakni kesehatan pasangan.
Indikatornya sederhana saja, kesadaran terhadap pentingnya kesehatan menjelang pernikahan memang masih rendah. Padahal, pemeriksaan kesehatan pranikah punya andil besar dalam menentukan kesehatan kehamilan kelak baik untuk calon ibu dan janinnya.
Artikel Lainnya: Alasan Mengapa Wanita Harus Rutin Check Up ke Dokter Kandungan
Pengalaman dr. Manggala Pasca Wardhana SpOG(K), dokter spesialis kandungan yang berpraktik di Surabaya, Jawa Timur, bisa menjadi acuan kasar. Hitung-hitungannya, cuma sekitar lima persen pasiennya yang melakukan pemeriksaan pranikah.
"Persepsi orang, kalau tidak sakit, ya, tidak akan ke dokter," kata dr. Manggala, menjelaskan salah satu faktor rendahnya minat orang melakukan pemeriksaan pranikah.
Menurutnya, banyak calon pengantin lebih sibuk dengan persiapan acara pernikahan hingga foto pranikah. Padahal, lanjutnya, mempersiapkan kehamilan merupakan investasi yang tak kalah penting karena menyangkut masa depan keturunan.
Dokter Manggala menilai, hal itu tak lepas dari budaya pemeriksaan kesehatan di masyarakat. Ada kecenderungan orang malas memeriksakan diri bila tidak ada keluhan.
"Tunggu ada masalah dulu baru cek. Paling-paling kalau aware yang seperti ini biasanya sudah kadung ada masalah," katanya.
Tak hanya dalam mempersiapkan kehamilan yang sehat, pemeriksaan kesehatan juga punya andil dalam mengantisipasi penularan penyakit.
Antisipasi Penyakit Genetik
Ada beberapa jenis penyakit, yang bisa diturunkan kepada janin secara genetik. Thalasemia, kata dokter Manggala, merupakan salah satu penyakit yang sering diturunkan secara genetis.
Thalasemia merupakan kelainan pembentukan sel darah merah. Penyakit lain yang bisa menurun, misalnya hepatitis B.
"Kita melakukan pemeriksaan penanda-penanda infeksi. Misalnya, ibu atau bapaknya memiliki hepatitis B, jangan sampai bayi yang dilahirkan ikut-ikutan kena hepatitis B," papar dokter Manggala.
Selain itu, ada isu kesehatan krusial lain yang menjadi momok dalam kehamilan, yakni anemia. Anemia ada kondisi di mana tubuh kekurangan sel darah merah.
Kondisi tersebut prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Sebanyak 48-50 persen wanita hamil di Indonesia diperkirakan mengalami anemia. Situasi tersebut cukup mengkhawatirkan.
Menurut dokter spesialis kandungan, dr. Dhika Prabu Armadhanu,SpOG(K)., M.Kes, anemia dapat memicu sejumlah masalah saat kehamilan. Daya tahan tubuh ibu dengan anemia akan sangat lemah sehingga mudah terinfeksi.
"Infeksi pada ibu hamil bisa menyebabkan kontraksi hingga ketuban pecah dini. Risiko perdarahan saat persalinan dan isu stunting. Ibu jadi PR besar kita," kata dr. Prabu.
Berdasarkan situs Kementerian Kesehatan, setidaknya terdapat tujuh pemeriksaan yang masuk dalam kategori tes pranikah, yakni pemeriksaan darah, tes golongan darah dan rhesus, deteksi hepatitis B, tes TORCH, pemeriksaan HIV/AIDS, tes gula darah, dan tes urine.
Artikel Lainnya: Sering Lihat Foto Bayi Jadi Ingin Menikah? Ini Kata Psikolog
Pemerintah Dorong Kesadaran Tes Pranikah
Pemerintah juga mulai mendorong agar para calon pengantin mempersiapkan aspek kesehatan sebelum menikah. Pemprov DKI, misalnya, mensyaratkan tes kesehatan kedua calon mempelai untuk mendapatkan sertifikat layak kawin.
Peraturan mengenai hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 185 tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan bagi Calon Pengantin.
Tes kesehatan pranikah juga menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan angka stunting atau gagal tumbuh di Indonesia. Masalah kesehatan itu, berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angkanya berada di 24,4 persen.
Meski setiap tahun kasusnya semakin bisa ditekan, pemerintah butuh program yang lebih agresif untuk semakin mengeliminasi ancaman stunting. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang diberi mandat untuk menuntaskan masalah tersebut, berinovasi.
Lembaga tersebut memasukan syarat pemeriksaan kesehatan bagi setiap calon pasangan yang ingin mendaftarkan pernikahan di Kantor Urusan Agama. Eni Gustina, MPH, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, mengatakan institusinya ingin melakukan intervensi di hulu.
Pasalnya stunting tidak hanya disebabkan kekurangan gizi anak setelah dilahirkan. Faktor ibu saat mengandung pun juga tak kalah besar.
Dengan sejumlah tes kesehatan, bisa dilakukan screening dini terhadap risiko-risiko melahirkan anak dengan kondisi stunting.
Artikel Lainnya: Yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Memutuskan Menikah di Usia Muda
Pemeriksaan meliputi antopometri untuk mengetahui tingkat gizi calon pengantin dengan mengukur berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas.
"Kemudian diperiksa apakah dia anemia atau tidak. Diperiksa juga lingkar lengan atasnya," kata Eni kepada KlikDokter dalam kesempatan wawancara beberapa waktu lalu.
Bila calon pengantin memiliki risiko stunting, maka calon pengantin akan diminta menunda kehamilan. Sebab, orang tua yang kekurangan gizi berisiko lebih besar melahirkan anak dengan kondisi stunting.
Tidak hanya kekurangan gizi yang menjadi isu penting dalam tes kesehatan pranikah. Kelebihan gizi pun perlu mendapat perhatian.
Orang yang kelebihan gizi cenderung mengalami obesitas. Obesitas secara sederhana diartikan sebagai penumpukan lemak akibat konsumsi kalori lebih besar dibanding kalori yang dilepaskan tubuh.
Obesitas dapat memicu sejumlah risiko, seperti diabetes gestasional, preeklampsia, bahkan keguguran, dll. Dengan semakin banyak kondisi kesehatan yang dapat diantisipasi, pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan menjadi sangat penting.
Tiga Bulan Sebelum Rencana Kehamilan
Idealnya, menurut dr Prabu, tes dilakukan tiga bulan sebelum rencana kehamilan. Tujuannya agar kondisi-kondisi kesehatan yang menyertai pasangan dapat diperbaiki dalam periode tiga bulan tersebut.
Namun, dr Prabu juga menekankan pemeriksaan kesehatan tidak hanya perlu bagi pasangan yang akan menikah. Hal yang sama juga berlaku bagi pasangan yang ingin menambah momongan.
"Untuk semua pasangan yang ingin memiliki anak, seyogyanya dia harus mempersiapkan kehamilannya dengan baik," ujar dr Prabu.
Anda dapat memperoleh informasi seputar kehamilan dan persalinan yang lengkap dan akurat dengan membaca artikel di aplikasi KlikDokter.
(JKT/AYU)
- Wawancara dr. Dhika Prabu Armadhanu,SpOG(K)., M.Kes.
- Wawancara dr. Manggala Pasca Wardhana SpOG(K).
- Wawancara Eni Gustina, MPH, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN.
- Wawancara Responden Salsabila.
- Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. Diakses 2022. Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021.
- JDIH BPK RO. Diakses 2022. KONSELING DAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI CALON PENGANTIN.